"Aku akan membunuhmu!" Laura terdiam ketika mendengar suara Stefen yang sudah berada di hadapannya. Apa yang membuatnya marah sampai ia bisa membuatnya ingin membunuh dirinya? "Apa yang telah kulakukan?" tanya Laura penasaran. "Kau yang melakukan semua ini, bukan?" Stefen mengarahkan pedang ke hadapan wajahnya. "Tunjukkan dirimu! Beraninya kau memberontak dalam pernikahan Kaisar, kau pasti penyihir tingkat atas! Aku tidak akan membiarkan kau kabur dari sini!" ancam Stefen. Laura langsung terdiam tanpa berkutik, apa yang barusan di dengarnya? Entah kenapa nafasnya tiba-tiba menjadi sesak. Ia merasa sangat marah karena dituduh sebagai pemberontak meskipun pada awalnya ia memang akan merusak pernikahan Stefen dan Astra. Namun siapa yang menyangka jika ada seseorang yang telah mengacaukan pernikahan itu sebelum dirinya. "Jika kubilang aku tidak melakukannya, apa kau akan percaya?" Stefen semakin mengarahkan pedangnya. "Kau sangat mencurigakan! Tentu saja aku sangat yakin
Stefen mengeluarkan air mata kecewa setelah menyadari semuanya. Ia teringat momen saat pertama kali bertemu Laura yang tak bisa bicara setelah 5 tahun mencarinya, Laura yang bersikap dingin dan terus menolaknya, Laura yang selama ini dilecehkannya, sosok Red yang selalu mengingatkannya pada Estel dari wajah ternyata wanita yang ia cintai, sifat dan kebiasaannya itu menyadarkannya. Mengapa dia tidak sadar sejak awal bahwa Red adalah Laura? Rasa sakit hati bercampur dengan rasa sakit serangan yang dibuat Lauranya, nama yang selalu ingin dikatakan stefen itu ternyata selama ini selalu berada di sampingnya. Saking sakit dan menderitanya, Stefen mencoba memanggilnya dengan parau. "La-u-ra ka-kau ma-sih hi-dup? Syu-kur-lah!" Baron kembali menuju Stefen dan mencoba untuk membawanya agar mendapatkan perawatan.Para tertua dan kirim akhirnya menemukan Baron dan stefen. Mereka langsung berlari mendekati Stefen yang terluka parah. Para tertua juga melihat wanita yang di kenalnya itu memilik
"Kenapa, kenapa aku diperlakukan seperti ini?” tanya seorang wanita dalam hati. Ia merasa aneh kali ini karena diperlakukan sangat berbeda, tidak ada cambukan, tidak ada perintah menjadi pelayan, justru dirinya diurus seperti seorang putri. Bukankah dirinya ini tidak berharga? Karena dia hanya seorang budak. Beberapa Jam kemudian, persiapan wanita itu selesai. Dia telah didandani dengan cantik, memakai gaun berwarna biru yang indah senada dengan rambutnya. Lalu, para pelayan membawanya pergi menuju istana kekaisaran, hingga sampai di depan pintu kaisar. "Yang Mulia, dia sudah datang," ujar pengawal yang berdiri di depan pintu kaisar. "Bawa dia masuk!" teriak kaisar. Pengawal langsung membukakan pintu kamar kaisar mempersilahkan wanita itu untuk segera masuk. Pria tinggi yang disebut kaisar itu sedang menatap luar dari jendela kamarnya, rambut berwarna hitam sedikit panjang, alisnya terlihat sangat lentik dan tebal. Lalu matanya berwarna coklat yang memikat, siapa pun yang melihat
Sehari sebelum pertemuan mereka kembali. Dalam aula pertemuan rapat kerajaan, antara para penasihat dan para tetua serta para bangsawan terkemuka yang selalu diadakan setiap awal bulan.“Yang mulia, Kapan Anda akan menikah?” tanya seorang tetua. Pertanyaan ini sudah yang keempat kalinya.“Menurutku, aku masih terlalu muda, apa hari ini hanya membahas hal ini lagi?!” tanya Stefen kesal. Semuanya menundukkan kepalanya setelah mendapatkan tatapan tajam Stefen, terkecuali duke dari Nest.“Tentu saja, Anda tidak akan perlu memikirkan pernikahan, Anda bisa memiliki para wanita dengan mudah dan aku selalu mencari para wanita elit untuk menghiburmu,” ujar duke tua dengan senyum licik. Bagi Stefen, duke dari Nest selalu berusaha mengambil hatinya dengan mendatangkan wanita untuk melayaninya.“Meskipun kau telah berusaha, aku tidak pernah tertarik dengan wanita yang kau pilih, mereka hanya alat pemuas nafsu sesaat.”Meskipun beberapa kali aku pernah bermalam dengan beberapa wanita yang dikirim
