Share

04. Bertanggung Jawab

Setelah pasien di periksa oleh Dokter secara keseluruhan, Aidan melihat wajah sang Dokter menghela napas berat. Perasaannya buruk tentang kondisi perempuan yang ditabrak putranya. Aidan meminta Dokter itu untuk berbicara di luar bersamanya, tak lupa Noah juga ikut.

"Bagaimana keadaan Naira, Dokter?" tanya Aidan cemas.

Gadis itu, Noah baru mengetahui namanya setelah mendengar Aidan bicara. Namanya Naira.

"Pasien mengidap Paraplegia. Mengakibatkan tubuh bagian bawah mulai dari panggul ke bawah tidak bisa digerakkan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya fungsi gerak motorik dan fungsi indra sensorik akibat adanya gangguan pada otak atau saraf tulang belakang yang mengendalikan otot panggul dan tungkai."

"Apa dia akan bisa kembali berjalan, Dok?" tanya Noah sedikit gusar.

Setelah tahu Naira dinyatakan lumpuh alias mengidap Paraplegia, membuat Noah tidak tenang. Ia telah menghancurkan seorang gadis. Sekarang Naira tidak bisa berjalan karena ulahnya.

Dokter bernama Keenan itu menghela napas pelan. "Di lihat dari kondisinya, persentase kesembuhannya kecil. Tapi pada kasus pasien ini, kita bisa berharap pada terapi. Terapi dapat membantu meningkatkan kekuatan  otot dan kemampuan pasien bergerak."

Noah mengangguk paham. Pikirannya kembali tenggelam pada kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi terjadi ke depannya. Sementara Aidan kembali berbicara dengan Dokter. Entah apa yang mereka bicarakan Noah, tidak mendengarkan dengan baik.

***

Aidan dan Noah kembali ke kamar inap Naira. Di bangsal, Naira sudah tenang setelah tadi sangat panik karena ia tidak bisa menggerakkan kakinya.

Di sebelah Naira, ada Liana yang mengusap-usap punggung tangan gadis itu.

"Apa kata dokter?" tanya Liana pada Aidan.

"Ayo kita keluar, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu," ajak Aidan.

Liana tidak menolak, melirik Naira sekilas dan melepaskan tangannya. Wanita itu berdiri dan mengikuti Aidan.

Sepeninggalan kedua orangtuanya, Noah mendekati bangsal Naira. Tatapan Naira menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Membuat Noah semakin merasa bersalah.

"Maaf, aku yang sudah membuatmu jadi seperti ini," sesal Noah.

Naira tidak menyahut, bahkan tidak menoleh ke arah Noah yang mengajaknya bicara.

"Aku akan bertanggung jawab, semua biaya pengobatan akan ku tanggung dan juga aku akan menyerahkan diri ke polisi karena telah menabrakmu."

Naira memejamkan matanya, tangannya terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Ia tidak marah pada lelaki asing ini, ia hanya kesal. Kesal karena menolak ajakan Sandra pulang di malam itu, andai saja ia tidak berjalan, mungkin ini semua tidak terjadi.

"Bicaralah, kalau perlu maki saja aku," kata Noah lagi. Sungguh, ia merasa sangat bersalah karena insiden malam itu.

"Marah-marah hanya akan membuat tenagaku cepat habis," ujar Naira lirih.

Ada hal yang membuat Naira tidak tenang sejak tadi. Ia mengkhawatirkan kehidupannya setelah pulang dari rumah sakit ini. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini, dan sekarang ia sudah cacat. Bagaimana ia bisa mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?

Sementara di lain tempat, Aidan mengajak sang istri ke cafetaria di rumah sakit. "Persentase gadis itu akan sembuh sangat lah kecil."

Raut wajah Liana berubah sendu. "Gadis yang malang, dia tidak punya siapa-siapa lagi di sini."

Dahi Aidan mengerut dalam. "Apa maksudmu?"

"Tadi aku sempat bertanya di mana keluarganya, bagaimanapun juga keluarganya harus tahu tentang kondisinya. Dan ia mengatakan ia tidak memiliki keluarga," jawab Liana.

"Bagaimana dengan Noah?" tanya Aidan.

Liana menatap Aidan tidak paham. "Apa maksudmu?"

