Hubungan antara Emily dan Jason mulai terlihat tidak masuk akal sejak saat itu. Jason yang menunjukkan kecemburuan dan rasa curiga, membuat Emily semakin bingung akan perasaan pria itu. Namun, berkali-kali Emily menanyakan perasaan Jason, lelaki itu selalu mengubah topik pembicaraan. Jika ditanya apa sebenarnya yang tengah direncanakan oleh Emily, hal itu sudah ia jelaskan berulang kali pada Jason dan ia tak yakin lelaki itu mendengarkan dengan baik, karena berulang kali Jason akan bertanya lagi. Dan Jason akan menyibukkan diri dengan pekerjaan setiap kali ia telah berhasil merampungkan satu episode pertengkaran antara dirinya dan Emily. Emily tahu itu, bahwa Jason memang menghabiskan waktu di kantor bukan di apartemen Tamara. Ia telah meminta beberapa pegawai Jason untuk terus mengawasi. Beberapa orang setuju, dan Emily akan membayar mereka dengan bayaran yang pantas karena telah membantunya menjadi seorang informan rahasia. Hari ini, Emily mendapat laporan yang sama, bahwa Jaso
Charles mengundang Emily dan Jason untuk makan malam di kediaman keluarga McKennel. Kedua orang tua itu merindukan Jason dan menantu mereka untuk makan bersama dan berbincang seperti biasanya. Emma sendiri yang menghubungi Emily untuk mengundang secara langsung, menantu dan putranya itu. “Kami sangat berharap kedatangan kalian. Charles memintaku dan beberapa pembantu untuk membuat masakan yang enak,” ujar Emma, terdengar bersemangat. Emily tak tega untuk menolak. Namun, Jason selalu pulang larut dan ia tak yakin apakah lelaki itu bersedia untuk pergi atau tidak. “Aku tidak tahu dengan Jason, akhir-akhir ini ia disibukkan dengan pekerjaannya. Namun, aku bisa datang, Nyonya McKennel, kau tenang saja. Nanti aku akan membantumu membuat kudapan kesukaan tuan McKennel.” Emily menjawab ajakan sang mertua sembari mengulas senyum senang. “Oh, tidak, sayang. Nanti Charles akan mengomeliku kalau kau sampai turun tangan untuk masalah ini. Kalian akan menjadi tamu nanti, jangan sentuh apa pun,
Emily keluar dari gedung yang ia datangi bersama Alex—sahabatnya semasa di panti asuhan. Ia tak bisa jika tidak membantu memecahkan masalah yang tengah dihadapi oleh Alex. Pria itu terpaksa harus bercerai dengan istrinya dikarenakan kekerasan dalam rumah tangga yang konon dilakukan oleh sang istri. Emily sangat mengenal Alex, meski ia tinggal di panti asuhan terhitung hanya selama beberapa tahun sebelum kemudian Charles mengadopsinya. Jadi ia tahu betul apa yang dialami oleh Alex dan apa yang diceritakan olehnya pastilah benar. “Kau sendiri bagaimana, Em? Apakah kau bahagia menikah dengan Jason? Dia terlihat—” Emily tergelak saat Alex tak melanjutkan kalimatnya. “Aku tahu. Jangan katakan, kalau tidak aku akan sangat marah padamu!” ujar Emily sembari mencebik. “Kau masih saja tidak suka kalau aku menjelekkan lelaki brengsek itu, huh? Sebegitu cintakah kau padanya?” Alex, pria dengan rambut sewarna tembaga dan bola mata gelap itu memandangi Emily dengan tatapan penuh arti. Tanganny
