“Apanya yang apa, Anin? Kamu tidak paham maksud, Ibu ya?”
Anin semakin tegang, ia memang tidak tahu maksud ucapan wanita yang sudah melahirkan Harris itu.
“Ibu sedang memujimu, Nak. Kamu tetap bisa merawat diri meskipun punya anak bayi,” jelas Nyonya Setya. Seketika Anin merasa lega, ia tadi mengira Ibu Harris menyindir dirinya yang dandan ternyata justru sebaliknya.
“Te –terima kasih untuk pujiannya Bu, aku hanya berusaha terlihat rapi, saja,” ucap Anin. Senyuman manis mengembang di bibirnya, ia tak menduga dandanan yang seadanya mendapat pujian dari Nyonya Besar itu.
Anin sungguh beruntung bisa bertemu dengan keluarga Adijaya. didikan keluarganya sungguh baik dan santun. Pantas saja Harris selalu baik padanya karena ibunya juga berbuat hal yang sama. Nyonya Setya lantas beralih menuju box bayi tempat Bhima tidur.
Nyonya Besar itu ingin
“Tuhan Maha Baik, dia menitipkan makhluk kecil ini pada aku dan istriku padahal kami belum menggelar perayaan,” kata Harris. “Atau mungkin tak perlu menggelar perayaan, begini saja sudah bahagia,” sambungnya. Wajah Harris tampak sinis pada lelaki yang ada di hadapannya.“Kita pulang yuk, Mas,” ajak Anin. Perempuan itu takut jika belama-lama di sana maka Harris akan bertengkar dengan pria bernama Ridwan.“Kami permisi dulu ya, istriku mengajak pulang. Kami mau makan malam dulu,” ujar Harris dengan menekankan kata istri. Lelaki itu tampak senang menggoda temannya.Usai mengatakan hal itu, Harris dan Anin lalu bergerak menuju lift. Anin menekan tombol di dinding , tak lama kemudian pintu terbuka dan mereka masuk ke dalamnya.“Kenapa kamu berkata begitu pada dia, Mas?” protes Anin.“Dia pantas diperlakukan begitu, saya
“Apa maksudmu? Kamu tidak boleh berbicara begitu, sayang,” ucap Harris menguatkan Anin. Karena ia tahu jika ucapan seorang ibu adalah doa. “Kita akan segera berkumpul bersama dengan Bhama. Secepatnya.”“Tetapi aku merasa harus melepaskannya, Mas.”“Nin ...”Harris tak percaya diri mendengar kata-kata itu terucap dari bibir tipis Anin. Perempuan yang selama ini mengharapkan berkumpul dengan anaknya tiba-tiba mengatakan hal tersebut.“Sayang, kita tidak boleh berputus asa begini.”“Aku tidak bisa melihat anakku terus tersiksa, Mas. Aku belajar untuk mengikhlaskan dia, aku tak mau mempersulit keadaan lagi,” kata Anin, ia terlihat pasrah. Harris membantu perempuan itu untuk duduk di kursi sementara mereka menunggu kabar selanjutnya tentang Bhama.Anin tak lagi menangis, ia hanya memandang kos
Harris segera membawa tubuh lunglai Anin menuju mobilnya, ia mendudukkan perempuan itu di kursi. Harris mencoba membangunkan Anin dengan menepuk pipinya namun sayang Anin tak juga bangun. Pria bergegas masuk ke dalam ruang kemudi, ia akan memeriksakan Anin ke klinik yang terletak jauh dari TPU.Lelaki muda itu membawa mobil dengan kecepatan penuh, tak heran jika ia sampai klinik dengan cepat. Ia membuka pintu mobil, mengeluarkan Anin dan membawanya ke dalam klinik.“Tolong ... suster ...” ujar Harris panik. Perawat yang ada klinik tersebut sigap dalam membantu Harris, ia menyuruh lelaki itu untuk menidurkan Anin di ranjang kemudian melakukan pemeriksaan.Harris mengerti jika ia harus menjauh ketika dokter memeriksa Anin. Ia menunggu di luar sembari berdoa untuk perempuan yang dicintainya itu. Tak lama kemudian dokter menemui, Harris buru-buru mendekat, ia ingin tahu kondisi Anin.“T
“Pasti Bu, Harris akan kabari Ibu secepatnya. Beri waktu untuk Harris cari tahu ya,” ujar pria itu sembari memeluk ibunya. Setelah ibunya menghilang dari pandangannya Harris berjalan menuju dalam rumahnya, ia mengunci pintu. Harris bergerak menuju kamar Bhima.“Hai sayang,” sapa Harris pada perempuan muda itu.“Ibu sudah pulang ya, Mas. Kamu antar sanpai bawah?” tanya Anin ketika Harris memasuki kamarnya.“Tidak, Ibu tidak mau diantar malah menyuruhku untuk menjaga kamu dan Bhima. Kamu masih pusing?”“Sudah tidak pusing lagi, aku baik-baik saja, Mas,” sahut Anin. Harris mengelus surai hitam milik Anin. Perempuan itu masih terkulai lemas di atas ranjangnya,“Kita makan dulu yuk, kamu mau makan apa?” tawar Harris seraya mengeluarkan ponselnya.“Aku belum lapar, Mas,” tolak Anin.