"Kamu ingat bukan? Noah mengatakan akan bertanggung jawab dengan menyerahkan diri ke polisi, bagaimana kalau cara bertanggung jawabnya diubah?"

Dahi Liana mengerut dalam. "Dengan cara apa?"

"Menikahkan mereka," ujar Aidan santai.

Kedua mata Liana membola mendengar saran Aidan. "Pernikahan bukanlah untuk main-main, Aidan!"

"Lagi pula, Noah sedang menjalin hubungan dengan Alaina. Kamu lupa?" lanjut Liana berapi-api.

Aidan mengulurkan tangannya mengusap punggung sang istri. "Sayang, tenang dulu. Alaina mengkhianati putra kita, dia berselingkuh dengan Keanu."

"A-apa?" Liana membulatkan matanya tak percaya atas perkataan suaminya. Ia tahu betul Alaina dan Keanu. Mereka berdua itu adalah sahabat baik Noah, ditambah Alaina yang juga menjalin hubungan dengan putranya.

"Aku sudah tahu ini sejak lama, itulah kenapa aku menyuruh Noah untuk memutuskan Alaina sejak dua bulan lalu."

"Bagaimana bisa?"

"Ya bisa, namanya juga tidak setia." Aidan mendengus.

Suasana kembali hening, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Bagaimana? Apa kamu mau melihat putramu di penjara?" tanya Aidan kemudian.

Liana menggeleng cepat. "Ibu mana yang tega melihat putranya berada di balik jeruji besi?"

"Kalau begitu kita harus melakukannya dengan saranku tadi."

Liana menatap Aidan ragu. "Noah pasti tidak suka dengan rencanamu."

"Dia tidak punya pilihan lain. Dia harus merawat Naira, gadis itu lumpuh karenanya."

Aidan masih melihat keraguan di wajah istrinya. Dengan yakin, ia menggenggam tangan Liana. "Aku akan membicarakan ini pada Noah nanti."

Liana hanya bisa mengangguk pasrah.

***

"Maksud Papa apa?" tanya Noah dengan raut wajah yang tidak senang. Dahinya mengernyit dalam.

Siang ini ia pulang ke rumah atas perintah Aidan. Sementara di rumah sakit, Mamanya dan adiknya Mikhaela menjaga Naira.

Tanpa Noah duga, Papanya mengatakan hal yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia menikahi Naira? Bahkan Noah baru tahu nama gadis itu hari ini. Pernikahan bukan permainan semata.

"Jadi kamu milih dipenjara? Kamu pikir berada di dalam penjara itu mudah?" tanya Aidan dengan datar.

"Iya ini salah aku, mau gimana pun aku harus menanggung akibatnya. Termasuk dengan hukuman penjara.

"Makanya itu, bentuk pertanggungjawaban kamu itu dengan menikahinya. Kamu harus menjadi kaki Naira," ujar Aidan dengan tegas.

"Kenapa harus dengan menikah? Memangnya dia tidak memiliki keluarga yang merawatnya?" tanya Noah dengan keras kepala.

"Iya, dia tidak memiliki keluarga. Dia sebatang kara di dunia ini," tukas Aidan tegas.

Noah tertegun, mendadak ia kehilangan suaranya untuk membela diri agar tidak menikahi Naira.

"Kamu tega padanya? Dia tidak memiliki siapapun lagi, dan sekarang dia cacat karena ulahmu." Aidan berujar, sengaja dengan nada memprovokasi.

Noah bungkam dengan kepala yang tertunduk. Dahinya mengernyit dalam karena batin dan otaknya sedang berseteru di dalam tubuhnya.

"Papa juga tahu kelakuan Alaina di belakangmu, dia selingkuh dengan Keanu. Sudah Papa peringati sejak dua bulan lalu, kamu tidak mendengar," ujar Aidan mengungkit pasal perselingkuhan Alaina.

Kepala Noah terangkat, ia menatap Aidan dengan tatapan yang tidak bisa dibaca. Bahkan Papanya sudah tahu lebih dulu masalah Alaina. Memang dua bulan lalu Papanya menyuruh ia agar putus dari Alaina, tapi tidak disertai alasan yang jelas. Maka dari itu, Noah tidak mendengarkan Aidan dan masih menjalani hubungan dengan Alaina. Hingga puncaknya saat ia tahu semuanya kemarin.

