Share

Bab 13

Pada saat ini, Rina sudah kembali ke rumah ketika dia menerima telepon dari Shinta. "Ada apa Shinta?"

"Rina, apa kamu benar-benar sudah menyelidiki informasi tentang Teguh?" tanya Shinta.

"Ya."

Mendengar Shinta menyebut nama Teguh, Rina langsung merasa muak. "Dia hanya seorang bocah miskin yang tinggal di gunung sejak kecil."

"Tapi, hari ini aku melihat dia ..."

"Stop!"

Tanpa menunggu Shinta selesai bicara, Rina langsung memotong. "Danu berjanji untuk membantu keluarga Yulianto. Suasana hatiku sedang baik sekarang. Sudah jangan bicarakan dia lagi, bikin jengkel saja."

"Rina ..."

"Shinta, aku harus memilih gaun untuk menghadiri acara besok malam. Kita bicara lagi nanti." Setelah berkata seperti itu, Rina langsung menutup teleponnya.

Ketika Teguh kembali, Rina sudah selesai memilih gaunnya. Dia sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memakai masker wajah.

Rina agak mengerutkan kening saat melihat Teguh. Kemudian, dia segera berdiri hendak naik ke lantai dua.

Sepanjang malam itu, keduanya tidak berbicara satu sama lain.

....

Keesokan harinya.

Rina bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan hadiah yang akan dia berikan pada Pak Dhika.

Awalnya, Teguh ingin memberi tahu Rina bahwa dia sudah mewakili keluarga Yulianto untuk memberikan hadiah kepada Dhika.

Namun, ketika melihat wajah Rina yang dingin, Teguh langsung mengurungkan niatnya.

Toh, Rina akan mengetahuinya saat pesta ulang tahun nanti.

Matahari mulai menyentuh garis cakrawala.

Malam pun akhirnya tiba.

Seorang tamu tak diundang, yaitu Danu, datang ke Bahari Indah.

Danu mengalami cedera kaki setelah terjatuh dari tebing yang curam pada balapan mobil terakhir, sebab itu dia pergi ke Bahari Indah dengan menggunakan kruk. "Rina, sudah siap?"

"Sudah."

Rina mengganti pakaiannya dengan gaun malam. Dia berjalan menuruni tangga selangkah demi selangkah dengan sepatu hak tingginya yang indah.

Mata Danu langsung berbinar.

"Danu, apa kamu yakin bisa membawa kami masuk hanya dengan menggunakan satu undangan?" tanyanya getir.

"Rina, hubungan keluarga Gumilar dan Pak Dhika sangat baik. Satu undangan saja sudah cukup." Dada Danu berdebar kencang.

"Kalau begitu, terima kasih banyak, Danu."

Rina berjalan menuju garasi sambil berkata, "Kita jemput Kakek dan ayahku dulu."

Sebelum pergi, Danu menatap Teguh dengan tatapan menantang. "Meski kamu bisa bicara bahasa Perancis dengan fasih dan lancar, juga balap mobil. Kamu tetaplah bocah miskin dari gunung tandus."

"Hanya anak orang kaya sepertiku yang pantas untuk Rina dan membantu Rina saat dia mengalami kesulitan."

"Aku sarankan agar kamu sadar diri dan pergi meninggalkan Rina dengan sukarela. Kalau nggak, aku akan membuatmu menanggung akibatnya!"

Dengan ancaman itu, Danu lekas keluar dari pintu dengan tertatih-tatih.

Teguh tidak menghiraukan Danu sedikit pun.

Cecunguk yang tidak penting seperti itu sangat berisik. Apalagi ini adalah kota besar.

Sebaliknya, semisal ini adalah perbatasan barat, Teguh pasti akan menamparnya sampai mati.

Setelah Rina dan Danu pergi dengan mobil, sebuah iring-iringan mobil mewah memasuki Bahari Indah dan berhenti di depan rumah Rina.

Namun, bukan itu intinya.

Intinya adalah, mobil-mobil itu semuanya berpelat merah, yang menunjukkan kalau semua mobil itu adalah mobil militer.

Dhika dengan hormat mengundang Teguh untuk masuk ke dalam mobil. Dia sendiri bahkan bertindak sebagai sopir Teguh.

Teguh duduk di kursi belakang. "Pak Dhika, apa ada seorang pria bernama Danu Gumilar, yang juga menghadiri pesta ulang tahunmu?" tanyanya.

"Danu Gumilar?"

Dhika berpikir sebentar dan kemudian menjawab, "Sepertinya ada nama itu."

Teguh menambahkan, "Aku nggak mau melihatnya di pesta ulang tahunmu."

