Dua hari kemudian, Quinn masih berada dalam kondisi yang sama. Berita baiknya, ia dikunjungi oleh Irish dan Seeli, beserta Cyan dan Nian juga berkunjung sebentar karena mereka masih harus memastikan toko beroperasi dengan baik. Melihat Irish yang tidak ketinggalan sedikitpun berita, mengetahui apa yang tidak orang ketahui megingatkannya akan bibinya— Yuer. Bedanya, Irish tahu hingga rahasia yang hanya diketahui beberapa orang saja. Berita buruknya, keadaan Quinn memburuk, baik mental maupun fisiknya.Hampir setiap jam Quinn serasa tidak nyaman dan terserang panik. Setelah itu tubuhnya akan sangat lelah hingga setiap kali dokter Kaile datang, ia akan mengatakan tidak ingin kembali ke ruangan putih itu. Bertemu lagi dengan teman-temannya, terutama Irish yang tidak lupa memberikan informasi terbaru untuknya. Termasuk dari kalangan bangsawan, "Sonia melahirkan anak perempuan prematur. Dia menginginkan anak laki-laki dan dia menyalahkan keluarga Knox atas kejadian itu. Terakhir kali aku d
"Aku ingin kau menjadi istri kedua Xavier dimana statusmu akan sah seutuhnya." yang telah tercatat secara hukum, yang sudah diresmikan oleh kerajaan, sebab kontrak Flower yang dilakukan oleh keluarga bangsawan Knox bukanlah sebuah tradisi yang umum. Meskipun dengan bond yang sudah terbentuk di antara mereka, namun bagi orang luar, dirinya dan Xavier masih bukan siapa-siapa.Itu juga yang ia pikirkan sebelum nyonya Reigna Knox datang.Satu hal yang Quinn garis bawahi adalah istri kedua. Ia sudah tahu alasannya, tetapi ia masih ingin tahu dari mulut sang nyonya sendiri."Apa yang bisa anda lakukan agar aku mau menerima tawaran ini? Ditambah anda menyuruhku untuk menjadi istri kedua Xavier. Selama yang aku ketahui, jenderal Xavier belum menikah." istri kedua itu kurang lebih sama dengan seorang selir.Sang nyonya tidak memperlihatkan kegelisahan seperti pertama kali datang, wanita paruh baya itu bahkan terlihat sangat percaya diri sekarang. Aura nyonya Knox yang ia kenal sekarang sudah k
"Nona Flos, silahkan duduk di sini." Quinn hanya mengikuti setiap perkataan dokter dengan patuh. Ia menutup matanya rapat karena rasa sakit kepala yang hebat. Hingga pada tahapan dimana dirinya ingin meninggalkan tempat ini dan kembali ke kasurnya yang nyaman. Ia hanya ingin beristirahat. Ingatannya buram, seperti berada di dalam ruang hampa nan kedap suara. Tidak ada apapun, tidak terdengar apapun, tidak terasa apapun. Itu sebelum sebuah perasaan hangat bergejolak di dalam tubuhnya. Mengalir dari sentuhan tipis namun hangat melalui ujung-ujung jemarinya, membawa serpihan-serpihan kembang api itu ke seluruh tubuhnya. Perlahan namun pasti, penglihatannya yang buram menjadi jelas, pikirannya yang menerawang tak tahu entah di mana, menjadi fokus. Ia mengedipkan matanya beberapa kali hingga akhirnya Quinn ingat bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit militer. Di dalam kamar rawat Xavier Knox. Quinn mambawa mata terangnya melihat ke arah tempat tidur, bulu matanya yang lentik bergetar
Sudah beberapa hari ini hujan selalu turun. Mulai dari pagi hingga sore, atau sejak sore hingga pagi, kalaupun hujan berhenti, hanya berlangsung selama sehari, dengan awan mendung di atas langit. Seperti hari ini, awan yang menggantung di atas langit Crescere begitu gelap, ia bahkan belum melihat cahaya matahari sejak tadi pagi.Wanita berambut hitam panjang melewati jalanan yang tidak seramai biasanya. Kepalanya terangkat setelah tetesan kecil air jatuh mengenai ujung hidungnya yang tinggi. Langkahnya ia percepat, menuju sebuah toko minimalis di tepi jalan. Toko— Flora Fluer itu dikelilingi oleh berbagai tanaman, beberapa pengunjung terlihat keluar masuk toko."Selamat pagi boss, walaupun cuaca mendung dan hujan turun, namun semangat yang kita miliki tidak boleh mendung." Gadis muda yang bekerja di toko itu menyapa Quinn Flos dengan senyuman yang sangat lebar. Meskipun boss mereka ini tidak banyak bicara, namun kehadirannya selalu bisa membuat suasana toko jauh lebih menyenangkan. Ke
Quinn tidak pernah menyukai rumah sakit. Bau obat-obatan yang tercium membuatnya muak, orang-orang yang sakit, mereka yang tidak mampu bergerak lemah, hingga mereka yang tidak akan bangun lagi. Siapapun, apa lagi orang sekitarnya, ia tidak ingin melihat mereka terbaring di rumah sakit.Dengan langkah kaki yang sangat terburu-buru, Quinn melewati lorong demi lorong, menuju tempat sang paman berada. Ia melihat bibinya yang terduduk di sana, bahunya bergetar menahan tangis. "Bibi." Bisiknya."Quinn." Yuer memeluk sang ponakan, dan air matanya kembali mengalir dari matanya. Tubuhnya bergetar. "Quinn, pamanmu, dia.. dia.. aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku melihatnya berdarah, luka di kepalanya sangat mengerikan, darah tidak berhenti mengalir dari sana." Yuer adalah wanita bangsawan yang hidup penuh kebahagiaan sejak kecil. Dia tidak banyak melalui kesulitan, memiliki keluarga yang mendukungnya dengan baik dan suami yang menyayanginya.Melihat keadaan sang suami yang seperti se
Seluruh persendian Quinn melemah membaca nama Jacob dari pesan yang ia dapatkan dari Julia. Kini semua terlihat dengan jelas, ia bisa menemukan kemana arah permasalahan ini. Seharusnya ia tidak pernah menganggap ucapan Jacob Pan kepadanya adalah sebuah gertakan dan bualan semata, seharusnya ia tahu jika Jacob tidak akan melepaskannya begitu saja, pria itu tidak lebih dari seorang psikopat. Malam itu, wanita yang memiliki raut wajah dingin itu tidak bisa tidur. Ia berharap pagi segera datang. Setelah matahari bersinar, diantara awan gelap yang masih menutupi langit kerajaan Crescere, Quinn bergegas mengambil jaketnya dan keluar dari hotel tempatnya menginap. Menuju ke tempat Jacob berada. Ia memasuki perusahaan besar milik Jacob Pan dengan mata dan aura yang begitu dingin. Tangannya terkepal dengan erat, ia mengabaikan tatapan orang-orang padanya. Quinn bertemu dengan Jacob di lobby. Pria rubah itu terkejut melihat kehadiran Quinn di sana, namun ia kemudian tersenyum dan tertawa, men
Bersamaan dengan suara berat nan familiar, rasa hangat yang meletup-letup juga mengaliri setiap aliran darahnya. Mata terang Quinn terbuka, kelopak matanya menari indah, dan bulu mata lentik nan panjang miliknya bergetar menemukan wajah Xavier Knox begitu dekat dengannya.Kedua mata hitam itu menatapnya penuh rasa cemas dan khawatir, sesuatu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. "Xavier." Bisik Quinn. Nama itu mengalir begitu saja dari bibirnya. Tanpa ia sadari, genggaman tangannya pada pria itu mengerat. Menahannya untuk tidak melepaskannya.Derap langkah kaki mendekat dan berhenti di belakangnya. Orang-orang suruhan Jacob terdiam, melihat siapa yang mereka temui. "Jenderal Xavier!" mereka juga terkejut dengan kehadiran sang jenderal di sana. Xavier mengangguk kepada mereka. Ia menegakkan tubuhnya, namun tidak melepaskan lengannya dari pinggang ramping Quinn."Maafkan kami Jenderal, tetapi tuan Jacob ada urusan dengan nona muda ini." Xavier melihat ke arah sekumpulan pria itu dan Qu
Quinn meneguk air ludahnya, "kau akan menikah dengan Youna, mimpimu akan segera menjadi kenyataan." ujarnya. Youna Scarlett dan Xavier Knox adalah sepasang kekasih, mereka akan menikah. Lalu dirinya— jika ia benar-benar wanita yang terpilih itu dan menikah dengan Xavier, bukankah itu berarti dirinya telah merebut kebahagiaan seseorang? Ada perasaan lega dan sedih yang bercampur menjadi perasaan baru di dalam hatinya.Sang jenderal tidak melepaskan pandangannya dari Quinn Flos, seorang wanita yang memiliki mata terang nan indah, hari itu, sebelum kesadarannya hilang, ia melihat biasan bintang di mata Quinn. "Aku tidak menyukai Youna." ujarnya tanpa rasa ragu. Quinn menyerukan keterkejutan, "apa maksudmu? Kau tidak menyukai kekasihmu?""Nona Flos, kapan aku mengatakan aku memiliki hubungan yang lebih dengan Youna? Dia adalah salah satu prajurit di Eagle Sky Legion, kami para prajurit sangat sibuk, kami tidak punya waktu untuk berkencan apalagi pacaran." jawab sang jenderal mendengus.