"Aku nggak ngerti cara berpikir kamu, Bhar. Dari mana kamu bisa dapat uang sebanyak itu?"
Bhara melirik ke kanan dan kiri di sepanjang lokasi yang disebut oleh Alisa melalui panggilan tadi. Orang yang dia cari masih belum dia temukan. Karena telah menjelang pukul 9 malam, satu per satu kios maupun toko di sepanjang jalan pun mulai bertutupan, kebanyakan lampu utama telah padam, hanya lampu jalan di beberapa titik saja yang masih menyala.
"Eh ... liat, deh ...""Apaan?"
Berulang kali Bhara bertanya, tak kunjung ada tanggapan dari Maya. Gadis itu masih merengut sambil menyusun pakaiannya yang baru disetrika ke dalam lemari."Sayang ... kamu masih marah soal yang kemarin? Hm? Aku tau aku salah, tapi udahan dong marahnya ..." bujuk Bhara sambil mengekor tiap langkah Maya. Mulut Maya masih diam membisu. "May ... aku lagi ngomong, loh." Suara Bhara berubah lebih tegas. "Aku kan udah bilang, aku nggak bisa mengabaikan Alisa kayak gitu aja. Dia lagi kena musibah, May. Aku ini bosnya, atasannya, udah tugas aku memastikan dia baik-baik aja."Maya masih diam seribu bahasa. Bhara nekat mendekapnya dari belakang lalu memberinya satu ciuman di pipi, Maya langsung menghindar, lantas melempar lirikan tajam.
Rapat baru saja berakhir menjelang jam makan siang. Seperti hari-hari biasa, Damar dan beberapa rekan kerjanya naik ke atas rooftop gedung kantor untuk merokok sambil mengopi, menikmati pemandangan dan embusan angin sepoi-sepoi.
Sebulan telah berlalu sejak mutasi Damar ke Bali meninggalkan Alisa yang tiap hari uring-uringan. Kata maaf pun rasanya tak cukup diucapkan Bhara, dia telah gagal memenuhi janjinya, walau sampai sekarang dia masih kerap berjanji akan membawa Damar kembali suatu hari nanti.Luna sendiri melanjutkan studi di rumah, dan tak lupa didampingi psikolog anak yang rutin mengecek kondisi psikisnya, tentu Bhara tak mau kejadian percobaan bunuh diri kembali terulang. Urusan asusila yang menjeratnya masih dalam tahap lanjutan, Bhara telah menugaskan anak-anak buahnya untuk mencari preman jalanan bernama Bimo. Untuk sesaat semua terasa tenang, setenang permukaan laut sebelum terjadi gelombang besar.***"Kamu cantik banget." Bha
"Aku nggak akan ikut sama Mama! Aku tetap tinggal sama Bhara!" tegas Maya enggan menurut perintah keluarganya.
"Ini bukan buat liburan, Maya ... kenapa kamu malah bawa banyak bikini kayak gitu?" gerutu Bhara sambil memandang heran Maya yang tengah sibuk menyusun pakaiannya ke dalam koper, dan memang rata-rata yang dia bawa adalah baju renang.
Bhug! Bhug!