"Sekarang kamu pikirkan kedepannya seperti apa. Pikirkan, kalau kamu dipenjara, kamu membuat Mamamu sedih. Dan kalau kamu menikahi Naira, beban gadis itu akan terangkat sedikit karena ada kamu sebagai kakinya. Menompang kehidupannya." Tatapan Aidan berubah, tidak tegas dan datar lagi. Melainkan tatapan lembut, agar sang putra dapat menyerap ucapannya dengan baik.

Noah menarik napas panjang lalu dihembuskannya dengan perlahan. "Apakah jalan satu-satunya memang harus dengan pernikahan?"

***

Aidan dan Noah kembali ke kamar inap setelah dua jam berada di luar. Di sana Naira sudah tertidur lelap. Liana juga tampak memejamkan matanya sembari berbaring di sofa.

"Setelah dia bangun, kamu beritahu dan dekati dia. Bagaimanapun juga kalian akan menikah dan hidup bersama," bisik Aidan.

Noah mengangguk singkat. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa kosong. Ia memejamkan matanya sembari mengurut pangkal hidungnya. Rasa pusing menyerang kepalanya.

"Tidurlah. Papa kembali ke rumah dulu. Bilang pada Mamamu kalau nanti Sean akan menjemput," pesan Aidan yang langsung diangguki oleh Noah.

Aidan mengayunkan kakinya keluar dari kamar inap. Ada sesuatu yang harus ia lakukan.

Aidan mengeluarkan ponselnya lalu mendial nomor tangan kanan Noah.

"Tony, cari tahu tentang Naira Raquella Foster. Tolong dalam waktu dua jam semua informasi tentangnya sudah ada di emailku."

Setelah memberi perintah. Aidan memutus sambungan telepon dan kembali melanjutkan langkahnya menuju parkiran.

***

Naira sudah membuka mata sejak satu jam yang lalu. Namun ia tidak berani bersuara karena menyadari dua orang asing yang sejak kemarin mengurusnya sedang terlelap. Bahkan ia dengan hati-hati menggerakkan tangannya menekan tombol di remote untuk mengatur posisi yang nyaman di bangsalnya.

Kedua manik Naira menatap kakinya yang tertutupi selimut. Ia memejamkan matanya, teringat dengan ucapan dari Liana beberapa jam yang lalu. Sekarang ia lumpuh, tidak bisa berjalan. Kenyataan pahit yang membuat dadanya sesak dan terasa sakit.

Bulir airmata mengalir deras keluar dari kelopak matanya. Naira membekap mulutnya, agar isak tangisnya tak terdengar keras.

Ternyata walaupun sudah ditutupi, isak tangis itu tetap terdengar. Noah membuka matanya dan melirik Naira di atas tempat tidurnya. Rasa nyeri menghujam hatinya. Diam-diam gadis itu meratapi nasibnya. Sekarang hati Noah semakin kuat dan yakin. Ia pasti akan menikahi Naira dan menjadi kaki bagi gadis itu.

Noah berdiri, ia mendekati Naira dan duduk di kursi yang ada di sebelah bangsal. Naira menarik selimut dan menutupi wajahnya.

Noah menarik selimut itu. Tangannya terulur, menyapu pipi Naira yang basah. "Maaf," lirihnya.

Naira memalingkan wajah. Tangannya mencengkram selimut dengan erat.

"Aku akan menebus semua kesalahanku padamu. Akan ku buat kau bisa berjalan lagi," ucap Noah tegas.

Naira menoleh. "Bagaimana caranya?"

"Dokter mengatakan tidak ada yang mustahil untuk kondisi tubuhmu. Aku akan mencarikan dokter handal untuk terapimu dan..."

Noah menggantungkan kalimatnya. Lidahnya terasa kelu hendak mengucapkan pernikahan.

Dahi Naira mengernyit samar. "Dan apa?"

Noah menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan tenang.

"Aku akan menikahimu. Menjadi kakimu dan aku akan merawatmu."

Mata Naira membulat sempurna. Ia menatap Noah tak percaya. "Apa? Menikah?!" pekiknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status