“Mau apa?” desak Anin. “Ini masih pagi ya, jangan berbuat yang aneh-aneh,” lanjut perempuan cantik itu seraya melepaskan tubuhnya dari kungkungan tangan Harris. “Aku mau mengucapkan terima kasih karena sudah menyiapkan semuanya dan sudah secantik ini,” jawab Harris. “Kan kemarin aku sudah berpesan, jangan berpikiran macam-macam, sayang,” goda Harris. Ia kemudian melepaskan pelukannya, membuat Anin bernafas dengan lega. “Aku mau ke makam Bhama, Mas,” kata Anin memberitahu rencananya. “Aku antar ya,” timpal Harris sebelum menyeruput teh buatan Anin. “Kamu ‘kan harus ke kantor, Mas. Aku bisa berangkat dan pulang sendiri, keadaanku sudah baik-baik saja,” sahut perempuan itu, ia tak mau merepotkan Harris lagi. “Lagipula aku juga kangen dengan anak itu,” balas Harris. Anin akhirnya menyerah, ia bersedia untuk diantar Harris mengunjungi makam anaknya. “Sepertinya aku lupa bila
Anin tak langsung menjawab pertanyaan dari Nyonya Setya, meski dirinya sangat tahu jika Ibu Harris sangat baik padanya tetapi tetap saja dia tak percaya diri saat berduaan dengannya.“Anin ..”“Tidak apa-apa, Mas. Pergi dengan Ibu juga tidak papa,” jawab Anin. Ia tersenyum ke arah Harris untuk meyakinkan lelaki itu. Nampaknya Harris tahu jika Anin ragu pergi dengan Ibunya.“Nanti jika urusan kantor sudah selesai, aku akan menyusul kalian ya,” ujar pria itu sembari mengelus rambut Anin. Seolah sedang menghilang keraguan perempuan itu. Mata mereka beradu untuk beberapa saat.Suara pintu mobil yang dibuka oleh Ibu Harris membuat keduanya sadar, Anin segera merapikan gendongan Bhima sedangkan Harris membantu membuka pintu mobilnya. Harris menggenggam erat tangan Anin ketika mengantarkan perempuan itu menuju mobil Ibunya.“Titip istri dan anak
“Anin tidak mempermasalahkan hal itu, Bu. Karena dia main ke rumah Ibu dan Ayah, lagipula Mas Harris ‘kan sudah menikah dengan Anin,” jawab Anin berusaha sebijak mungkin. Nyonya Setya terlihat senang dengan jawaban perempuan itu.“Jadi tidak masalah kalau dia main ke rumah kami?” tanya Ibu Harris sekali lagi.“Tidak apa-apa Bu,” ucap Anin konsisten dengan jawabannya. Karena panggilan telepon dari mantan calon menantunya berakhir sehingga Nyonya Setya kembali menghubunginya.Akhirnya panggilan tersebut diangkat oleh si perempuan itu, Anin yang duduk di sebelah Nyonya Setya bisa mendengar suara lembut menyapa Ibu Harris. Dari tutur bahasanya tercerminkan jika perempuan itu dari kalangan terpelajar.Yang membuat Anin lebih terkejut lagi, Nyonya Setya ternyata mengatakan hal sebaliknya. Perempuan paruh baya itu mengatakan jika ia sedang pergi ke luar kota d
“Kalian belum apa?” tanya Nyonya Besar ituHarris dan Ibunya menunggu jawaban dari Anin. Terutama Harris yang cemas jika Anin mengatakan yang sebenarnya jika mereka bukanlah sepasang suami istri. Tak ada ikatan pernikahan antara mereka berdua.“Nanti juga kamu dan Bhima akan nyaman tinggal di sini, sayang,” sambung Harris. Kini gantian Harris yang memberi kode lewat tatapan matanya. Ia berharap Anin mengerti sinyal yang ia berikan.“Iya Mas, mungkin masalah waktu saja ya,” sahut Anin. “Maaf ya Bu, Anin tidak bermaksud untuk –““Tidak apa-apa, ibu mengert. Mudah-mudahan kamu dan Bhima betah ya tinggal di sini,” ujar perempuan paruh baya itu dengan lembut bahkan ia memeluk Anin. Tak terlihat raut wajah kesal sama sekali, hal itu membuat Anin semakin merasa tak enak padanya.“Sekali lagi maafkan Anin ya, B