Dokter yang rambutnya sudah memutih sebagian itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama sambil memandang Lastri dengan tatapan serius. Lalu pandangannya berpindah ke layar monitor, wajahnya tampak mengernyit sesaat lalu tersenyum hangat pada Lastri, “Selamat ya, Bu Lastri, Anda hamil. Saat ini usia janin sudah 10 minggu. Sepertinya bayinya kembar dilihat dari kantung kehamilan yang ada dua ini.”
“K-kembar, Dok?” tanya Lastri tidak percaya. Perasaan cemas yang menderanya langsung hilang berubah menjadi rasa senang yang tidak terkira saat mendengar ada dua janin di dalam rahimnya. Ia menatap Tarno yang terlihat kaget juga saat mendengar penjelasan dokter.
“Iya, karena masih kecil jadi belum terlihat jelas. Tapi ada dua kantung yang terlihat di sini, jadi kemungkinan besar bayinya kembar. Nah untuk lebih jelasnya nanti USG lagi saat kandungan lebih besar lagi.”
Mata Lastri berkaca-kaca mendengar penjelasan Dokter mengenai
Tarno sedang dalam perjalanan ke rumahnya saat ini dengan mengendarai mobil avanza hitam yang sengaja disewanya untuk perjalanan pulang. Dilihatnya lagi kalung yang sengaja dipesannya sebagai hadiah kejutan untuk istrinya, Susanti. Kalung berbandul hati dengan ukiran T&S, inisial Tarno dan Susanti sudah diukir di belakang bandulnya.Lelaki berambut cepak, dengan beberapa helai uban yang mulai muncul itu tampak senyum-senyum sendiri membayangkan reaksi Susanti saat melihatnya pulang nanti. Ibu dari dua anaknya pasti akan sangat terkejut saat melihat Tarno masuk ke rumah dengan menyerahkan kalung kejutannya.Tarno memang sengaja tidak memberitahu Susanti perihal kepulangannya untuk memberi kejutan pada wanita yang dicintainya itu. Lima tahun sudah Tarno merantau ke negeri orang untuk mencari uang demi merenovasi rumahnya. Susanti selalu mengeluh, rumahnya harus segera direnovasi karena setiap kali hujan atapnya
Tarno berjalan dengan pelan menuju ruang tamu. Tangannya tak henti mengusap kasar wajahnya yang tidak gatal. Bentuk rasa frustrasi yang tidak bisa terlampiaskan. Tubuhnya dia hempaskan begitu saja di sofa ruang tamu.Kini dia tidak bisa lagi merasa bangga karena telah berhasil merenovasi rumahnya setelah berjuang di negeri orang selama lima tahun. Yang tersisa adalah penyesalan. Hal yang sangat dia takutkan sejak pertama dia meninggalkan rumah akhirnya terjadi juga.Tarno tidak menyangka, orang yang sangat dia percaya untuk menjaga istrinya justru berbalik menghianatinya. Joko, sahabat karibnya. Yang diyakininya akan menjaga istrinya dengan baik selama dia disini. Tarno berpikir, Joko akan menjaga Susanti selayaknya saudara sendiri.Pintu kamar terdengar membuka diiringi langkah kaki yang mendekat. Joko dan Susanti berjalan beriringan dengan kepala menunduk. Keduanya sudah duduk di depan Tarno sekarang. Masih denga
“Itu apa? Apa kamu juga berbohong soal kehamilanmu, seperti kamu membohongiku?” cecar Tarno. “Tidak. Aku tidak bohong. Aku memang hamil. Aku bahkan baru tahu soal kehamilanku tadi pagi. Jadi aku belum memeriksakannya ke bidan. Apa perlu kutunjukkan buktinya?” Susanti berdiri hendak mengambil hasil test pack yang digunakannya tadi pagi. “Duduklah. Aku percaya padamu,” tolak Tarno. Tarno sudah tidak peduli lagi, apakah kehamilan Susanti adalah memang benar terjadi atau hanya kebohongannya saja. Toh, hal itu tidak akan mengubah pikirannya untuk menceraikan istrinya sekarang. Keputusannya semakin mantap sekarang. Percuma mempertahankan hubungan ini sekarang. Merasa pembicaraan kali ini sudah cukup, Tarno segera menyuruh Joko untuk pergi. “Sampai kapan kamu akan tetap di sini? Pembicaraan kita sudah selesai. Aku harap kamu benar-benar memenuhi perkataanmu dan bertan
Dug.Terdengar suara benda terjatuh. Tarno dan Susanti segera menoleh ke tempat suara berasal. Melupakan pertengkaran yang sedang berlangsung. Rupanya Dinda tersandung saat menyusul Tarno masuk ke rumah.Gadis kecil itu meringis dan mengelus lututnya yang menatap lantai rumahnya. Tarno segera mendekatinya dan melihat kondisi putri kecilnya. “Dinda, apa yang terjadi?”“Tadi kesandung tali sepatu ini, Yah.” Dinda menunjukkan tali sepatunya yang terlepas.Tarno segera membenarkan ikatan tali sepatu Dinda yang terlepas. Lelaki berkulit sawo matang itu merasa bersyukur, Dinda datang pada saat yang tepat.Tarno tidak bisa membayangkan jika Dinda tidak datang tadi. Tangannya pasti sudah melayang ke wajah Susanti.Tarno membantu Dinda berdiri dan menggandeng tangannya. Mengajaknya berjalan menuju mobil.“Ayah kenapa masuk lagi tadi?” tanya Dinda penasaran.“Ayah pikir dompetnya ketinggalan di k
