Makan malam yang sudah dipersiapkan Aisya untuk anaknya telah terhidang di atas meja. Sementara itu di ruangan lain, Fatima sibuk bertanya pada Joice darimana dia bisa mendapatkan uang untuk membeli tas barunya. Sasha yang tidak langsung ke rumah tapi malah pergi ke RS melihat kondisi Diva, kembali menelepon Emir, menyuruh dan ibunya nya agar makan malam duluan karena Sasha masih harus memastikan keadaan Diva baik-baik saja.
“Aku mengerti, akung...Tapi hanya karena kau datang, mereka telah melakukan banyak persiapan...itu tidak sopan.”“Apa yang terjadi?” tanya Aisya pada menantunya.“Dia harus pergi ke rumah sakit,” singkat Emir menjawab. “Ayo mulai. Ayo, Bu….” Emir mengajak ibu, ibu mertua nya makan malam duluan.***Suasana persiapan makan malam keluarga di rumah keluarga Erlangga juga tampak tidak terlalu menyenangkan. Sementara semua asisten rumah tangga mempersiapkan makanan. Tampak mereka sedikit ragu bahwa acara yang sudah direncanakan malam itu akan berakhir dengan tidak menyenangkan. Marini sebagai kepala pelayan merasakan hal yang sama. Hal ini disebabkan karena dia tahu bahwa Feyza masih belum memaafkan Aldi karena kemalangan yang menimpanya. Kehilangan seorang anak yang begitu dia cintai.Nisa menghampiri Feyza di kamarnya, dia berusaha memastikan kalau mental Feyza dalam keadaan stabil saat bertemu dengan Aldi.“Ada apa? apakah ini semua untuk Aldi?” tanya Feyza pada Nisa“Jangan konyol Feyza, dari mana kau pemikiran seperti itu? aku hanya ingin persiapkan makan malam yang menyenangkan. Sekali lagi kau berpakaian hitam. Ayo pergi….” ajak Nisa. Feyza terlihat masih malas-malasan.“Bisakah aku tidak ikut makan malamnya? Aku benar-benar tidak ingin makan apapun.” Feyza beralasan.“Feyza, kita sudah membicarakannya. Kau tahu berapa banyak usaha yang aku habiskan untuk mengatur malam ini.”“Aku akan melakukan semua yang kau katakan,” gumam Feyza.“Baik. Tenang dan coba biasa saja…” Nisa menggandeng Feyza menuju ruang makan.***Setiba di RS, Sasha langsung memeriksa keadaan Diva. Setelah yakin keadaan anak itu mulai stabil. Diva bersiap pulang setelah sebelumnya menyuruh Alvin tetap memantau perkembangannya.“Alvin, periksa dia setiap dua jam. Jika tidak ada perbaikan, menggandakan dosis ribavirin,” perintah Sasha sebelum pergi.Saat berjalan di koridor RS dia bertemu dengan Dea dan Kevin. Dea sedang membujuk Kevin agar mau diperiksa oleh perawat.“Bu, tolong bantu.” Kevin merengek karena takut disuntik.“Tapi kamu harus membantu ibu juga, biar kamu menjadi lebih baik dan sehat. Ayolah!”“Bu, aku tidak ingin mereka melakukannya.” Kevin tetap menolak untuk diambil darahnya.Sasha langsung menghampiri Kevin dan Dea dan menyapa mereka, “Halo, apa yang terjadi di sini? Namaku Sasha, siapa namamu?”“Namanya Kevin,” sahut Dea.“Hey Kevin, bagus sekali namanya. Kevin, apakah kamu sedikit takut?” Dengan lembut Sasha bertanya pada Kevin.“Ya, aku tidak ingin mereka melakukannya.” Kevin menjawab sambil menunduk.“Tentu saja, kau benar. Jika aku jadi kamu, aku juga tidak menginginkan itu. Tapi coba dengar ceritaku, di tubuhmu ini sedang diserang makhluk kecil jelek yang bernama kuman. Aku tahu tentang mereka. Entah bagaimana mereka menemukan jalan dan memasuki tubuhmu.”“Tidak!” Kevin masih menggeleng.“Kau tidak perlu takut. Kami tahu cara mengusir mereka dengan sangat baik. Kami akan memberimu sedikit obat dan mereka akan lari. Tapi untuk memberimu obat yang tepat kita harus mengerti tipe apa kuman mereka. Jika tidak...akan seperti ini.” Kevin mulai terlihat antusias mendengarkan cerita Sasha. “Kau akan minum obat dan kuman akan berkata "Obatnya sudah sampai!" dan mereka akan ketakutan. Tapi kemudian mereka akan sadar itu obat yang salah, jadi mereka akan terus menari sambil berkata "Itu tidak sakit!".