“Daripada memiliki keluarga tapi merasa kosong, lebih baik tidak usah menganggap siapapun sebagai keluarga.”
“Termasuk aku? Kau tidak mau menganggapku keluarga? Apa kau juga mau menyingkirkanku dengan membuatku terjeblos di perjudian itu?”
Cora menatap tajam Finn. “Kalau kau tidak mau ya sudah. Aku tidak memaksamu.”
“Baiklah, kalau begitu aku tidak jadi ikut ke perjudian itu.” Finn bangkit dari duduknya lalu pergi dari kedai. Padahal, minuman yang dia pesan belum sampai ke mejanya.
“Apa aku salah bicara?” gumam Cora heran.
***
"Ini, makanlah." Axel memberikan sup tahu pedas kesukaan Shea.Shea hanya melihat mangkuk yang diletakkan di nakas. “Apa kau gila? Bagaimana caraku makan?” omelnya sambil mengangkat tangan kanannya yang terborgol.
Tak banyak bicara, Axel langsung mengambil mangkuk itu lalu menyuapi Shea.
Shea membuka mulut dan melahap makan
“Buka pintunya aku harus masuk ke kampus,” pinta Shea.“Apa jaminannya kau tidak akan kabur?”“Ponsel saja aku tidak bawa. Lalu pintu di gedung ini hanya satu. Bagaimana caraku kabur?”“Baiklah…” kata Axel, tanpa sadar dengan mudah melepaskan Shea. Dia membuka pintu mobil yang sedari tadi masih terkunci.Shea langsung keluar setelah pintu terbuak dan masuk ke gedung kampus untuk menemui dosen pembimbingnya.Axel tetap duduk di dalam mobil, percaya 100% pada Shea yang berjanji tidak akan kabur. Fakta tentang Max yang ternyata masih saudara Shea dengan jalan cerita yang sama dengan ceritanya keluarganya sendiri. Fakta itu membuat fokus Axel teralihkan, sampai melupakan sikap posessive-nya untuk Shea. “Aku… Terlalu kejam pada Cora?” gumamnya. Hari ini, dia baru menyadarinya setelah kehilangan Cora?Axel kemudian menyandarkan tubuhnya dan sedikit menurunkan kursinya
Ny. Yara sedang berdiri di depan Bernice University. Menunggu seseorang yang ingin ia ajak bicara. Hari yang sudah mulai sore ini, seharusnya targetnya sudah keluar dari kampus. Tapi sudah 30 menit dia belum juga terlihat.“Apa mungkin dia sudah pulang? Tapi, Shea bilang hari ini dia selalu pulang sore,” gumam Ny. Yara sambil melongok ke dalam gedung kampus. Akhirnya orang yang dicarinya muncul dan tengah berjalan menuju gerbang keluar. Namun, seseorang yang sedang berjalan di samping orang itu membuatnya curiga. “Kenapa dia bisa bersama Max?”“Ny. Yara? Kau mencari Shea, ya?” tanya Cora setelah menyadari keberadaan Ny. Yara, sambil melangkah semakin dekat dengannya.“Aku mencarimu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan berdua.” Ny. Yara menatap Max, memberikan kode untuknya agar sedikit menjauh dari mereka.Max langsung menangkap maksud tatapan itu. “Baiklah kalau begitu, aku tunggu di mobil ya,
Algojo di perjudian Zero O’clock itu, langsung menggendong tubuh lemah Axel dan memasukkannya ke dalam mobil Axel untuk dia bawa pulang rusun.“Kenapa kau masih di sini? Perjudian itu bagaimana?” heran Axel melihat algojo itu yang malah ada di sebelahnya, tengah mengemudikan mobil.“Memangnya kau bisa menyetir sendiri?” Algojo itu malah balik tanya.“Bagaimana caranya kau mengikutiku?” Axel kembali membalas pertanyaan dengan pertanyaan lagi.“Kau pasti akan terkejut karena jawabannya,” balas algojo itu menyudahi pertanyaan.“Apa? Aku ingin tahu,” paksa Axel.“Cora. Dia tiba-tiba menawarkan tumpangannya dan membawaku ke rumah kosong itu. Setelahnya aku disuruh menunggu di mobilmu,” jawab algojo itu seadanya.Axel tersenyum pahit. Ia menyenderkan lehernya yang sangat sakit ke senderan mobilnya, menatap lurus ke jalanan yang sudah kosong. “Cora masih memb
“Bagaimana Cora, apa semuanya berjalan lancar?” tanya Tn. Edgar. Kini mereka sudah dalam perjalanan pulang setelah menentukan kapal pesiar yang nanti akan digunakan untuk permainan final.Cora langsung melahap penawaran berdalih pertanyaan itu. “Hanya ada satu masalah.”“Apa? Katakan saja.” Tn. Edgar juga tidak bisa membiarkan batu kecil di rencananya. Apapun halangannya dia harus menyelesaikannya secepat mungkin agar semua berjalan sesuai rencana.“Kita kekurangan pemain. Seharusnya ada 3 kelompok dengan 2 anggota. Tapi, Finn tiba-tiba keluar dari perjudian itu. Jadi kita hanya punya 4 orang untuk 2 kelompok,” jelas Cora.“Tenang saja, aku akan mengurus soal itu. Hanya itu saja?” Tn. Edgar mencoba menggali kalau-kalau ada masalah lain untuk permainan finalnya nanti. Karena semua yang mengatur Cora, tentu dia yang paling tahu.“Menurutmu bagaimana kalau terjadi kece
