Pukul 24.00 tengah malam.
Mohzan menyimpan motornya diteras rumahnya. Ia mengetuk pintu perlahan dan memanggil dengan suara lembut. Ia memang selalu begitu, Mohzan tidak mau jika ia mengetuk pintu dengan keras tentu akan mengagetkan penghuni rumah dan juga mungkin mengganggu tetangga.
Perlahan pintu dibuka oleh Nenek Aisyah. Sedangkan Desma nampak masih sibuk menata makanan didapur. Mohzan lalu menyalami neneknya dan tak lupa mencium punggung tangan wanita yang sudah semakin tua itu. Seperti biasa sang nenek selalu memeluk tubuh Mohzan dan mencium kepala cucu kesayangannya itu.
"Nenek belum tidur ?"
"Belum, besok ada orderan makan siang 250 nasi kotak." Jawab Nenek Aisyah."Ooh, jangan terlalu capek Nek. Kalau bisa berhenti saja berjualan biar nenek sama Mama bisa istirahat dirumah. Biar Mohzan saja yang cari uang." Mohzan membimbing nenek Aisyah yang berjalan terpincang-pincang. "Eh mana boleh begitu Nak. Selagi masih bisa berusaha kiSetumpuk surat tersusun disebuah kotak kardus. Mohzan membaca satu persatu surat-surat tersebut yang ternyata semuanya adalah undangan.Beberapa undangan dari berbagai universitas dalam negeri, sebagian besar lagi dari stasiun televisi dan ada juga dari komuniti serta sebuah undangan dari LAPAN. LAPAN adalah Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional milik negara yang bertugas menyelidiki antariksa. Mereka tertarik dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki Mohzan dan mengundangnya untuk bertukar pikiran. "Hmm, undangan ini begitu banyak Arya, mana yang harus Abang penuhi dulu." Mohzan meminta pendapat Arya yang masih berdiri memegang kotak itu dihadapan Mohzan."Rasanya semua penting Bang, tapi waktunya harus diatur dengan baik agar semua undangan bisa dipenuhi." Kata Arya kini mengikuti langkah Mohzan.Mohzan kemudian duduk diatas karpet dan Arya kemudian melakukan hal yang sama. Mereka nampak berbincang serius sementara puluhan anak-anak yang lain terl
Sore itu Mohzan nampak bergegas masuk ke kamar mandi. Ia baru saja selesai mengajar dikelas terakhir. Suara Mohzan menimba air dari dalam bak mandi cukup menjelaskan bahwa dirinya sedang terburu-buru.Suara gedebak-gedebuk dari kamar mandi itu mengundang perhatian Desma."Ada apa dengan anak itu..? Tidak seperti biasanya dia bertingkah buru-buru seperti itu !" Gumam Desma.Nenek Aisyah juga ikutan heran. Ia memandang ke arah daun pintu kamar mandi yang sedang tertutup. Tak lama kemudian Mohzan keluar dengan menggunakan handuk sebatas pinggang kebawah. Ia bergegas masuk kekamarnya."Kenapa buru-buru Mohzan..?" Desma meneriaki anaknya dari luar kamar."Mohzan mau ngisi acara live di tv Ma... Takut terlambat mana tauan macet dijalan." Sahut Mohzan dari dalam kamar."Acara live di tv..??" Desma dan nenek Aisyah berpandangan.Sebuah undangan tergeletak diatas meja. Desma segera memungut undangan itu dan membacanya. Waja
Tepuk tangan sangat meriah mengiringi kehadiran Mohzan dipanggung acara "Temu Idola". Acara itu dipandu oleh seorang laki-laki ganteng yang sangat digandrungi masyarakat tua dan muda.'Mr. Gandi' adalah nama presenter keren itu. Dia dijuluki duren mateng atau duda keren masa tenggang. 😂😂😂😂Pembaca pasti tau apa artinya masa tenggang. Masa tenggang adalah tenggang waktu mencari ganti. 🤗🤗🤗Umur presenter muda itu sedang ranum yaitu 32 tahun. Tentu saja banyak wanita yang bermimpi digandeng lelaki itu naik ke pelaminan. "Selamat datang Bang Mohzan, malam ini anda bersama saya Mr. Gandi dalam acara Temu Idola.Mr. Gandi menyalami Mohzan yang baru saja berada dipanggung acara talk show nya. Riuh gempita tepukan dan sorak histeris audien menggemuruh seakan-akan meruntuhkan gedung studio Patriot Televisi. Mohzan menerima jabatan tangan Mr. Gandi lalu melambaikan tangan kearah penonton yang berteriak memanggil namanya dan menyuarakan yel yel dukung Bang Mohzan.
