POV RAY
Seperti pelajaran sebelumnya, Aku menyelesaikan soal-soal ujian lebih cepat dari yang lain. Bahkan aku selalu yang pertama menyerahkan hasil ujian ke meja pengawas. Gak bermaksud sombong sih. Tapi kupikir buat apa juga aku harus berlama-lama bengong ngeliatin kertas ujian bila sudah selesai aku kerjakan. Untuk mengisi waktu yang masih panjang, aku sengaja menunggu siswa yang lain pada keluar. Aku tak punya teman di sekolah, maksudku bukan tak punya sih tapi aku memang sengaja menjaga jarak dengan teman-temanku. Saat nongkrong seperti sekarang pun aku hanya duduk sendirian di depan sekolah. Walau kata nongkrong itu bukan gayaku, namun aku sengaja melakukannya agar bisa melihat gadis yang selama ini sudah mengisi hatiku, dia lah Maria. Mungkin ada kesempatan bagiku bisa mengantarnya lagi pulang sampai rumahnya.Dentang bel keluar berbunyi, aku segera berdiri sambil mengarahkan pandanganku melihat ke halaman sekolah, mencari sosok Mari
Mohon dukungannya dengan memberikan vote atau kirim masukan kritik dan saran melalui kolom komentar. Terima kasih..
POV RAY Bangunan tua yang masih berdiri kokoh di tengah kota ini, menjadi satu-satunya rumahku. Tumbuh dan besar bersama dengan anak-anak lain yang senasib denganku. Mereka dan aku sama, terlahir kemudian ditinggalkan bahkan di antara mereka ada yang dibuang begitu saja di antara tumpukan sampah hingga hampir mati. Beruntung mereka keburu ditemukan warga dan dititipkan di panti ini. Dengan asuhan pendeta dan para suster, kami tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang. Seperti anak-anak lain di luar panti, kami bersekolah di sekolah umum. Selain sekolah, di panti kami diberikan ekstra kullikuler yang dapat mendukung untuk masa depan kami. Dari mulai belajar menyanyi, masak hingga kami diajari bela diri. Pertemuanku dengan Alex tadi siang, membuka kembali ingatan bagaimana kami bertemu, tumbuh, bermain hingga bertarung mempertahankan diri. Ingatanku kembali pada saat usiaku baru tujuh tahun, ketika aku mulai mengetahui kalau ada keku
POV Ray Aku tumbuh dan besar bersama-sama dengan anak panti lainnya. Seiring dengan pertambahan usia, hal itu tak membuatku lepas dari pengawasan bapa Joseph, dia selalu menjadi orang pertama yang datang menghampiriku dan menjadi pelindung bila aku bertingkah dan membahayakan orang-orang di sekelilingku. Bapa Joseph selalu dapat membuat hatiku tenang dengan dengan semua ucapannya. “Ray, Bapa tahu kamu itu anak yang tangguh, tapi dengarlah nasehatku, di luar sana ada banyak sekali hal yang tidak kamu ketahui. Kamu harus bijak dalam menggunakan kekuatanmu. Ini adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai untukmu, jadi gunakanlah hanya bila kamu benar-benar berada dalam bahaya, atau ada yang mengacam saudaramu dan kamu perlu untuk melindunginya,” kata-kata Bapa Joseph yang sudah menempel di pikiranku dan menjadi kata terakhir juga yang di sampaikan padaku. Kedekatanku dengan bapa Joseph menjadikan aku sering diajaknya berkeliling m
POV Ray Tahun berlalu, kami pun tumbuh menjadi anak-anak remaja. Aku, Alex dan Troya mulai masuk sekolah menengah pertama, sedangkan Agni yang lebih tua dua tahun dariku sudah kelas tiga SMP. Aku dan Agni sekolah di tempat yang sama, sedangkan Alex dan Troya lebih memilih sekolah yang berbeda. Aku mulai menyukai Agni yang tomboy dan sifatnya yang berapi-api tapi dibalik itu dia adalah gadis yang baik hati. Rasa suka itu membuatku sering mencari perhatian Agni, aku sering mengajaknya untuk jalan berdua saja saat pulang sekolah. Seperti siang itu, saat murid-murid lain sudah pulang semuanya, aku selalu sengaja untuk pulang paling belakang, selain agar tak terlalu ramai, aku juga bisa nikmatin waktu bersama Agni untuk bermain. “Hei Ray?!” teriak Agni, Aku sempat mencari-cari arah suara Agni, ketika menengadahkan kepala, kulihat Agni sedang ada di atas gerbang sekolah sambil menertawakanku. “Ngapain lo di atas sana?”