Tarno segera membopong emaknya ke kamarnya sesuai instruksi adiknya. Ratih mengikuti dengan cemas di belakangnya. Sesampainya di kamar, ia membaringkan emaknya di tempat tidur. Dipan dari kayu yang tampak rapuh kayunya dengan cat putih yang mengelupas pada beberapa bagian. Kasur kapuk tipis itu ditutupi seprei yang warnanya mulai pudar dengan beberapa bantal yang ditumpuk di ujung kasur.Ratih segera mengambil inhaler yang tersimpan di atas lemari. Lalu memasangkan di mulut Emak yang langsung dihisap dengan kuat. Wanita yang telah melahirkan Tarno dan Ratih itu mulai tenang. Nafasnya mulai teratur dan keringat di pelipisnya sudah menghilang.Ratih sibuk mengoleskan kayu putih di perut dan dada emak. Sementara Tarno masih kebingungan dengan apa yang terjadi barusan. Baru kali ini ia melihat emaknya seperti itu. Seribu tanda tanya berputar di benaknya. Ia dengan sabar menunggu Ratih yang dengan telaten menyelimuti emak yang sedang menenangkan diri. Dio dan Dinda menginti
“Apa maksudmu Ratih, sejak kapan aku menyuruh Susanti untuk tidak memberikan uang pada Emak?” tanya Tarno. Dadanya bergemuruh menahan marah. Berani-beraninya Susanti membohonginya dan Emak.Tarno memang rutin memberikan Emak uang tiap bulannya selama dia berkerja di luar negeri. Setiap bulan setelah mengirim uangnya tak lupa ia selalu berpesan pada istrinya untuk mengirim uang pada emaknya. Pun setiap Tarno bertanya apakah emak sudah diberi uang, Susanti selalu menjawab sudah. Karena itu Tarno sangat kaget saat mendengar perkataan Ratih barusan.“Sudah dua tahun ini Mbak Susanti tidak pernah memberi uang bulanan lagi, Mas. Katanya kamu menyuruhnya untuk menabung jatah uang buat emak untuk sekolah Dila dan Dinda nanti. Persiapan masuk SD dan SMP katanya,”kata Ratih.“Apa? Jadi selama dua tahun ini Susanti tidak pernah memberikan uang kepada Emak? Kenapa kamu diam saja dan tidak bertanya padak
Tarno terbangun saat matahari sudah tinggi. Saat melihat ponselnya untuk mengecek waktu ternyata sudah pukul enam pagi. Dinda juga sudah tidak ada di sampingnya. Tarno segera keluar kamar dan berwudhu. Setelah Shalat subuh ia mencari putrinya yang ternyata sedang menonton televisi bersama Emak dan Ratih.Begitu melihat Tarno, Dinda langsung tersenyum lebar. “Ayah sudah bangun?” tanya Dinda dengan bersemangat.“Iya. Dinda sudah sarapan?” Tarno duduk di samping Ratih yang sedang makan keripik singkong.“Sudah. Nenek masak soto ayam loh. Enak banget,” jawab Dinda sambil mengacungkan jempolnya.“Makanlah. Emak masak soto ayam kesukaanmu,” kata Emak.“Iya, Mak.” Tarno berlalu ke dapur untuk makan. Meskipun dia tidak berselera untuk makan namun perutnya tidak bisa dibohongi dan butuh diisi sekarang juga.Melihat soto ayam buatan Emak, selera makannya langsung terbit. Segera diambilnya sep
Dila dan Dinda terdiam mendengar pertanyaan Susanti. Membuat Tarno semakin cemas. Suasana di ruang tamu berubah senyap karena semua diam. Hanya detak jam dinding yang terdengar sekarang.“Dila, kamu mau ikut Ayah atau Ibu?” tanya Susanti langsung.Dila tampak kebingungan mendapat pertanyaan Ibunya secara tiba-tiba. “Harus dijawab sekarang, Bu?”“Iya. Agar kami bisa mengurus perceraian secepatnya.”Dila bimbang. Ia sebenarnya masih kangen dengan ayahnya yang baru saja pulang dari luar negeri dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Namun ia juga tidak mau berpisah dengan ibunya yang sudah merawatnya dan menjaganya selama ayahnya pergi.“Ayo, cepat katakan pada kami sekarang juga. Kamu mau ikut dengan Ayah atau Ibu?” desak Susanti.Dila semakin kebingungan. Ditatapnya kedua orang tuanya bergantian. Ibu yang disayanginya dan ayah yang dikasihinya. Ia bimbang siapa yang harus dipilih. G