“Oh jadi begitu. Baiklah, sampai jumpa dua hari lagi,” kata Ny. Beatrice menutup teleponnya dengan Finn. Anak laki-lakinya itu baru saja memberitahukan tentang semua yang Tn. Edgar katakan. Tentang pembahasan permainan final nanti yang melibatkan orang tua dan pistol dengan peluru tajam yang sangat mematikan itu.“Apa yang dia katakan?” tanya Tn. Owen. Sejak insiden makan malam itu, dia kini menumpang di rumah Ny. Beatrice. Malam ini mereka sedang minum-minum santai di tepi kolam renang.“Permainan final nanti, kurasa akan menjadikan orang tua peserta sebagai korbannya. Dan Edgar akan membuat para pemain saling tembak nanti,” jelas Ny. Beatrice dengan tatapan marah pada air kolam di depan matanya.Tn. Owen tertawa pahit. “Dia hanya mengulur-ulur waktu untuk membunuh kita.” Dia kembali meneguk bir yang kandungan alkoholnya tidak terlalu tinggi. Sangat tidak lucu bila kejadian yang menghancurkan dua kelua
Hari selanjutnya setelah memeriksa kapal pesiar yang akan menjadi tempat perjudian Double Wine, para panitia sudah mulai menjemput satu persatu pemain untuk dikumpulkan di tempat itu. Hari yang paling ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.“Selamat datang semuanya!” sambut Tn. Edgar selaku pencipta dari perjudian ini.Semua pemain juga sudah datang bersama salah satu orang tuanya masing-masing sesuai peraturan yang telah disampaikan. Max bersama Tn. Warren, Shea bersama Ny. Yara, Finn bersama Tn. Edgar, Hazel bersama Tn. Calvin, Axel bersama Tn. Owen, dan terakhir Cora bersama Ny. Beatrice. Tentu Tn. Edgar yang tampak mendampingi Finn itu, hanya untuk formalitas.“Peraturan permainan Final Double Wine untuk hari ini juga tidak berbeda dengan biasanya. Kalian harus mencari kartu pair. Di dalam kapal pesiar ini hanya ada 4 botol Wine. Di dalam botol itu sudah ada 2 kartu, jadi kalian cukup menembak satu botol untuk mendapatkan ka
Sesuai arahan Cora tadi, Shea langsung menyusuri lantai 2 untuk mencari ruang kerja. Sudah 3 ruangan dia buka, namun semua itu terlihat bukan seperti ruang kerja. “Dimana sih?!” keluhnya mulai kesal. Walau dengan menggerutu, dia tetap melanjutkan langkahnya ke ruangan berikutnya. “Andai saja ada jalan lain untuk membunuh Axel, aku tidak perlu susah-susah seperti ini,” keluhnya lagi.Setelah membuka pintu keempat, Shea langsung mengamati desain di ruangan itu. Akhirnya dia baru menemukan ruangan yang sedari tadi dicarinya. Tak pikir panjang, dia langsung memasuki ruangan itu.“Sekarang tinggal menunggu saja.” Shea menunggu kedatangan mangsanya sambil sekalian mencari kartu pair agar kelompoknya bisa menang dan tentunya bisa menyelamatkan ibu angkatnya, Ny. Beatrice.Pertama, Shea membuka laci-laci yang ada di atas meja kerja berharap bisa menemukan petunjuk. Di laci pertama hanya
Setelah membunuh dengan senyum puas yang masih belum memudar, Shea tetap melanjutkan perjalanannya ke ruangan berikutnya. Masih di lantai 2. Saat berjalan sambil sesekali melihat birunya lautan yang berbatasan langsung dengan pembatas kapal itu, tak sengaja dia melihat Max masuk ke salah satu ruangan. Dia kemudian tertarik untuk mengikuti Max.Di dalam ruangan berbentuk kamar utama itu, Max memang sengaja masuk untuk mencari Cora. Karena kesepakatannya agar Cora mau terbuka tentang apa yang direncanakan Cora tak ditepati. Tak ada pembicaraan apapun tentang perjudian ini bahkan Cora juga tidak bilang kan menelusurinya lantai berapa. Itu yang membuatnya sangat khawatir Cora akan melanggar janjinya. Padahal seharusnya dia ke lantai 3 sesuai ruangan yang telah dibagi tadi. Jika dia melakukan itu, dia bisa langsung bertemu dengan Cora.“Sepertinya ini kamar yang dimaksud tadi,” gumam Max setelah menyadari desain ruangan ini. Dia memperdalam langkahnya masuk ke s