"Baiklah, baiklah."

Dhika langsung menelepon, "Perintahkan kepada mereka untuk tidak mengizinkan seseorang bernama Danu Gumilar masuk ke pesta."

Pada saat Dhika memberikan perintah, Rina sudah menjemput Yoga dan Zakir. Ketiganya mengikuti Danu untuk pergi ke Vila Angsa Putih.

Pesta ulang tahun Dhika diadakan di Vila Angsa Putih.

Zakir membawa banyak hadiah. Jelas dia bermaksud merebut hati Dhika dengan cara memberi hadiah.

Pintu masuk Vila Angsa Putih sudah penuh sesak dengan orang-orang.

Orang-orang ini tidak mendapatkan undangan. Itu sebabnya mereka hanya bisa melihat keramaian dari luar pintu. Juga ada banyak wartawan media yang melaporkan secara langsung dari tempat kejadian.

Setiap kali ada orang yang memasuki Vila Angsa Putih, hal tersebut pasti akan langsung menyebabkan kehebohan kecil di tempat kejadian.

Bagaimanapun, orang-orang yang bisa mendapatkan undangan adalah orang-orang penting di Kota Senggigi yang memiliki kedudukan dan reputasi.

Zakir melangkahkan kaki di atas karpet merah dengan penuh kebanggaan. Dia membawa banyak hadiah. Zakir merasa senang dan puas karena semua orang menatapnya dengan iri.

Acara makan malam ini sangat penting. Mereka yang bertanggung jawab untuk memeriksa undangan adalah para prajurit bersenjata lengkap.

Danu mengambil undangannya dan menyerahkannya pada prajurit yang memeriksa undangan. Namun, saat hendak membawa Rina dan yang lainnya masuk ke dalam vila.

"Tunggu sebentar."

Prajurit yang bertanggung jawab untuk memeriksa undangan langsung menghalangi jalan. "Bagaimana bisa, empat orang masuk dengan satu undangan?"

Seketika itu juga, mata semua orang langsung tertuju pada mereka.

Danu tidak menjadi panik karenanya. Segera dia melangkah maju bertopang pada kruknya dan menjawab dengan lantang, "Aku Danu Gumilar dari keluarga Gumilar di Kota Senggigi. Di belakangku ini adalah keluarga Yulianto dari Kota Senggigi."

"Aku sudah bicara dengan atasan kalian, kalau aku akan membawa anggota keluarga Yulianto ke pesta ulang tahun Pak Dhika."

Pak Dhika sudah mengeluarkan perintah. Anggota keluarga Yulianto tidak perlu membawa undangan untuk menghadiri acara. Selain itu, mereka juga harus diperlakukan dengan sangat istimewa.

Begitu mendengar nama "keluarga Yulianto", para prajurit yang berdiri di depan pintu langsung berdiri tegak, memberi hormat sambil serempak berteriak, "Hormat gerak!"

Adegan tersebut mengejutkan para hadirin lainnya, "Astaga!"

"Ini ... ini perlakukan yang sangat istimewa."

"Keluarga Gumilar benar-benar punya pengaruh yang besar. Satu undangan bisa memasukkan empat orang. Selain itu, masih disambut dengan perlakuan istimewa."

Semua orang berkasak-kusuk.

Mendengar kasak-kusuk semua orang, Danu tertegun untuk sesaat.

Untuk membawa tiga orang anggota keluarga Yulianto itu ke Vila Angsa Putih, Danu sudah menghabiskan satu miliar untuk menyuap komandan yang bertanggung jawab menjaga keamanan, agar mengizinkan mereka masuk.

Tanpa diduga, komandan yang menjaga keamanan itu begitu menghormati Danu. Dia bahkan memberikan perlakuan yang begitu istimewa di depan semua orang.

Uang satu miliar ini benar-benar sepadan. Danu akan menambah satu miliar lagi untuk mereka nanti.

Memikirkan hal tersebut, Danu langsung menegakkan punggungnya. "Kakek Yoga, Paman Zakir, Rina, ayo kita masuk!" serunya penuh kebanggaan.

"Baik."

Kesan Rina terhadap Danu langsung berubah.

Sepertinya Danu sudah berubah. Dia bukan lagi anak orang kaya yang hanya suka berfoya-foya.

Tepat ketika Danu hendak membawa ketiga anggota keluarga Yulianto untuk bersiap melangkah di atas karpet merah.

Detik berikutnya, prajurit yang bertugas untuk memeriksa undangan itu menghentikan langkahnya. "Tunggu dulu."

"Kamu tidak boleh masuk!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status