Akhirnya aku menemukan alamat Ageng atau suaminya Elis pemilik Love Note.
"Sekarang aku ingin tahu bagaimana caramu menulis di buku ini dan menelpon menggunakan Ponselku." Ucapku sambil menulis di Love Note. Tapi tidak ada balasan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh seseorang yang masuk kamar. Hingga membuatku menjatuhkan Love Note. Siapa dia?~"Ibu mau pulang. Kamu ingin temani Filio dulu atau pergi bersama ibu?" Tenyata ibu.
Aku menoleh ke bawah. Love Note terbuka pada halaman terakhirnya. Di sana tertulis, "Jika ingin tahu di balik semua ini. Teruskan apa yang sudah kamu mulai hingga selesai."Aku tidak suka dipaksa. Aku masih punya Life Note yang akan memberitahuku semua tentang Love Note."Aku ikut ibu pulang." Ucapku sambil memungut Love Note. Aku tidak sabar lagi menemui Life Note di rumah.Jika aku tahu cara kerja Buku Love Note mungkin aku bisa buat buku yang sama untuk melindungi Filio jika aku tidak ada, dari laki-laki mata keranjang.Sesampa
Aku lalu mengeluarkan buku Love Note dan menulis, 'Aku ingin buku Life Note musnah.'Love Note tidak menjawab. Tidak ada tulisan baru.Selta memperhatikanku, "Di Buku Life Note tertera kontrak di halaman terakhir. Pemilik pertamanya bersekutu dengan malaikat melalui buku ini. Aku tidak heran. Pasti hal itu ada. Karena manusia yang bersekutu dengan Iblis melalui boneka santetpun ada..." "...Apa buku yang kamu pegang juga sama. Serahkan padaku, maka aku tidak perlu menembakmu untuk menangkapmu." Perintah Septa. Tiba-tiba tanganku bergerak sendiri dan menuliskan sesuatu di Love Note. Jadi selama ini aku menulisnya tanpa sadar saat tidur. Elis dapat merasuki dan mengendalikan sebagian tubuhku. Apa karena aku yang menyentuh buku itu.Tertulis,'Buku ini terbuat dari bahan mudah terbakar, sama dengan lantai dan rumah ini.'Septa berteriak, "Hentikan yang kamu tulis."Aku segera mencari pemicu api di celana Ageng karena aku tidak merokok jadi tidak memilik
Aku berusaha membujuknya, "Dik, lepaskan kakak."Tanpa melihatku, dia menjawab, "Ayah akan melampiaskan nafsunya ke aku. Kalau kakak gak ada." Ucapannya membuatku tercengang. Bisa-bisanya anak kecil seperti dia ngomong seperti itu. Tiba-tiba Jason datang dan langsung menarik rambut Lia yang lagi duduk, hingga terpaksa Lia harus berdiri."Ini mainan Walkie talkiemu kenapa bisa di dalam mobil Ayah?"Lia benar-benar aneh, tidak terlihat kesakitan sedikitpun, "Aku gak sengaja meninggalkan alat komunikasi genggam itu di dalam mobil, saat ayah antar aku ke sekolah pagi tadi. Kalau aku pinjam kunci mobil, pasti ayah tidak mau memberikannya. Meski aku hanya ingin mengambil sesuatu. Jadi aku terpaksa bilang gitu. Biar ayah sendiri yang ambilkan."Jason benar-benar kejam. Dia membanting anaknya sendiri.Brakkk. "Bisa-bisanya kamu membodohi ayah. Kamu dihukum keliling rumah, tiga belas kali." Teriak Jason.Lia segera bangun. Mengambil mainannya kemudia
Saat Lia pergi, aku mulai berpikir. Jika ayah ke sini. Dia pasti merasakan keberadaanku dan tidak akan pergi begitu saja. Aku segera menuju dinding. Mencari celah untuk melihat ayah yang masih aku yakini ada di luar. Aku menggunakan celah di dinding yang di bawah untuk melihat ke luar. Terlalu kecil. Aku kembali berusaha meninggikan badan dengan berjongkok untuk melihat celah lain yang lebih besar di atasnya. Meskipun sulit aku tidak menyerah hingga akhirnya aku bisa melihat melalui celah itu. Terlihat olehku halaman di depan pintu rumah. Aku sedih, tidak ada ayah di sana. Air mataku menetes. Tiba-tiba aku sadar. Ada sosok burung putih di tengah halaman. Saat aku perhatikan itu seperti burung Merpati. Cuma ada seekor. Aneh biasanya mereka berpasangan. Brakkk...Aku kaget. Tiba-tiba ada yang terjatuh. Salah satu genteng dari tanah liat tergeletak di lantai di depanku. Aku segera melihat ke atas. Aku tercengang melihat tiga burung Gagak dari lubang atap yang
