Malam itu Zinnia kembali menemani sang atasan di kamar rawatnya. Pria itu berbaring di atas tempat tidurnya. Merebahkan dirinya yang masih merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya. Zinnia yang sudah selesai mengurusi sang direktur pun mulai mengistirahatkan dirinya. Tidur di atas sofa panjang di sudut ruangan. Berseberangan dengan tempat tidur Reyner. Gadis itu langsung terlelap. Mungkin karena rasa lelahnya setelah berhari-hari menemani pria itu.
Sudah pukul sebelas malam. Reyner masih belum bisa tidur. Maklum saja, dirinya sudah tertidur selama dua hari penuh. Pria itu memainkan ponselnya. Lalu mendengar Zinnia yang bergerak berpindah posisi yang tadinya memunggunginya. Kini gadis itu menghadap ke arahnya. Kedua matanya sudah terpejam rapat dengan selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Reyner menatap wajah damai itu. Dalam hatinya ia merasa sedikit kasihan pada gadis itu. Ia sudah berlaku seenaknya selama ini. Namun, hanya gadis itulah yang pernah berani melawannya. B
Kini hanya ada Nurmala dan Zinnia yang terjebak di tubuh sang atasan. Gadis itu merasa canggung ditinggal berdua dengan calon ibu mertua. Nurmala menatap lembut wajah putranya. Ia bahkan menyuapinya dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang."Rey. Mamah tuh sebenernya sayang banget sama kamu. Sama Chandra juga. Tapi kenapa kamu selalu memilih menyendiri?" tanya Nurmala pada anaknya. Zinnia kini tahu, sang atasan itu benar-benar orang yang tertutup. Bahkan dengan keluarganya sendiri."Aku juga sayang sama Mamah," balas Zinnia tak kalah lembut. Membuat wanita di hadapannya menunjukkan rona bahagia. Sunyi beberapa saat."Rey. Apa kamu nggak memikirkan lagi soal pernikahan kamu ini?" tanya Nurmala penuh harap. Zinnia kembali merasakan sakit di hatinya. Namun, ia mencoba bersabar. Ia sekarang sedang berada di dalam tubuh sang atasan. Kesempatan emas untuk meyakinkan calon ibu mertuanya."Enggak, Mah. Rey sudah yakin dengan keputusan ini. Lagipula aku sudah s
Siang itu, seorang pria berusia tiga puluh satu tahun sedang meminta orang yang ia percaya untuk menyelidiki kasus kecelakaan sahabatnya. Pria itu kini sudah mendapatkan cukup bukti yang mengarah kepada siapa pelaku penyerempetan mobil Rey di tol itu. Ia lalu menghubungi nomor sang pemilik perusahaan SJ Grup."Assalamu'alaikum, Dani. Ada apa? Apa kau sudah mendapatkan bukti siapa pelakunya?" tanya Pak Haris."Wa'alaikumussalam, Pak. Iya. Saya sudah mendapatkan sebuah bukti. Saya akan segera menuju rumah Bapak.""Baiklah. Aku tunggu kedatanganmu. Jangan lupa laporkan pada polisi jika memang ada yang sengaja mencelakai salah satu anggota keluarga Sukmajaya!" tegas Pak Haris."Baik, Pak."Tak mau berlama-lama, Dani segera menuju rumah mewah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Dengan membawa sebuah bukti yang kuat, ia segera melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah itu. Pak Haris sudah menunggu kedatangannya."Assalamu'alaikum," sapa Dani.
Sang Direktur Utama sudah diizinkan pulang di hari berikutnya. Reyner merasa senang karena akan segera tinggal di rumahnya yang memiliki kasur yang lebih luas. Beruntung sekali Zinnia selalu rajin membersihkan rumah sang atasan. Pak Haris dan istrinya pun datang untuk menjemput anak mereka."Rey. Akhirnya kamu bisa pulang. Untuk sementara tinggallah di rumah utama." Pak Haris mengajak putra sulungnya. Tak tega jika Rey tinggal di rumahnya sendirian. Coba saja jika pria itu tahu sang anak menyembunyikan sekretarisnya di rumah itu."Nggak, Pah. Aku tinggal di rumahku saja," balas Reyner menolak."Tapi, Rey. Kamu masih sakit. Biar Mamah bantu rawat kamu sampai benar-benar sembuh. Baru nanti kamu boleh tinggal di rumahmu lagi. Ya?" bujuk Nurmala pada anaknya."Nggak usah, Mah. Ada Zinnia yang menemaniku di rumah. Iya, kan?" tanya Rey menatap gadis yang berdiri di sampingnya.Zinnia tahu bahwa sang atasan sedang memerintahnya. Toh mereka memang tinggal
