Perempuan bersurai putih itu menatap mata Rayzeul dalam kemudian menyunggingkan senyumannya kecil, “Aku ibunya Aredel.” Rayzeul menganggukkan kepalanya paham, kemudian duduk di kasur Aredel.
“Jadi, kekasih anakku sedang berada di Kerajaan Cartenzeul?” tanyanya lalu dibalas anggukkan kepala oleh Rayzeul. “Sayang sekali, padahal aku ingin melihat laki-laki seperti apa yang bisa meluluhkan hati anakku yang sedikit keras kepala ini.” Ibunya Aredel mengelus pelan kepala anaknya tersebut.
“Dia orang yang baik, pintar, dan ya … sedikit menyebalkan mungkin karena usianya yang baru saja 22 tahun,” jawab Rayzeul disertai tawa kecilnya.
“Masih muda sekali, aku tidak menyangka anakku menyukai laki-laki yang lebih muda darinya, terlebih lagi dia ternyata seorang manusia” ujar Ibu Aredel dengan senyuman kecil.
“Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita mulai penyembuhan Aredel?” tanya Rayz
Tuan Owen berlari keluar dari kapsul mininya, berlari kecil menuju gerbang istana. Pria paruh baya bersurai coklat itu dijegal oleh robot penjaga, melarangnya masuk ke dalam istana kerajaan. “Maaf Tuan ada keperluan apa di sini?”Dengan napasnya yang terengah-engah, Tuan Owen menjawab, “Aku sudah ada janji dengan Tuan Putri Aurora! Tolong ijinkan saya masuk ini benar-benar gawat!”Robot penjaga tersebut tetap menghalangi Tuan Owen untuk masuk. “Maaf Tuan tetapi Putri sedang sakit, dia berada di rumah sakit sekarang.” Pria bersurai coklat itu terkejut lalu berkata, “Tuan Putri sakit apa?”Robot penjaga itu mendorong Tuan Owen menjauh lalu menjawab, “Dia diracuni oleh seseorang, dan sekarang sedang koma di rumah sakit. Hanya itu informasi yang bisa saya katakana, silahkan anda menjauh dari kawasan istana.”Tuan Owen masih diam mematung, membiarkan surai-surai coklatnya yang basah karena peluh terti
Rayzeul terbang kembali menuju rumah Aredel, setelah dia mendengar kabar dari salah seorang elf mengatakan bahwa Aredel telah sadar. Dia terbang cepat, meninggalkan Felix burung gagah besar, yang tadi dia cari-cari itu bermain bersama elf-elf kecil di padang rumput.Sesampainya di rumah Aredel, langkah Rayzeul tergesa, masuk ke dalam kamar perempuan bersurai putih tersebut. “Hai Rayzeul sudah lama kita tidak bertemu.” Pria yang sering kali dibilang mirip dengan Aredel itu menyunggingkan kecil senyumannya, kemudian duduk di ujung ranjang Aredel. Aredel mendudukkan dirinya di ranjang, bersandar di pinggiran kasur.“Rayzeul … kau sudah kembali,” ucap seseorang dari ambang pintu kamar Aredel.“Iyah, aku cepat kembali setelah mendengar kabar kalau Aredel siuman,” ujar pria bersurai putih itu ramah dengan senyuman kecil.“Kau terlihat lelah, tidurlah sejenak … aku akan mengurusi Aredel mandi dan makan dulu
Setelah mereka menyelesaikan makan malamnya Aredel mengajak Rayzeul ke sungai dekat istana kerajaan elf cahaya. Mereka berdua tampak tenang, seakan lupa dengan masalah yang akan mereka hadapi.Malam itu terasa sangat indah, dan damai. Cahaya bulan sabit yang menerangi air sungai yang jernih, suara jangkrik yang memanjakan gendang telinga, serta kunang-kunang malam yang berterbangan di sekitar sungai membuat Aredel serta Rayzeul menyunggingkan senyumnya kecil.“Habis semua ini selesai, aku rasa Aciel akan membunuhku.” Rayzeul tertawa kecil, sambil melemparkan kerikil kecil ke dalam sungai.“Kenapa?” tanya Aredel, lalu mendudukkan dirinya di tepi sungai.“Aciel itu mudah cemburu, pasti dia tidak akan suka kalau melihat kita berduaan seperti ini.” Rayzeul kembali melemparkan kerikil kecil ke sungai, lalu mendudukkan dirinya di sebelah perempuan bersurai putih itu. Aredel tertawa, kemudian ikut melemparkan kerikil ke dalam