Ali cukup lama di kasir jadi perhatianku fokus pada dua pria dan satu wanita di depan. Yang membuatku terusik dua pria itu duduk bermesraan. Bahkan aku bisa mendengar pembicaraan mereka yang bikin aku emosi. "Indi, kamu butuh uangkan? Jadi tidak perlu pikir-pikir lagi. Kami berdua cuma menyewa rahimmu untuk menghasilkan anak." Ucap salah satu pria sambil merangkul pria lainnya di depan seorang wanita.Aku yang tahu maksudnya apa. Langsung menghampiri mereka.Aku meluapkan amarahku di sana, "Apa-apaan kalian. Menyewa rahimnya. Sama saja merendahkan martabatnya."Salah satu pria berdiri di depanku, "Kami LGBT punya hak. Kamu tidak bisa menjadi tuhan untuk orang lain." Badannya yang kekar, tidak membuatku takut bahkan tetap melawan, "Kelainan pada kalian itu bukan hak. Tapi penyakit. Sama seperti penyakit jiwa, kalian bisa disembuhkan. Perlu kalian tahu, Tuhan juga melarang hal seperti ini." Mataku terpejam saat pria itu mencoba menamparku. Seakan tidak
Sesampainya di Villa milik ibu aku segera mengetuk pintu. Berharap ibu ada di sana. Lama aku mengetuk tapi tidak ada sahutan. Ali menghampiriku, "Kamu yakin ibumu ada di sini?"Aku menghentikan mengetuk, lalu duduk sambil bersandar di pintu."Dulu ini rumah ayah. Kemudian direbut oleh seseorang dan diruntuhkan. Ibu mengambilnya kembali setelah ayah meninggal. Lalu membangun Villa di sini. Ibu biasa ke sini setelah berkunjung ke perusahaan tante Yasmine."Tidak sadar curhatanku mengingatkanku sesuatu, "Oh iya, pasti Tante Yasmine tahu tentang ibu dan Kakak. Ayo kita ke sana." Ajakku. Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang pria keluar dari rumah. Dia Pak Canavaro, penjaga Villa. Aku biasanya memanggil Paijo."Nona sudah sembuh?" Tanyanya.Apa Paijo tahu aku pernah gila, aku khawatir jika Ali tahu. Dia pasti akan takut denganku.Aku segera mengalihkan topik pembicaraan, "Ibu dan Kakak ada di sini!"Paijo terlihat panik, dia tidak menjawab justru membicarakan hal
Aku mengambil pakaiannya dan bersiap pergi, "Temani aku ke kantor polisi, pria itu tidak bisa dibiarkan. Bahaya bagi gadis lain. Mereka mungkin tidak seberuntung aku." Kami ke kantor polisi menggunakan Angkot. Saat aku melaporkan yang terjadi. Polisi itu juga melaporkan informasi ke aku secara tidak langsung. "Di mana ayahmu sampai membiarkan putrinya dalam bahaya?"Aku kaget, "Jadi benar, ayahku masih hidup."Polisi itu kembali menjawab, "Bapak rekan kerja ayahmu dulu, beberapa hari yang lalu ayahmu ke sini melaporkan Yasmine yang melakukan percobaan ilegal terhadap tubuh manusia, kemudian dia pergi."Aku senang sekaligus marah, "Jangan pernah salahkan ayahku. Beliau sedang mencari ibu dan kakak."Polisi itu menjelaskan, "Kamu harus tahu! Ibu dan kakakmu sudah tidak ada."Aku terkejut, "Aku tidak percaya!" Teriakku. Saat aku pergi, polisi itu bicara, "Sebaiknya datangi kuburan ibumu." Aku keluar dari kantor polisi itu dalam keadaan emo
Telpon kemudian dimatikan ibu Gina. Lalu dia bicara, "Temanmu Indi, cerdas juga. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa!"Badanku gemetar. Kemudian mobil yang membawaku, berhenti. Pria disampingku bicara dengan wajah yang sangat dekat di wajahku, "Kita sudah sampai." Aku merasa risih tapi aku sembunyikan agar dia tidak membenciku. Saat kami masih di dalam mobil tiba-tiba ponselku berbunyi. Ibu Gina mengangkatnya dan terdengar suara Indi."Sebaiknya lepaskan Filio, aku sudah menghapal nomor plat mobilmu. Polisi akan mencarimu. Hukuman berat akan siap menanti jika kalian terus lanjut."Ibu Gina menjawabnya, "Jika kamu melapor. Filio akan mati."Indi juga menjawabnya, "Hukuman mati juga akan menanti kalian."Ibu Gina marah, "Aku tidak peduli. Suruh Wira yang jemput anaknya sendiri. Jika ingin Filio tetap hidup." Kemudian telpon dimatikan.Kedua pria di sampingku terlihat ketakutan.Ibu Gina langsung bicara, "Tidak perlu khawatir. Ini mobil hasil penc
Lama menunggu, Mawar terlihat khawatir. Erlang belum datang juga tapi suara hembusan angin mirip ular masih terdengar."Huss, Hss, Ss!"Mawar kembali memerintah Kumbang, "Cepat kamu lihat Erlang. Aku takut dia kenapa-kenapa?"Tanpa banyak bicara, Kumbang bergerak cepat seperti serangga Kumbang asli. Entah dia takut temannya dalam bahaya atau membalas perlakuan Mawar yang tidak menjawab pertanyaannya. Mawar langsung menggantikan Kumbang memegangi tanganku. Pintu dibiarkan terbuka. Baik Erlang maupun Kumbang tidak kunjung tiba. Hanya suara seperti ular itu yang terdengar."Huss, Hss, Ss!"Mawar khawatir sekaligus emosi, "Sialan, mereka terbang ke mana sih? Gak balik-balik ke sarang."Ucapan Mawar memang agak aneh. Tapi aku tahu maksudnya. Erlang dan Kumbang yang pergi entah ke mana hingga tidak balik ke gudang. Mawar lalu meninggalkanku di gudang. Dia keluar dan mengunci pintu dari luar. Saat aku mencoba membuka pintu tidak bisa. Tiba-tiba tid