“Betulkah?” Mata bulat Kevin terlihat lucu saat terbelalak.“Iya. Saat temanmu bermain, kau akan menyaksikan dari jauh.” Dengan memasang wajah cemberut Sasha berhasil membuat Kevin mau diambil darahnya.“Ini hal yang sangat kecil, aku jamin. Itu jarum kecil,” lanjut Sasha. “Kemarilah, duduk di pangkuanku.” Sasha duduk dan Kevin langsung duduk di pangkuan Sasha. Dia terus diajak bicara oleh Sasha untuk mengalihkan perhatian Kevin saat perawat bersiap mengambil darah dari tangan Kevin. “Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Kevin. Sekarang peluk aku. Dengar, ada kartun di mana ada si baik hati dan jahat. Apa namanya? aku tidak dapat menemukan jawabannya sampai tidak bisa tidur.” Karena berfikir Kevin sampai tidak sadar bahwa perawat sudah selesai mengambil darah nya. “Nah kan, ini sudah berakhir sebelum kau bisa menjawab aku,” cetus Sasha.“Apakah sudah selesai?” tanya Kevin.“Ya, selesai…” Sasha membelai rambut Kevin.“Itu tidak sakit sama sekali.” Kevin tertawa senang.Dea ikut tersenyum senang lalu berdiri dari kursinya dan mengucapkan terima kasih pada Sasha.Dea memang dari sebelum pergi mengantar Kevin sudah merasa tidak enak badan hanya saja dia memaksakan diri untuk memeriksakan anak kesayangan.Malam itu tubuh Dea sudah tidak bisa menahan lagi. Dea ambruk pingsan setelah bersalaman dengan Sasha. Kevin langsung berteriak memanggil ibunya. Dan Sasha pun segera meminta perawat membawa tubuh Dea ke tempat pemeriksaan agar bisa segera diperiksa oleh dokter ahli dalam.Sebelum kembali ke rumahnya tak lupa Nisa juga mampir ke tempat Aldi Erlangga. Dia mencoba meyakinkan Aldi untuk tidak mundur dengan usahanya menjalin lagi kedekatan bersama Feyza dan Ayahnya.“Pak Aldi, aku tidak bisa menyelesaikan ini tanpa bantuan Anda,” tutur Feyza.“Lihat, kamu bersikeras dan aku datang ke makan malam itu. Apakah ada yang berubah?,” Nada suara Aldi sedikit putus asa.“Tetapi Anda tidak boleh menyerah begitu saja. Dengar, kita rayakan ulang tahunmu. Ini adalah kesempatan besar untuk keluarga berkumpul. Anda dapat berbicara dengan Feyza di sana.” Nisa memberi usul agar Aldi mau merayakan ultahnya yang hanya beberapa bulan lagi.“Merayakan ulang tahun dan konfrontasi. Dua kata yang tak berarti dalam hidupku,” sanggah Aldi.“Mungkin Anda harus menghadapi diri sendiri terlebih dahulu.”“Maaf tapi aku tidak butuh terapi. Jika aku membutuhkannya, aku akan memberitahumu.”“Sebaiknya aku pergi….” Nisa beranjak dari sofa mewah di kediaman Aldi. “Teri
ruDea baru saja selesai mempersiapkan makanan untuk anaknya. Buah potong yang diberi susu adalah cemilan favorit Kevin disela-sela waktu makan dia.Kevin merasa keheranan karena beberapa minggu ini ibunya selalu berada di rumah. Dia langsung bertanya. “Apakah kau tidak akan bekerja lagi, Bu?”“Tidak, ibu tidak kerja lagi sayang,” jawab Dea.“Hore! Kita selalu akan bersama terus,” teriak Kevin kegirangan.” Dea tersenyum sambil membelai rambut anaknya. Kevin meneruskan makan cemilan buahnya dengan sangat lahap. Dea kemudian dia berdiri mengambil ponselnya. Diam sejenak karena ragu dengan apa yang akan dia kerjakan. Dia pandangi lagi kontak yang akan dia hubungi. “Baba” seketika air mata menetes di wajahnya yang pucat. Akankah ayahnya mau bicara dengannya? Bagaimana jika Baba masih marah padanya? Tanpa berfikir lagi Dea langsung menghubungi Baba.Terdengar suara seorang laki-laki tua, suara yang begitu Dea kenal. Karena laki-laki itu teramat dia cintai dan dia hormati.