Zenila tersenyum senang seraya memotong wortel dan kentang menggunakan pisau dapur. Perempuan bersurai putih tersebut tampak lihai dan fokus, memotong sayur panjang berwarna jingga itu, sampai-sampai tidak menyadari ada pria bersurai hitam yang mengawasi dia dari belakang. Zenila memasukan sayur-mayur yang telah di potong tadi ke dalam panci kecil, mengaduknya, dan memberinya sedikit bumbu-bumbu.“Selamat pagi istriku yang cantik,” ujar pria bersurai hitam tersebut seraya memeluk erat tubuh istrinya yang kini mulai membesar.“Selamat pagi juga untuk anak ayah,” lanjut pria tersebut sambil mengelus perut besar Zenila.Zenila tersenyum senang, mendengar sambutan hangat dari suaminya Arlo di pagi hari, membuat moodnya membaik. “Duduklah, sarapan akan segera siap.”Arlo menggelengkan kepalanya dengan dagu yang berada di atas pucuk kepala istrinya itu. “Aku tidak mau, aku ingin bermanja-manja dulu dengan istriku.&rdquo
Aredel duduk di reremputan hijau, bersebelahan dengan perempuan bersurai biru bernama Eilerie. Dia tersenyum senang ketika melihat laki-laki persurai putih itu mencoba menguji kekuatan sihirnya dengan salah satu elf yang ada di sini.“Rayzeul semangat!” teriak Aredel senang. Pria yang berstatus sebagai saudaranya itu menyunggingkan senyum senangnya, kemudian menghembuskan napasnya pelan.Arravi ikut tersenyum senang, kemudian mulai mengeluarkan lingkaran sihirnya yang berwarna hijau begitu pula dengan Rayzeul. Dari lingkaran sihir berwarna hijau Arravi, keluarlah tumbuhan tanaman merambat. Tumbuhan tersebut lincah, menyerang pria bersurai putih yang ada di depannya. Rayzeul tersenyum miring, kemudian mengeluarkan satu pedangnya dari dalam lingkaran sihir. “Ini seperti permainan penyihir kemarin.”Rayzeul melompat tinggi ke atas, diikuti dengan tanaman-tanaman yang merambat tersebut. Rayzeul terbang, kemudian menapakkan kakinya di atas tan
Matahari belum terbit, tetapi pada pagi hari ini Aredel, Rayzeul dan Felix sudah berangkat menuju Kerajaan Cartenzeul. Mereka terbang cepat menelusuri Hutan Borneove, lalu ke Kota Boneist, dan sampai di Kerajaan Cartenzeul. Ketika sampai di gerbang ibukota, mereka turun lalu bersembunyi di celah-celah ruko kosong yang belum buka. Mereka bersembunyi dari para robot penjaga yang kini tengah berdiri di depan gerbang tersebut.“Bagaimana ini?” tanya Aredel bingung ketika melihat robot berukuran dua meter itu.“Kita mungkin bisa langusng masuk ke dalam, tapi bagaimana dengan Felix? Terbangnya tidak secepat kita,” ujar pria bersurai putih itu cemas.“Kalau begitu mau tidak mau kita harus mengalihkan perhatiannya!” seru Aredel.“Bagaimana kalau aku saja? Kau pergi duluan ke rumah sakit mengobati Irimie dan adiknya Raja … aku yang akan mengalihkan mereka,” saran Aredel.“Tidak! Aku kan tidak tahu
“Aredel … kita harus cepat, sepertinya mereka mulai mempersiapkan diri untuk perang,” ujar Rayzeul ketika melihat segerombolan pria berbadan tinggi dengan pakaian serba hitam-hitam dan sabuk yang berisikan senjata-senjata tengah berlari, memasukkan beberapa barang ke dalam kapsul terbang.“Iyah, tapi penjara kerajaan itu jaraknya cukup jauh dan gawat sekali nantinya jika Felix terlihat oleh salah satu dari mereka,” jawab perempuan bersurai putih itu cemas.“Apa kau mau menjadi umpan lagi?” tawar Rayzeul.“Tidak bisa, kalau aku menjadi umpan lagi pasti akan ketahuan karena sebentar lagi Aredel palsu itu akan muncul,” ujar Aredel seraya memperhatihan orang-orang yang mempersiapkan perang dari balik semak-semak rumah sakit.“Kita harus bagaimana?” tanya Rayzeul bingung.“Menunggu mereka berangkat, aku rasa itu akan jauh lebih baik karena kerajaan pasti akan sepi tidak ada orang,&
“Aku kira kau benar-benar sudah tewas,” lirih pria bersurai merah itu sambil menatap pilu Aciel.“Cih … kau mengatakan itu sampai dua kali. Apa kau sebegitu takutnya jika aku mati meninggalkanmu?” ledek Rayzeul dengan senyum miringnya.“Bukan begitu! Aku sudah berpikiran buruk tadi … kalau adikku sudah tidak bisa diselamatkan lagi, karena kau tidak ada ….” Aciel menundukkan kepalanya sedih, karena memikirkan adik kesayangannya itu.“Adikmu sudah Rayzeul selamatkan, mungkin sudah siuman sekarang,” jawab Aredel dengan lembut.Aciel mendongakkan kepalanya menghadap perempuan bersurai putih di depannya. “Bagaimana kau tahu?”“Karena dia ikut saat aku mengobati adikmu di rumah sakit,” jawab Rayzeul acuh sambil mengangkat bahunya.“Kau salah paham Aciel, ternyata yang menusukku kemarin itu elf kegelapan yang menyamar menjadi Aredel.” Rayzeul me