POV RAYSejak pertarungan dengan tiga pria tak dikenal, Aku dan Agni semakin dekat. Kami berdua menyimpan kejadian itu hanya untuk kami berdua. Menurut Agni, aku tak boleh menceritakan kejadian itu pada siapa pun agar tidak membuat bapa Joseph dan ibu asuh merasa khawatir. Dari kejadian itu juga aku dan Agni semakin sering bersama-sama, entah itu di sekolah atau di panti. Ibaratnya di mana ada Agni di situ pasti ada aku. Yaa kecuali saat belajar di sekolah dan waktu tidur.Ada kebiasaan baru yang kami sering lakukan, saat semua sudah pada pergi tidur, Agni mengajakku untuk duduk-duduk di atas atap gedung panti sambil menikmati suasana malam. Seperti malam itu, ada sesuatu yang lain dari sikap Agni padaku. Aku tahu bagaimana Agni, dia type cewek yang pemberani dan agresif. Diam-diam aku sering memperhatikan dia, dan aku mengakui kalau sudah memedam perasaan suka padanya, walau tahu dia lebih tua dariku."Ray, kamu p
POV RayMelihat kemurungan Agni yang terlihat jelas di wajahnya, aku kembali memeluk bahunya dan mengusapnya perlahan. Merasakan sentuhanku, Agni menatapku sekilas lalu tersenyum, kemudian dia menepuk-nepuk tanganku yang ada di pundaknya.“Nggak apa-apa kok, kalau kamu nggak mau cerita, aku bisa mengerti," kataku pelan, ada rasa takut Agni akan marah.“Kami bertiga kabur dari kelompok sirkus...," jawab Agni pelan.“Hah.., kabur?” seruku.“Sttt..., biasa saja kali, gak usah teriak gitu,” gerutu Agni sambil mendelik ke arahku.“ups.., Maaf?” jawabku menutup mulut dengan telapak tangan.“Hmm..., sejak kecil kami sudah yatim piatu dan hidup di jalanan. Kami sering mendapat kesulitan walau sekedar untuk mengisi perut. Dari setiap menemui kesulitan itu, aku seakan mendapat bisikan-bisikan yang sebelumnya tak pernah aku hiraukan. Saat aku terdesak keti
POV RayKedekatanku dengan Agni juga tak mempengaruhi persahabatan aku, Agni, Alex dan Troya. Kami berempat sering berpetualang bersama, kadang dalam acara liburan atau pun hanya untuk seru-seruan saja. Kami empat sekawan sering pula menemani bapa Joseph dalam kunjungannya ke berbagai kota dalam perjalanan khotbahnya. Seperti hari itu, aku sama sekali tak mempunyai firasat apa pun. Semua berjalan seperti biasa bila kami menemani bapa Joseph.Selesai memberikan khotbah, bapa Joseph masih membereskan perlengkapan dibantu Agni. Sedangkan aku berada di belakang panggung bersama Troya. Aku melihat beberapa orang mendatangi bapa Joseph, sebenarnya sih sudah jadi hal biasa bila ada yang mendatangi bapa Joseph, mereka kebanyakan yang ingin konsultasi pada bapa Joseph. Namun aku merasa aneh dengan penampilan dan gerak-gerik mereka, hingga aku menghentikan pekerjaanku dan mengawasi mereka."Selamat malam Bapa Joseph," kata salah satu dari me
POV RaySetelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala."Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa JosephKedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju.“Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan.
POV Ray Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala. "Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa Joseph Kedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju. “Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan. Melihat ked