Sasha masuk ke dalam rumah. Selang beberapa menit Emir juga menyusul masuk ke dalam rumah. Raut wajah Emir sudah tidak bagus. Sasha tetap menyambut Emir dengan suka cita.“Selamat datang sayang. Bagaimana malammu? kau mabuk ya? tahan, biarkan aku membuatkanmu kopi dan menyadarkanmu,” sahut Sasha“Siapa pria yang mengantarmu pulang?” pertanyaan dengan nada suara yang tinggi Emir langsung to the poin.“Aku sudah memberitahumu tentang dia. Dia adalah teman dari orang yang jatuh sakit di Italia. Jika kau sudah melihat kami tadi diluar kenapa kamu tidak menyapa?” Sasha balik bertanya sambil mengernyitkan dahinya.“Mengapa aku harus datang dan menyapa?” Emir mengelak “Apa yang dilakukan teman pria itu saat makan malam?”“Dia adalah temannya, dia mengundangnya juga. Haruskah aku bertanya mengapa dia mengundangnya?” Sasha merasa Emir terlalu memojokkan dia.“Iya!” cetus Emir.“Kamu serius?” mata Sasha yang bulat kini terbelalak seakan tidak mengenal pria yang kini berdi
Dor…Terdengar suara letusan senjata dari dalam gedung hotel. Tak berapa lama kemudian mobil polisi dan ambulans berdatangan. Kevin yang sempat ketiduran di dalam mobil Aldi terbangun dan mulai keluar mencari ibunya.“Ibu? Ibu … “ Kevin memanggil manggil Dea.Ibrahim yang berdiri tak jauh dari sana. Langsung menggendong Kevin dan kembali masuk ke dalam mobil.“Ayo ayo.” Ibrahim menenangkan Kevin.“Biarkan aku pergi! Aku ingin bersama ibuku!” Teriak Kevin“Tidak, ayo, ayo pergi.” Bujuk Ibrahim pada Kevin.“Ibuku sedang bermain game di dalam,” rengek Kevin.“Mari sini… Setahuku kau suka mobil, lihat ini mobilku,” Ibrahim berusaha mengalihkan perhatian Kevin yang terus-menerus menanyakan ibunya.“Apakah ini milikmu?” Kevin mulai tertarik pada mobil Aldi.“Ya, ini mobil ku. Ayolah mari kita pergi melihatnya.” Ibrahim menahan Kevin agar tidak mengetahui tubuh ibunya sedang dibawa ke ambulans.“Ibuku menyuruhku untuk tinggal di mobil ini,” ujar Kevin.“
Hasan masih kebingungan kenapa dia bisa dipanggil ke kantor polisi. Kali ini dia dipanggil masuk untuk berbicara langsung dengan kepala polisi.“Silahkan duduk pak, saya Kompol Irawan. Apakah benar anda ayah dari Dealina Yilmaz?“Ya, petugas.” Jawab Hasan. “Apa yang terjadi? katakan saja.” Hasan balik bertanya.“Sayangnya, saya punya kabar buruk. Putri anda telah meninggal dunia. Saya sangat minta maaf. Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi ... saya ingin anda mengidentifikasi foto-foto ini. Apakah ini anak perempuanmu?” Kepala polisi memberikan foto Dea pada Hasan dengan posisi yang masih sama saat dia menembak dadanya sendiri. “Tubuhnya ada di rumah sakit untuk otopsi. Besok dia bisa dibawa olehmu,” lanjut kepala polisi. “Ngomong-ngomong, ada seorang anak. Cucumu. Anda juga perlu merawatnya. Saya akan membuat laporan resmi. Dan kemudian saya akan membawa anak itu kepada anda.”Lamunan Hasan kembali ke saat dia mengusir Dea dan Kevin dari rumahnya. Bibirnya bergetar, hati
