Sudah lewat waktu makan malam. Sedari tadi Brigitte dan beberapa pengawal lainnya yang ada di rumah sibuk berusaha untuk ‘membangunkanku’. Yap, mereka mengira aku sedang tertidur. Nyatanya, aku sama sekali tak tidur. Aku mendengar mereka yang mondar mandir di depan pintu kamarku yang sengaja kukunci dari dalam.
Aku hanya sedang duduk di atas ranjangku memeluk lulut, dengan semua lampu kamar terpadam, dengan gorden dan jendela terbuka. Sedang memandang nyalang pada pepohonan dan langit luar yang mulai menggelap karena senja sudah lama pergi.
Ingatanku masih memutar apa yang kudengar tadi siang. Kalau Daddy adalah pewaris kerajaan yang sah, lalu aku…? Ya Tuhan, dari mana semua mata rentai ini tersambung. Kenapa jadi sampai sejaun ini? Tapi seandainya itu tidak benar, tentu saja tidak akan disiarkan di saluran berita nasional kan? Iya, kan? Kala
RichardMira akhirnya tertidur. Aku menemaninya sampai nafasnya berubah teraratur menjadi satu - satu. Sudah lewat beberapa saat sejak dia tertidur dan aku masih terus memeluknya. Belum ingin melepasnya.Tubuh mungilnya ringan sekali, sehingga aku nyaris tak merasa jika sedang menahan beban.Sejak aku masuk ke kamar ini, selain kalimat 'kenapa harus aku' nya, dia sama sekali tidak berkata apapun lagi. Hanya menangis tersedu dalam diam hingga kemudian tertidur begini.Khawatir dan bingung. Itu yang kurasakan. Dia kenapa lagi? Apakah sakit? Tapi saat aku akan membawanya ke rumah sakit, dia menggeleng dan malah mendorongku menjauh. Jadi aku mengalah. Mungkin dia memang tidak sakit. Tapi lalu apa?"Dia tidur? Dia belum maka
Richard'sMelihatnya menangis seperti ini membuat dadaku sendiri sesak. Dia sudah tahu. Entah dari mana tapi dia tahu tentang hal yang kami usahakan untuk sembunyikan rapat - rapat ini, tapi akhirnya hari ini dia tau.Bukan karena… kami hanya ingin melindunginya. menyembunyikan lebih lama sampai keadaan benar - benar dalam kuasa kami dan dia sudah lebih stabil dan kuat. Lihat dia sekarang. Rapuh, terlihat kecil saat dia meringkuk di tengah ranjangnya, dengan bahu terguncang keras dan kedua tangan menutup wajahnya. Isakan pilu terdengar menyakitkan keluar dari bibirnya.Kukepalkan tanganku yang berada di atas paha. Berusaha menahan diri agar tak merengkuhnya ke dalam pelukanku. Tuhan tahu aku amat berusaha saat ini.Tapi isakannya yang semakin kencang membuat
Raja yang sebelumnya berkuasa, suami Ratu saat ini yang sudah mangkat bertahun - tahun lamanya, adalah merupakan anak dari keturunan kedua raja terdahulu. Putra mahkota dari raja terdahulu saat itu menolak menjadi raja dan memutuskan keluar dari istana karena tidak diijinkan memilih jalan hidupnya sendiri. Mengakibatkan tahta yang seharusnya dipikulnya jatuh pada pundak adik laki - lakinya.Putra Raja yang tertua, saat itu memiliki seorang kekasih, yang sayangnya gadis tersebut tidak mendapatkan restu dari sang Ibunda Ratu yang berkuasa, karena latar belakang keluarganya. Padahal saat itu si gadis tengah hamil. Si gadis hanya perempuan biasa tanpa gelar bangsawan, dan lagi, sebatang kara tanpa tahu siapa orang tuanya. Sistem hierarki pada masa itu masih amat kolot dan ketat.Karena tidak ingin menggugurkan kandungannya, si gadis yang ternyata adalah teman baik