"Baik, sebagai pertanyaan terakhir dari saya, apa harapan anda untuk adik-adik anda..? Mr. Gandi melontarkan pertanyaan yang merupakan pertanyaan penutup."Saya berharap mereka memiliki masa depan yang cerah dan gemilang. Dan apabila mereka sudah mendapatkan itu, saya berharap suatu saat mereka juga melakukan hal sama dengan yang saya lakukan sekarang kepada mereka, kepada orang lain !""Luar biasaaaa...!!! Teriak Mr. Gandi langsung berdiri dan bertepuk tangan. Para audien juga melakukan hal yang sama. Mereka berdiri dan bertepuk tangan.Mohzan mengikuti Mr. Gandi yang sudah berdiri. Mereka kini sama-sama berdiri berhadapan dan bersalaman."Plok..plok..plok...!!!"Tuan Junara nampak memasuki panggung dan bertepuk tangan."Anda sangat luar biasa..!!" Ia mengulurkan tangan menyalami Mohzan.Mohzan terkejut melihat sosok yang kini berdiri dan mengulurkan tangan kepadanya. Sosok Tuan Junara memang sering ia lihat di layar televisi. Duda seten
Desma dan ibu Aisyah belum bisa tidur. Mereka tidak sabar menunggu Mohzan pulang ke rumah. Tentu saja mereka ingin mendengar cerita Mohzan tentang pengalaman baru yang baru saja ia alami. Apalagi Desma, ia ingin sekali mengetahui perbincangan Mohzan dengan Junara yang sebenarnya adalah ayah kandung Mohzan."Apakah Mohzan sudah tahu kalau Mas Junara itu adalah ayahnya ?? Hmm.. bagaimana kalau Mohzan bercerita tentang keluarganya, lalu Mas Junara tahu kalau Mohzan adalah anakku. Dan Mas Juna pasti berfikir kalau Mohzan adalah darah dagingnya... Ooohhh... Bagaimana ini..??? Aduuuh... Mohzan belum juga pulang.... Jangan-jangan Mas Juna sudah membawa Mohzan pulang kerumahnya...!!! Aduh.. bagaimana ini...???" Beribu pertanyaan melintas dan bercampur baur dalam pikiran Desma. Ia berjalan hilir mudik dan terlihat sangat gelisah.Jarum jam telah menunjukkan pukul 00.15 wib. Suara sepeda motor Mohzan belum juga terdengar memasuki teras rumah. Desma dan ibu Aisyah mulai cema
Pagi itu Mohzan dan Arya sudah berdiri di sebidang tanah yang cukup luas. Tanah itu baru saja mereka beli dengan uang sumbangan yang diberikan warga internet yang ikut membantu Mohzan untuk mensejahterakan kehidupan adik-adiknya.Hari ini adalah hari yang sangat dinanti oleh Mohzan karena hari ini adalah awal pertama asrama itu dibangun. Mohzan berkeinginan untuk membangun asrama untuk tempat tinggal adik-adiknya dan beberapa fasilitas lain seperti ruang belajar dan mushola. Namun karena dana belum mencukupi, Mohzan memutuskan untuk membangun asrama saja terlebih dahulu.Ditempat itu telah berkumpul delapan orang tukang bangunan dan seorang pimpinan mereka. Selain itu disudut tanah itu telah tertumpuk bahan material berupa pasir, semen, batu dan besi.Karto sebagai pimpinan proyek pembangunan asrama yang rencananya akan dibuat berlantai dua itu terlihat sedang berbincang dengan Mohzan dan Arya. Sekali-kali nampak mereka menunjuk-nunjuk ke beberapa a
"Pokoknya saya tidak mau tahu, minggu depan pertunangan Alpan dengan Ramona harus dilaksanakan ! Kalau tidak..., Kamu harus mengembalikan semua dana yang telah aku pinjamkan untuk menyelamatkan perusahaanmu !" Satya memberi ultimatum kepada Danar yang nampak tertunduk ketakutan."Iya Tuan Satya. Saya akan pastikan bahwa minggu depan pertunangan Alpan dengan Ramona kita laksanakan. Tuan Satya jangan khawatir." Sahut Danar membujuk Satya yang sudah naik pitam."Masih untung dia hanya meminta si Ramona. Huuh.. ambil saja anak itu, aku tidak peduli..!! Yang terpenting Khalista anakku selamat dari si Alpan bajingan itu." Danar bergumam dan mengutuk didalam hati.Memang kelakuan Alpan tidak mendapat simpati dari siapapun yang mengenalnya. Dia terkenal sombong dan pemabuk. Beberapa kali dirinya juga tersangkut kasus narkoba. Walaupun katanya dirinya adalah nota bene menduduki kasta dan derajat teratas di negeri ini, tetap saja tidak ada orang tua yang sudi anakn
"Hati-hati Nak..!! Tanganmu belum sembuh." Naira dan Satya memapah Alpan memasuki kediaman mereka. Dibelakang mereka Astuti mengikuti dengan wajah cemas. Ia sangat mengkhawatirkan cucu kesayangannya itu.Diruang makan Sudarta dan Junara baru saja selesai makan malam. Mereka nampak berbincang seputaran bisnis properti dan televisi.Kedatangan Alpan beserta Naira, Satya dan Astuti menghentikan obrolan mereka."Alpan, kamu sudah boleh pulang..?" Junara bertanya pada keponakannya yang nampak sedang dipapah oleh Naira dan Satya menuju ke kamarnya.Alpan tidak menjawab pertanyaan Junara pamannya itu. Naira dan Astuti juga melengos kesal. Mereka bertiga mengantarkan Alpan sampai kedalam kamar.Setelah mengantarkan putranya ke dalam kamar, Satya mendatangi Junara dan Sudarta yang nampak melanjutkan perbincangan mereka."Kalian masih berbincang dengan santai sementara anakku sedang mengalami musibah !" Tiba-tiba Satya data