"Siapa sih mengganggu saja!"Dengan sangat kesal Dewa meraih ponsel yang terletak di dekat laptopnya itu. Ternyata Kalila yang menelepon, entah ada keperluan apa wanita angkuh dan sombong itu meneleponnya."Sepertinya dia tidak layak disebut wanita," ujar Dewa didalam hatinya."Halo, ada apa?" tanya Dewa tanpa berbasa-basi saat menjawab panggilan dari istrinya itu."Aku akan keluar kota. Besok baru kembali!" ujar Kalila yang sama seperti Dewa tanpa basa basi langsung ke inti masalahnya."Hati-hati!" jawab Dewa singkat. Dewa tidak ingin terlalu banyak mengatur Kalila, karena nantinya pasti Kalila akan meminta Dewa untuk sadar diri. Jangan pernah mengatur hidupnya. Dewa tidak akan pernah lagi memberikan perhatian kepada Kalila.Dewa pikir, setelah mengatakan demikian Kalila akan mematikan sambungan telepon. Namun, ternyata Kalila malah kembali bertanya."Hanya itu?!" tanya Kalila kesal saat mendengar jawaban singkat Dewa.Kalila pasti merasakan kalau Dewa sedang mempermainkannya. Selam
“Bagaimana?” tanya Dewa kepada Ari.“Kenapa Bapak sangat berambisi dengan mall itu?” Ari balik bertanya.“Hanya ingin memberikan dia pelajaran, agar dia tahu dengan karma.” Dewa menjawab sambil tersenyum.“Karma?” tanya Ari heran.“Hahaha…. Iya, semua yang dia lakukan di masa lalu akan kembali lagi ke dia. Entah kapan waktunya. Dan inilah waktunya,” jawab Dewa.Dewa tersenyum melihat wajah Ari yang tampak sangat tegang, sepertinya Ari belum siap melakukan apapun.“Kalau tidak seperti itu, William tidak akan sadar dengan semua kesalahan nya. Dia bahkan seolah-olah tidak ingat akan umurnya yang semakin menua, namun tetap saja melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Bahkan anaknya sendiri akan dia paksa menikah dengan lelaki tua hanya demi harta,” ujar Dewa lagi.“Jangan lakukan itu, Pak. Karena, nantinya beliau pasti akan tahu, dan bapak yang akan mendapatkan masalahnya. Cukuplah sudah hidup kita seperti saat ini. Dan juga kalau aku melakukan itu, ada satu hal lagi yang aku takutka
“Ah sudah gila tuh orang!”“Apa yang kau lakukan, hei? Turun kalau kau memang berani!”Brruummm!“Hah! Dasar pengecut!”Dewa benar-benar kesal dengan apa yang dilakukan oleh pemilik mobil sedan itu, dia bahkan berani sekali menabrak mobil SUV dari belakang. “Apa sih yang dia mau, apa dia gak sadar siapa yang dia tabrak. Berani sekali!” kesal Dewa dan memukul kemudi dengan marah.Namun, seperti biasanya Dewa tidak akan pernah turun dari mobilnya. Selagi mobilnya masih bisa dikendarai sampai tempat tujuannya Dewa tidak akan terpancing dengan apapun. Apalagi yang kali ini, hanya sebuah mobil sedan menabrak mobilnya. Dan Dewa pikir hanya sebatas penyok atau paling parah kaca lampu belakang yang pecah.“Sepertinya orang itu tidak ada pekerjaan, dan dia bosan hidup. Mending terjun saja dari jembatan ini, biar jadi pusat perhatian,” ujar Dewa yang terus menggerutu.Dewa memilih pergi dari tempat itu, karena sepertinya dimana-mana dia pergi, pasti ada yang mengikuti.“Lumayan, ada pengawal g
"Okelah, kalian berjaga hati-hati.""Siap, Pak!""Aku masuk, jangan lupa kunci kembali pintunya. Kalila tidak pulang."Krek!Suara kunci besi yang besar itu terdengar, dan pintu pagar yang tingginya bahkan bisa jadi melebihi penjara tersebut sudah terkunci dengan rapat.Tampak Jojo dan Rigo menunggu kedatangan Dewa sambil bermain gaple di gazebo."Kalian tahu mobil yang mondar mandir?" tanya Dewa setelah turun dari mobilnya dan duduk di dekat kedua pengawalnya itu sambil menikmati sebatang rokok."Tahu, Pak. Aku tahu itu mobil siapa," jawab Jojo dengan santai.Dewa tersenyum karena dia kenal Jojo, jika dia bersikap lebih tenang itu artinya dia tahu."Baguslah kalau kau tahu, aku heran aja sekuriti pada heboh dan tegang," jawab Dewa dan kembali menghisap rokoknya, kemudian mengeluarkan asap putih berbentuk garis lurus."Mereka terlalu panik dan heboh. Padahal, mereka seharusnya tahu. Walaupun orang itu memotret rumah ini, yang nampak hanyalah pintu pagar besi yang tinggi. Orang tidak a