Pria paruh baya itu sebenarnya ikut senang karena Reyner akhirnya memilih Zinnia sebagai pendamping hidupnya. Pria itu tak bisa membayangkan jika mereka menikah dengan orang lain dan masih bertukar jiwa. Sungguh. Ia lega saat ikut menyaksikan keduanya saling memasangkan cincin pertunangan.Rey dan Zin diam selama di perjalanan. Gadis itu memang sengaja tak membuka suara. Sedangkan Reyner mengalihkan pandangannya pada layar ponselnya. Ia akan menanyai Zinnia ketika mereka sudah tiba di rumah. Beberapa puluh menit kemudian, Pak Likin sudah memberhentikan mobil itu di depan rumah Reyner. Pria itu pun membantu membawakan barang bawaan sang direktur ke dalam rumah. Zinnia mencoba menuntun tangan Reyner saat berjalan memasuki rumahnya."Makasih banyak ya, Pak," ucap Zinnia ketika Pak Likin sudah kembali ke dalam mobil."Sama-sama, Mbak. Saya permisi dulu, ya? Assalamu'alaikum," ucap pria itu."Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan, Pak," balas Zinnia.Se
Hari ke empat puluh satu. Reyner dan Zinnia kembali bertukar jiwa. Kini Zinnia tengah duduk di ruang tamu rumah mewah itu, sedang mengganti perban yang menutup kepalanya dengan plester khusus. Lukanya sudah mulai menutup sempurna. Hanya masih berbekas jahitan saja. Sedangkan luka pada wajahnya sudah mengering. Zinnia dengan terampil membungkus luka di pelipis sang atasan. Tangan kanannya pun sudah bisa digunakan lagi. Luka goresan pada telapak dan buku tangan Rey juga sudah mengering. Jiwa Reyner yang berada di dalam tubuh Zinnia hanya menatap gadis itu mengurusi dirinya."Kenapa, Mas?" tanya Zinnia menatap dirinya sendiri."Wajahku bisa jadi begitu ya? Kok kamu nggak?" protes Reyner menatap wajahnya lalu menatap wajah Zinnia melalui cermin yang tadi dipakai gadis itu."Itu karena aku spontan menutupi wajahku dengan tas yang waktu itu aku bawa buat tempat dokumen, Mas," jelas gadis itu menatap dirinya sendiri."Kau hanya memar di bagian tangan saja," sung
Pagi-pagi sekali Zinnia sudah bangun di kamarnya. Gadis itu mencari-cari keberadaan Bella. Ternyata sahabatnya tidur di sofa. Dengan segera gadis itu membangunkan Bella dengan pelan. Hari itu merupakan hari penting baginya."Bella. Bagun, Bel," panggil Zinnia. Bella pun menggeliatkan tubuhnya."Zin?" tanya gadis itu saat menatap wajah sahabatnya."Iya, Bel. Ini aku," jawab Zinnia sembari tersenyum. "Sholat jamaah, yuk!" ajaknya. Bella menganggukkan kepala.Kedua sahabat itu pun melaksanakan sholat subuh berjamaah di dalam rumah kecil itu. Setelah selesai, Zinnia segera membuatkan sarapan untuk keluarganya. Masih pukul lima pagi. Waktu yang cukup untuk membuat sarapan. Gadis itu benar-benar sudah mempersiapkannya. Ia sudah membeli dan menyimpan bahan-bahan makanan dua hari yang lalu. Saat di mana ia tahu keluarganya akan datang. Bella pun dengan senang hati membantu memasak."Zin. Aku ikut seneng deh akhirnya kamu akan nikah," ujar Bella masih denga
Pukul tujuh pagi dua mobil telah tiba di depan rumah. Reyner beserta keluarga Zinnia langsung masuk ke dalam mobil. Dengan sengaja Pak Agus dan istrinya membuat Reyner dan Zinnia duduk di bangku yang sama. Lalu mereka memilih masuk ke mobil yang berbeda. Menuju mobil yang lebih besar, bergabung dengan Bella dan kedua pamannya."Kalian sudah siap?" tanya Chandra yang sedang menjadi sopir sang kakak."Hm." Reyner menjawab singkat."Sudah, Mas," jawab Zinnia."Oke," balas Chandra. Sebenarnya pria itu tak rela jika sang kakak berhasil meminang gadis yang ia sukai. Namun, ia mencob kuat. Ia tahu hati Zinnia sudah dimiliki oleh sang kakak.Beberapa puluh menit perjalanan, mereka sudah tiba di rumah utama keluarga Sukmajaya. Kedua orangtua Zinnia serta paman-pamannya bertambah kagum melihat rumah yang ukurannya lebih besar dari rumah Reyner. Mereka sadar sekarang jika keluarga Reyner bukanlah keluarga sembarangan."Silakan masuk semuanya. Sudah dit
Acara pun dilanjutkan dengan makan bersama. Haris benar-benar bangga pada putra sulungnya. Ia bangga karena akhirnya Reyner melepas masa lajangnya dan menikah dengan seorang gadis yang sederhana. Sedangkan Nurmala masih diam. Wanita itu tengah mencoba menerima Zinnia sebagai menantunya. Chandra pun mencoba mengikhlaskan Zinnia menjadi kakak iparnya. Dani ikut hadir bersama istrinya yang sedang hamil muda. Memberikan selamat pada kedua pengantin baru itu.Acara pun selesai di siang hari. Reyner dan Zinnia kembali pulang ke rumah. Keluarga Zinnia pun segera bersiap untuk pulang, kembali ke Magelang. Hingga sore harinya mereka berpamitan pada Zinnia dan Reyner. Sebenarnya ia ingin keluarganya tetap berada di rumah itu untuk menemaninya. Masih rindu ia, khususnya dengan kedua orangtuanya."Nggak nginep di sini saja, Pak, Buk, Pakdhe, Paklik?" tanya Zinnia."Nggak, Nduk. Nanti kalau ganggu malam kalian," goda sang ibu sembari terkekeh."Iya. Nak Rey.