Setibanya Sasha di rumah Hasan, Kevin yang kebetulan sudah tertidur lelap digendong oleh Emir yang membawanya ke dalam mengikuti langkah Hasan. Hanum, istri Hasan langsung mempersiapkan sofa depan untuk tidur Kevin. Dengan perlahan Emir merebahkan Kevin diatas sofa itu. Setelah yakin Kevin sudah nyaman di rumah Hasan. Sasha langsung berpamitan untuk pulang.“Sekali lagi, saya sangat menyesal atas kehilangan anda. Biarkan saya memberikan kartu nama saya. Jika anda butuh sesuatu, atau jika ada sesuatu yang anda pikirkan, silakan hubungi saya.” Sasha memberikan kartu namanya pada Hasan.“Terima kasih,” ucap Hasan.Sesampainya di rumah, Sasha dan Emir langsung mandi dan duduk bersantai sejenak di ruang keluarga. Tiba-tiba Aisya yang rumahnya memang bersebelahan dengan rumah mereka datang melihat keadaan Emir dan Sasha.“Wow. Wanita itu meninggal, kan? Dan semua ini terjadi di depan matamu?” kepo Aisya mulai kumat.“Bu, kami mengalami waktu yang sangat buruk malam ini. Dan
Bangun tidur Kevin terlihat masih mencari ibunya. Dia hanya diam saja tanpa melakukan apapun. Hanum mengajak Rio, cucunya yang lain duduk di dekat mereka. Hanum berharap Kevin mau berteman dengannya jadi tidak terlalu memikirkan ibunya.“Oke, sekarang Kevin juga akan sarapan bersama kita.Nenek telah menyiapkan meja. Ayo makan. Dengar, nenek akan mengoleskan coklat pada roti. Kau akan memakannya dan menjadi orang yang besar dan kuat. Lihat, ini sangat enak.”“Aku tidak mau makan. Kapan ibuku datang?” Kevin malah berteriak pada Hanum.***Langkah Hasan gontai menyusuri lorong RS. Menuju kamar mayat. Sampai di ruangan seorang petugas menghampirinya.“Apa ada yang bisa saya bantu Pak?” tanya petugasBagaimana saya bisa membantu Anda, Pak?”“Saya harus mengambil tubuh. Saya ayah Dea Yılmaz.”“Bolehkah saya melihat beberapa ID?” tanya petugas. Hasan segera memberikan KTP dan SIM
Sore-sore Feyza terlihat sangat bersemangat untuk berjalan-jalan keluar. Nisa sudah berusaha mencegahnya. Akan tetapi Feyza tetap saja memaksa untuk keluar. “Nisa, cukup. Tinggalkan aku sendiri!” “Feyza, bisakah kamu tenang? Kemana kamu pergi?” tanya Nisa. “Aku hanya ingin keluar untuk jalan-jalan. Aku bosan berada di rumah!” Tn Farouk yang mendengar keributan langsung menghampiri mereka dan coba menasihati Nisa. “Banyak hal-hal yang rumit sekarang,” ujar Tn Farouk. “Aku tidak peduli jika itu rumit! Aku tidak akan terjebak di dalam rumah karena Aldi. Aku harus pergi ke salon rambut. Tidak bisakah kamu melihat keadaanku?” “Feyza, jangan berani-berani mengulang omong kosong semalam.” Suara Tn Farouk masih tenang. “Kita sudah memiliki cukup banyak masalah untuk ditangani!” “Jangan khawatir, Ayah. Tidak peduli apa yang aku lakukan, itu tidak akan sebanding dengan apa yang dilakukan Aldi.” “Feyza!” sel