“Ya Tuhan….”“Mereka siapa, Bu?”“Kami tidak diajak masuk? Atau kami harus berdiri disini sampai kapan?”“Kalian siapa?” tanya Dewa yang merasa tidak sabaran menunggu jawaban Rasti yang hanya terdiam dengan mulut yang terbuka.Dewa benar-benar tidak tahu dengan kedua orang yang sudah berumur itu, dan Dewa belum pernah bertemu mereka.“Kami adalah….”Lelaki tua yang sudah sedikit berumur itu menjawab namun suaranya tercekat, sepertinya mereka tidak bisa melanjutkan ucapannya.“Budi, kau boleh pergi. Biar kami berbicara dengan tamu ini,” ujar Dewa meminta sekuriti segera meninggalkan mereka, karena Dewa melihat dua orang itu adalah sepasang suami istri, yang saat ini mereka malah menangis. Dewa yakin kedua orang ini menangis pasti ada sebabnya.“Bu…,” panggil Dewa memegang tangan Rasti. Rasti tidak menjawab, bahkan Dewa tidak tahu ekspresi apa yang ibunya tunjukkan. Karena Rasti hanya membeku melihat kedua orang tersebut, tidak ada sambutan hangat ataupun penolakan. Dan itu membuat Dew
“Ibu….”“Rasti….”“Kenapa, Bu?” tanya Dewa sambil menggeleng dan tanpa terasa air matanya akhirnya jatuh juga. Padahal sejak tadi Dewa berusaha menahannya.Rasti menggeleng.“Tidak, tubuh Rasti begitu kotor untuk kalian. Rasti tidak ingin kembali mengotori kalian, Papa, Mama,” gumam Rasti pelan yang melepaskan tangan Wibowo dan terus mundur beberapa langkah.Jawaban yang diberikan oleh Rasti, justru membuat Wibowo dan Farni menangis dan terduduk. Mungkin sakit yang Rasti alami masih terasa hingga saat ini, apalagi saat Rasti dikatakan kotoran pembawa aib. Dan ini adalah kali pertama Rasti memanggil mereka dengan sebuatan ‘papa’ dan ‘mama’ setelah sekian lama mereka berpisah.Mendengar jawaban yang diberikan oleh ibunya membuat Dewa yang kemudian menghambur memeluk ibunya dengan erat.“Tidak! Ibu tidak kotor! Semua yang ibu lakukan ada alasannya, dan sekarang ibu telah menjadi wanita terhormat. Jangan pernah bilang seperti itu, manusia tidak tahu dosa orang lain, dan siapa tahu Tuhan
“Hah?! Dia siapa? Kenapa dia bisa lakukan itu??”“Pak, nanya nya satu-satu. Biar aku gak bingung jawabnya!”“Oh iya, maaf. Kau silakan jawab sekarang.”“Bapak dimana?”“Itu pertanyaan, Ari! Bukan jawaban!” kesal Dewa kepada sekretarisnya itu yang disuruh untuk menjawab pertanyaan, malah melontarkan pertanyaan balik kepadanya.“Oh iya pak, maaf. Udahlah bapak datang saja kesini, aku tidak ada ide untuk menjawab sekarang,” ujar Ari yang kemudian memutuskan sambungan telepon kepada bosnya itu.Dewa hanya menggeleng dengan apa yang dilakukan oleh Ari, bagaimana bisa dia bilang belum ada ide untuk menjawab pertanyaan Dewa. Padahal dia lah yang memberikan informasi kepada Dewa kalau ada seseorang yang mengamuk di acara pembukaan cabang Daraka yang berada dibawah bendera Deka Group.Dewa berangkat dengan terburu-buru.“Jojo, Rigo kita berangkat sekarang, ke jalan Cempaka Putih. Tempat peresmian cabang Daraka!” teriak Dewa memanggil kedua pengawalnya itu.“Siap, Pak!” jawab kedua pengawalnya
“Buka mulutmu!”“Sejak tadi dia hanya menggeleng dan tidak mengeluarkan sepatah katapun!”“Apakah kau bisu? Tapi, menurut cerita Ari kau merusak semuanya sambil berteriak! Kenapa sekarang kau malah diam?”Dewa duduk tepat di hadapan lelaki yang telah mengacaukan acaranya itu. Lelaki yang masih sangat muda, dan terlihat sedang frustasi.“Apakah kau hanya gila sesaat?” tanya Dewa sembari menarik kerah baju lelaki itu.Lelaki itu tampak meringis, dia sepertinya tahu saat sedang berhadapan dengan siapa. Kemudian dia tersenyum, yang seolah-olah mengejek.“Akhirnya aku bertemu juga dengan pemilik perusahaan ini yang dengan seenaknya mendirikan perusahaan di tanah orang tanpa membayar ganti rugi!” teriak lelaki itu kemudian.Semua orang tampak tercengang karena ternyata lelaki itu sengaja diam dan tidak mengeluarkan suaranya, karena dia ingin bertemu Dewa secara langsung.Plak! Plak!Jojo langsung mengambil alih saat Dewa melepaskan baju lelaki itu. Jojo menamparnya dengan sangat keras, sehi