Yejun baru saja pulang dan Arumi masih berdiri tercengang di depan rumah mengingat kejadian beberapa menit lalu. Ia menepuk-nepuk lembut kedua pipinya yang terasa panas sambil menyunggingkan senyum tipis. Sepertinya kedua pipinya yang cubby itu sudah memerah sejak tadi.
"Yejun nyadar pipi gue merah, gak ya? Duh, malu banget gue!" batin Arumi, menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Marmut! Ngapain nutup mata malam-malam di depan rumah? Main petak umpet? Sama siapa?" berondong Ali, yang baru saja masuk pekarangan rumah.
"Iih, Mas Ali suka banget sih manggil Arumi Marmut?! Arumi nggak suka!"
Arumi mengerutkan keningnya dan menatap sok tajam pada Ali. Lebih tepatnya, ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dari serbuan pertanyaan kakaknya barusan.
"Udah terima aja! Itu panggilan sayang dari Mas Ali," goda Ali mengedipkan satu matanya.
"Apaan? Nggak ma
Sejak beberapa hari lalu, Arumi sudah berencana akan pergi ke toko buku untuk mencari beberapa materi penunjang tugas. Kini gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki sebuah Mall besar yang ada di Jakarta seorang diri. Beberapa menit lalu, Arumi menumpang pada kakaknya Ali sampai di depan Mall, lantas Ali langsung pergi lagi karena hari ini ada rapat di organisasinya.Tak memakan waktu lama, Arumi sudah masuk ke dalam spot yang dipenuhi dengan buku tertata rapi di rak-rak dan meja. Arumi berjalan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tugas yang sedang dikerjakannya, matanya menangkap buku novel yang sangat ingin dibelinya, lantas ia berhenti di meja itu lebih dulu.Tangan Arumi terulur berusaha mengambil novel itu, namun tiba-tiba saja tangan seseorang berhasil mendahuluinya. Membuat Arumi refleks menatap ke wajah pemilik tangan."Eh, sorry. Lo mau beli ini?" tanya orang itu."Iy
2021, in AmerikaSeorang pria keluar dari lift lantai 7 sebuah hotel, ia berjalan santai melewati satu persatu pintu hotel yang ada di sana, sampai ia akhirnya berhenti di depan sebuah pintu bernomor 709, ia mengeluarkan sebuah kartu dari jasnya, orang itu menggunakannya membuka pintu.Pintu terbuka, pria itu masuk ke sana, berjalan menuju sebuah ruangan di dalam sana, ia mengetuk pintu."Masuk!"Samar-samar terdengar perintah dari dalam, pria itu membuka pintu, ia berdiri di hadapan seorang pria paruh baya dan menunduk memberi salam."Selamat malam, CEO Daehyun!" sapa pria itu."Ini hasil pengintaian kami selama seminggu terakhir."Pria itu menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat kepada pria yang ia sebut sebagai direktur."Bagus! Pembayaran segera ditransfer, kembalilah!" sahut direktur itu.
Cuaca siang ini sangat panas seakan mampu membakar habis lapisan bumi. Begitu juga mungkin gambaran hati seorang pria yang baru saja keluar dari pintu kedatangan penumpang pesawat asal Korea Selatan. Wajahnya tampan sebagaimana pria muda Korea yang saat ini sangat digandrungi.Pria itu bertubuh jangkung, berkulit putih pucat, memakai kaos putih, luaran kemeja hitam dan jeans warna coklat, lengkap dengan kacamata berwarna senada dengan celananya dan tas kecil yang ia kenakan. Di sisinya terdapat sebuah koper berukuran jumbo yang ia seret dengan santai sembari berjalan keluar bandara.Pria itu berhenti sejenak, melepas kacamata yang ia kenakan. Pandangannya menyapu area bandara dengan tatapan nanar."Gue benar-benar balik!" batin pria itu tak suka.Ia menghela berat, mencoba menerima situasinya saat ini."Den Yejun?!"Seseorang mengagetkan pria itu, matanya menatap
Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan me
Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.Maura dan teman-teman gengnya baru
Masih ada sekitar 10 menit sebelum jam istirahat selesai. Ruang kelas sudah kembali ramai dengan siswa-siswa yang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Meskipun sepertinya beberapa masih ada yang stay di kantin karena keasyikan makan dan mengobrol. Salah satunya Bastian yang sudah ditinggal ke kelas oleh Yejun. Yejun kini sudah berjalan di koridor kelasnya, beberapa langkah lagi ia akan segera memasuki pintu kelas di depannya. Sikap dingin dan cueknya membuat Yejun tidak peka dengan keadaan sekitarnya, ia dengan santainya berjalan masuk ke dalam kelas. Bugh. Seseorang menabrak tubuh Yejun begitu keras, membuat orang yang menabraknya itu sedikit terpental dan hampir saja terdorong jatuh ke lantai. Bagaimana tidak, orang yang bertubrukan dengannya adalah seorang perempuan, sehingga Yejun jelas menang dalam hal ketahanan. Untung saja, Yejun refleks menarik tangannya dan membawanya ke dalam dekapannya.
Dua orang siswa mengangkat tangannya secara bersamaan setelah seorang guru menyebutkan sebuah nomor. Keduanya lantas saling memandang satu sama lain, kaget dengan kebetulan yang cukup mengerikan bagi mereka. Mereka sudah cukup memanas hanya dengan saling berpapasan saja, apa kabar jika harus mengerjakan tugas bersama-sama?"Pak, saya boleh ganti pasangan gak?" protes Arumi langsung.Yejun yang mendengar itu lantas menyeringai dan menatap Arumi sinis."Tidak bisa Arumi. Salah satu poin penilaian tugas ini adalah kalian harus bisa bekerja sama dengan siapa saja, makanya bapak meminta kalian memilih nomor acak," jelas Pak Irfan.Arumi hanya bisa mengangguk lemas. Mungkin mata pelajaran inilah yang akan menjadi mata pelajaran pertama dalam hidupnya yang akan tidak lulus. Sungguh, Arumi berharap hal itu tidak akan terjadi karena akan mengancam beasiswanya sebagai siswa berprestasi.Bisa-bisa, i
Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya."Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra."Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegu