Tidak lama setelah itu, beberapa hari kemudian, nyonya Knox setuju untuk bertemu dengan bibinya. Mereka bertemu di kediaman Knox. Pelayan keluarga itu menyambut mereka dengan baik dan mengantarkan Quinn beserta bibinya ke tempat nyonya dan nenek Knox yang sudah menunggu.Jika ia baru bertemu dengan sang nyonya rumah beberapa hari yang lalu, maka ini adalah pertemuan pertamanya dengan nenek Knox setelah pemilihan. Wanita tua itu melirik ke arahnya sekejap tanpa mengatakan apapun."Terima kasih sudah menerima undangan kami, nyonya Yuer Dariel." ujar Reigna Knox. Mereka sudah bertemu beberapa kali, namun tidak begitu dekat kecuali sapaan formal biasa."Ayo kita bicarakan mengenai pernikahan keponakanku dan putra anda, nyonya Knox."Pembicaraan yang terjadi di antara nyonya Knox dan bibinya berlangsung penuh perdebatan, Quinn merasa sangat sesak dan memutuskan untuk beranjak pergi— menyerahkan semuanya kepada sang bibi.Ia melihat ke sekitar, rumah ini adalah kediaman keluarag Knox di min
Setelah pembicaraan panjang nan melelahkan, akhirnya dari kedua belah pihak keluarga mencapai sebuah kesepakatan. Nyonya Reigna dan ibu kepala keluarga Knox akhirnya setuju mengadakan sebuah pesta pernikahan untuk Quinn dan Xavier, namun pesta yang mereka adakan adalah pesta private yang hanya mengundang orang-orang terdekat dari kedua belah keluarga. Pada dasarnya, Quinn bukanlan istri utama, seseorang yang kelak menjadi nyonya besar Knox, dia tidak ubahnya sebagai seorang selir, wanita lain yang dimiliki oleh Xavier. Keluarga Knox masih cukup menghargainya dengan memanggil Quinn sebagai istri kedua Xavier dan memberinya dokumen resmi pernikahan, ketika orang lain hanya akan membiarkan wanita lain tanpa status.Bibinya, Yuer dengan penuh semangat menyiapkan pesta pernikahan dengan baik. Secara perlahan bibinya yang terpuruk dengan hal yang menimpa sang suami lambat laun kembali menjadi dirinya yang ia kenal. Wanita itu juga memastikan bahwa nyonya Knox melakukan semua hal sesuai den
Hanya dengan sentuhan kecil dari kedua tangan mereka yang memiliki ukuran yang berbeda, terasa seperti kupu-kupu menari dari ujung telunjuknya, memenuhi seluruh tubuhnya. Bond yang menyatukan mereka bersorak bergembira ketika mereka bersentuhan.Xavier juga merasakan hal yang sama, dimana jenderal itu terdiam sesaat sebelum membimbing Quinn menuju aula pernikahan. Melangkah bersama, dengan gerakan yang tidak pelan, namun juga tidak bisa dikatakan cepat, di bawah tatapan puluhan pasang mata tamu yang hadir.Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat, ketika dari telapak tangan mereka mengalirkan energi kepada satu dan yang lainnya. Ketika Xavier membuka tudung yang menupi wajahnya, menatapnya dengan emosi yang tidak terbaca, tidak dapat ia mengerti dan pahami. Lalu ketika tangan Xavier terangkat, menyentuh keningnya— begitu dekat dengan Flower merah maroon di punggung tangannya. Quinn menutup matanya, merasakan kekuatan Xavier lebih jelas, lebih nyata, seperti mereka adalah dua oran
Di tengah malam, jenderal Xavier mendatangi kamarnya. Berdiri di depan pintu tanpa peduli dengan angin dingin yang datang bersamaan dengan dirinya. Dua mata yang berbeda warna berpandangan, larut dalam tatapan panjang dan pikiran masing-masing. Xavier berdiri di sana, dan Quinn tidak menyuruhnya untuk masuk. Pria itu melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya dengan rapat, menutup setiap rasa dingin yang ia bawa dibalik pintu yang masih tradisional di jaman yang penuh dengan kemajuan teknolgi. Tempat itu, ruangan itu, kamar itu, pakaian yang ia gunakan dan Xavier yang sudah duduk di hadapannya, mengingatkannya akan sebuah cerita yang dibacakan oleh sang ibu belasan tahun lalu. Tentang seorang selir yang diasingkan di tempat yang dingin setelah raja tidak lagi menyukainya. Tentu saja dirinya berbeda, karena jenderal Xavier tidak pernah memfavoritkannya. Duduk di balik meja kecil di hadapannya, Xavier Knox belum mengganti pakaian merah itu, masih menggunakan pakaian pernikahan mer