Meskipun wanita dihadapannya ini bisu. Stefen tidak merasa jijik, justru ia memasang wajah senang berharap si wanita itu adalah seseorang yang sangat dia rindukan.'Jangan melihatku seperti itu!' tiba-tiba Laura teringat kembali perkataan dan wajah Stefen di masa lalu. Laura menolehkan kepalanya ke arah lain."Kenapa kau menolehkan kepalamu?" tanya Stefen sembari menarik kembali dagu Laura untuk menatapnya kembali.Bukannya kamu membenci tatapanku seperti ini? Kenapa kamu sekarang seperti ini? gerutu Laura dalam hati."Pasti sulit sekali mendapatkan orang seperti ini," gumam Stefen."Hah?" Laura bingung dengan perkataan Stefen. Sikap Stefen yang seperti ini tidak pernah terlihat di masa lalu. Stefen yang selalu tegas dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Mengapa dia bisa selembut ini sekarang?"Usaha si duke benar-benar patut dipuji," terang Stefen.Stefen merasa bahagia jika wanita yang ada di depannya memang benar-benar Laura. Bahkan ia mencoba mengelus kedua tangan dan kakinya y
15 tahun yang lalu saat penduduk Sinoi dibantai habis, hanya Stefen dan Laura yang masih hidup. Keduanya mulai hidup bersama setelah itu."Kau tidak dibunuh dan berhasil kabur?" tanya Stefen."Aku sedang dalam perjalanan jauh dari kota bersama kakakku, tapi mereka ...." jawaban Laura dimengerti oleh Stefen."Ah. Kalau begitu penduduk Sinoi sekarang hanya tinggal kau dan aku. Kau adalah penduduk asli, pasti bisa menggunakan sihir," ujar Stefen. Tapi Laura menjawab dengan gelengan kepala."Hah? Yang benar saja? Kau tidak pernah menggunakan sihir?" bingung Stefen. Namun dibalas anggukan Laura."Meskipun aku penduduk asli, keluargaku belum pernah mengajarkan sihir padaku, namun mereka melakukan sesuatu pada tubuhku," terang Laura.Stefen mengerti, itu sebabnya Laura berhasil kabur. Bau tubuh khas penduduk Sinoi tidak tercium dalam tubuh Laura, sehingga para tentara itu tidak menemukannya.***Peperangan telah usai, Stefen dan Laura yang masih berusia 10 tahun itu mengunjungi desa kembali
"Anda ingin menyewa kami untuk melakukan pekerjaan macam apa?" tanya Stefen. Kali ini Stefen mendapatkan klien dari putri bangsawan istana kekaisaran. di sampingnya ada Laura yang menemaninya sebagai asisten.Mata putri itu menatap Laura."Dia seorang pria, kan? tapi wajahnya sangat cantik," ucap putri sembari menunjuk pada Laura, membuat Laura mematung karena baru kali ini dia disebut cantik.Benarkah? Aku cantik?"Bagaimana kalau kau jual dia padaku? Di kalangan bangsawan, ada sebuah tren dengan memiliki seorang babu untuk dipukuli," terang putri semakin membuat Stefen dan Laura tak mengerti."Jual dia padaku! Akan kubeli dia dengan harga yang bagus," senyum putri. Stefen yang mendengarnya langsung geram."Pemimpin macam apa yang menjual anggotanya sendiri?""Berhentilah sok suci. Di zaman sekarang, memangnya masih ada yang namanya loyalitas? yah, aku toh tidak berharap bisa membawanya pulang denganku hari ini juga," terang sang putri sembari berdiri sebelum meninggalkan tempat."Ka
"Seharusnya aku melakukannya sejak awal. Aku sendiri tidak paham kenapa aku membiarkan orang menyusahkan macam dirimu berkeliaran di sekitarku," ujar Stefen membuat Laura terpukul."Kamu bercanda, kan, Stefen? Tidak mungkin kamu mengatakan hal seperti itu," ucap Laura lirih. Apa yang membuat Stefen berubah? Dia masih marah karena sebuah ciuman? Apa itu layak dibandingkan dengan menjual dirinya?Stefen membalikkan badannya. "Marquis Hauren akan mengirimkan kereta untuk menjemputmu siang ini. Jangan banyak protes dan cepatlah pergi!"Laura terbelalak masih tidak percaya. Dia berlari dan menahan lengan Stefen sebelum hendak pergi."Stefen, kamu bilang aku saudaramu! Bisa-bisanya kamu melakukan semua ini tanpa memberitahukanku alasannya?!" geram Laura."Tidak ada saudara yang bisa berciuman!"Deg. Kenapa kamu tega berkata begitu? batin Laura.Bruk.Perkataan itu membuat Laura terhenti dan terjatuh ke lantai. Stefen langsung meninggalkannya."Stefen! Kau ... dasar keparat! Penipu! Bajing