Jadwal operasiku sudah ditentukan. Seminggu lagi dari sekarang aku akan menjalani pemeriksaan dan jika semuanya oke, mungkin dua atau tiga hari berikutnya aku akan masuk ruang operasi.Awalnya aku tak masalah dengan hal ini. Kapan saja jadwal operasinya, silakan saja. Secara mental, aku siap.Tapi setelah berita ini sampai di telingaku, aku jadi shock dan terguncang. Dokter menganjurkanku untuk tetap melakukan latihan rutin ringan agak kondisiku tetap fit. Tapi aku kembali melemah. Bukan collapse yang mengkhawatirkan seperti sebelumnya, hanya saja rasa kecewa, shock dan tak percaya kini mempengaruhi keadaan tubuhku dan membuat ku jadi lemah.Aku tak ingin makan, tak ingin bergerak, tak ingin bertemu siapapun.Daddy sudah datang padaku dan menjelaskan keadaann
Richard’s “Why? You hate me. I'm a burden to you.” “I’m not!” Jawabanku keluar tanpa berpikir, agak terlalu cepat untuk meyakinkan seseorang. “Tu penses que je te déteste? Kau mengira aku membencimu? Kenapa?” Aku menjauhkan tubuhnya sepanjang jengkalan lenganku dan menahannya di sana. Dia menundukkan wajahnya, menghindari bertatap mata denganku. Dari tarikan nafasnya dan getaran bahunya, jelas sekali kalau saat ini dia sedang menangis. No, stop crying, Princess. It hurt me too seeing you hurt like this. Dia benar, tentu saja. Aku pernah tidak terlalu menyukainya dan menganggapnya hanya sebagai suatu kewajiban. Bahkan, pada awalnya, Pak Tua sampai harus memohon padaku agar aku mau menjaga anaknya. Lagi. Saat itu aku masih
Richard sudah pergi setelah memaksaku makan. Sepertinya marah padaku. Karena apa? Aku tidak merasa melakukan ataupun mengatakan sesuatu yang salah. Semua yang kukatakan padanya adalah fakta yang coba dibantah semua orang. Entah kenapa.Makan sudah, minum obat sudah. Dan kini semua pekerjaanku untuk hari ini selesai. Tak ada lagi tersisa untuk kulakukan. Seharusnya aku beristirahat. Tapi mataku nyalang enggan terpejam. Aku berusaha tidak memikirkan apapun tentang kerajaan dan tentang keluargaku. Mencoba menjadi salah satu materi yang beterbangan di alam semesta dan memerhatikan materi lain yang ada di sekitaran.Aku berhasil setelah tiga kali percobaan dan setelah berkali - kali menghela nafas dalam dan panjang. Duduk dengan tenang, kaki bersila dan dengan punggung bersandar pada bantal di belakangku, perhatianku kini tertuju pada bentangan langit di luar jendel
"Dan lagi, things go so much hard for me karena bahkan sampai sekarang aku tak tahu siapa ayah kandungku. Alors, Mira, aku sedikit banyak tahu apa yang kau rasakan. Kau tidak sendirian. Serius, kau bisa berbagi padaku jika kau mau." Aku menatap Corrine lama, tanpa berkedip. Gadis ini… kenapa dia mendadak menceritakan hal ini padaku? "What makes you?" Bisikku pelan. Gagal memahami kenapa dia mengatakan hal ini padaku. "Mungkin karena dari awal aku ingin sekali dekat denganmu, tapi tak bisa karena kau selalu menarik diri dan seperti tak ingin memiliki hubungan dengan keluarga ini." Hei! "Bukannya terbalik?!" Aku berseru tak terima. Corrine tertawa melihat wajah
Richard’s Cedric menelpon, mengabarkan bahwa Pak Tua tak akan pulang ke rumah malam ini. Padahal aku beberapa hari kemarin secara spesifik memintanya untuk meluangkan waktu agar bisa menghabiskannya bersama Mira. Putrinya itu membutuhkannya saat ini. Kesal tapi aku bisa apa? Aku baru saja kembali masuk ke dalam rumah setelah briefing singkat dengan para penjaga di depan saat aku melihat Corrin menarik Mira dari dalam kamarnya dan membawanya ke sebuah ruangan yang berada di sebelah ruang kerja Pak tua. Ruang apa itu? Selama bekerja dengan pak Tua, ada beberapa ruangan yang belum pernah kumasuki. Karena tidak perlu dan tidak pernah di suruh, dan tidak diperbolehkan. Ruangan yang baru saja dimasuki oleh Corrine dan Mira masuk dalam kategori ruangan yang belum pernah kumasuki karena tidak perlu dan tak pernah d