"Kau tidak perlu mengunjungi aku atau ibu setiap pagi, kecuali pada tanggal lima belas setiap bulan, aku menyebutnya sebagai pesta minum teh. Dulu hanya aku dan ibu, sekarang ditambah dengan dirimu." hari ini bukan tanggal lima belas, namun ia sudah mengunjungi nenek dan nyonya Knox di pagi hari, dilanjutkan dengan sarapan dan minum teh di hari pertamanya sebagai anggota keluarga Knox yang baru.Quinn yang terbiasa sendiri di apartemennya merasa sedikti asing dengan peraturan keluarga ini. Mereka bilang setiap keluarga bangsawan memiliki tradisi mereka sendiri, jika Knox sudah serumit ini, lalu bagaimana dengan keluarga yang lain? Ah benar, sepertinya Knox yang paling rumit."Di sini, sarapan di tempat masing-masing, akan ada koki dan pelayan khusus yang menyiapkan sarapan dan makan siang untukmu, namun untuk makan malam, semua anggota keluarga akan makan malam di ruang makan. Kecuali saat hal-hal mendesak dan keperluan lainnya, aku harapkan kau bisa makan malam bersama kami, nona Qui
Menjelang siang, Quinn dan nyonya Knox sudah menyelesaikan dua buah rangkaian bunga yang cantik dengan karakteristik yang berbeda namun terlihat indah dengan caranya sendiri. "Quinn, bisakah kau membantuku meletakan rangkaian bunga ini di aula tamu dan di Summer Room? Ada yang harus aku kerjakan." Quinn mengangguk setuju.Quinn yang tidak begitu mengenal seluk beluk kediaman luas keluarga Knox membawa rangkaian bunga yang telah ia buat dibantu oleh robot pelayan. Jarak dari tempat A ke tempat B bisa dikatakan cukup jauh untuk berjalan kaki. Ketika di luar sana orang-orang akan menggunakan spacecar atau walking street— yang dimana kau hanya perlu berdiri di atasnya dan sampai di tempat tujuan tanpa menghabiskan banyak tenaga, kediaman bangsawan Knox memilih tidak menggunakan satupun dari teknologi yang ada. Nampaknya ia akan menjadi wanita yang lebih sehat selama di sini."Ini adalah aula tamu, anda bisa meletakan rangkaian bunganya di sini." robot itu mengambil salah satu bunga, namun
Xavier berdiri di bawah lampu taman, sedikit menunduk untuk melihat wajah Quinn. Mata gelap miliknya memantulkan cahaya nan temaram. "Xavier.." bisiknya lirih. Berdiri saling berhadapan setelah hari pernikahan mereka beberapa hari yang lalu. Ia tahu sang suami menghindarinya, tidak pulang dan menghabiskan waktu di markas."Kau kembali..." ia langsung merubah perkataannya, "apa kau membutuhkan sesuatu dariku?" ia tidak ingin berharap banyak. Akan tetapi pria itu tetap berdiri diam, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan suatu hal, sayangnya kalimat itu tidak kunjung keluar. Entah sejak kapan, ia seperti bisa membaca Xavier— tanpa sadar mengerti apa yang pria itu ingin darinya, namun Quinn bergeming menunggu Xavier menurunkan egonya sendiri.Alih-alih mengungkapkan keinginannya dengan perkataan, jenderal Soul Planet itu meraih tangan Quinn, menggenggamnya ke dalam tangannya yang jauh lebih besar. "Aku akan mengantarmu hingga ke kamarmu." ujarnya menarik Quinn perlahan. Jika dirinya
Bibir pleum Quinn kelu, tidak dapat berkata-kata. Ayah dan ibunya sudah tiada, yang tersisa adalah keluarga sang paman yang satu-satunya bisa ia panggil dengan keluarga, dengan keadaannya yang seperti ini, ia tidak bisa berharap ada seorang pria yang ingin menikahinya dan diterima oleh keluarga sang pria. Nyonya Reigna mungkin saja adalah orang baik, atau dia baik karena bond yang terhubung antara dirinya dan putranya. Apapun itu, Quinn seperti mendapatkan kehangatan.Quinn mengalihkan wajahnya dari sang nyonya, menatap hamparan bunga yang berwarna warni, sedangkan di luar, seluruh tanaman sudah menggugurkan daun mereka. Reigna Knox, hanya bisa tersenyum dengan respon tanpa jawaban yang diberikan menantunya padanya."Bagaimana jika kita berkeliling? Kau akan menemukan banyak bunga yang cantik." Quinn mengangguk setuju. Sepanjang tur panjang itu, Quinn mencoba untuk menurunkan dinding tinggi untuk orang sekitarnya. Ia mencoba merespon setiap perkataan ibu mertuanya dengan hangat dan ba