Jason tak bisa berkutik saat Emily dengan tenang mengatakan kalau lelaki yang pergi bersamanya adalah mantan kekasihnya. Emily tidak bermaksud menyiksa Jason dengan rasa sakit, ia hanya ingin Jason tahu, seperti apa rasanya jika diduakan. Ada fakta dan sisi lain yang tersembunyi dari hubungan Emily dengan Alex, sebenarnya. Benar bahwa mereka dulu pernah saling menyukai, tetapi tak benar bahwa mereka pernah menjalin cinta. Emily hanya ingin bermain-main dengan Jason. “Apa katamu? Mantan kekasih? Dan kau pergi ke lembaga hukum bersama mantan kekasihmu? Untuk apa, Emily?” tanya Jason dengan intonasi yang meninggi. Cemburu, mungkin itu yang mendasari sikap Jason saat ini. Meski dirinya sendiri telah berkali-kali menyakiti Emily, baru kali ini ia tahu rasanya. Dan didera cemburu itu sangat tidak menyenangkan. “Ya, memangnya ada masalah?” tanya Emily dengan nada bicara yang berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh sang suami. Wanita itu tampak begitu tenang dan terjaga tutur katany
Emily duduk termangu setelah Tamara pergi. Tak hanya sendiri, melainkan Jason yang mengantarnya kembali ke apartemen. Dada Emily terasa sesak. Selama ini ia berusaha menahan sekuat apa pun Jason menyakitinya. Namun, untuk yang satu ini, ia tak akan tahan.Pernikahan macam apa yang membuat dirinya harus menanggung derita sebesar ini?Emily tak ingin menunggu Jason hingga pulang. Ia memutuskan untuk pergi. Namun, ke mana? Ia tak mungkin tetap bertahan di rumah itu, karena pasti akan membuatnya semakin sakit karena ada kenangan tentang Jason dan segala sakit serta manis yang lelaki itu berikan.Emily mengambil barang-barang kemudian mengemasi dan pergi tanpa membawa kendaraannya. Ia tak ingin Jason atau siapa pun menemukannya.Ia mengambil secarik kertas dan pena, menulis sebaris kata pesan untuk Jason, bahwa ia pergi untuk menenangkan diri agar tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Emily bergegas pergi sebelum Jason kembali yang nanti akan memungkinkan drama baru di antara mereka.
“Kau akan kembali padanya?” tanya Alex, yang Emily tak peduli lagi apa maksud dan tujuan pria itu bertanya, karena isi kepala Emily kini sudah berceceran ke mana-mana. Bagaimana bisa ia berpikir jernih untuk saat ini? Membayangkan apa yang akan terjadi padanya dengan kehamilan ini ditambah kekacauan pernikahannya saja membuatnya tak berdaya.Ia sedang mengandung, sama seperti Tamara yang bahkan mereka mengetahuinya di waktu yang tak jauh berselang. Lantas andai Emily mengatakannya pada Jason, apakah lelaki itu akan peduli? Apakah Jason akan memutuskan untuk memilih Emily? Atau justru tetap bertahan bersama Tamara?Emily mengangguk, menjawab pertanyaan Alex. Ia kemudian menoleh pada pria yang telah memberinya tumpangan semalam, dan hendak mengucapkan terima kasih. Namun, yang terjadi justru ia makin bungkam.“Maafkan aku, Alex.”“Untuk apa?”“Karena menjadikanmu tempat pelarian. Aku sungguh tidak bermaksud—“Alex tak menjawab, melainkan menarik Emily masuk ke dalam dekapannya. Ia tak l
Emily tak mengatakan keberadaannya pada Jason. Ia hanya meminta Jason untuk menunggunya di halte terdekat, dan mereka akan bertemu di sana. Dan yang haru sia lakukan untuk saat ini adalah keluar dari mansion Alex tanpa menimbulkan kesan melarikan diri.Ia memang tidak sedang melarikan diri, tetapi bukankah ia seharusnya menunggu Alex tiba di rumah? Atau setidaknya menghubungi Alex terlebih dahulu baru memutuskan untuk pergi.Ia akan menghubungi pria itu nanti.Kini, Emily tengah membereskan barang-barang yang ia bawa. Kemudian setelah meneguk susu yang disediakan di meja makan, ia bergegas keluar dari kediaman Alex. Namun, baru melangkah keluar dari pintu, salah seorang pengawal Alex menghampirinya.“Kau mau ke mana, Nona Karlton?” tanya pria berbaju setelan jas hitam itu. Pria tegap itu tampak penuh selidik, tampaknya ia telah diminta untuk menjaga Emily oleh Alex sebelum berangkat ke kantor.Emily tak gentar dengan apa yang dilakukan pria bersetelan jas hitam yang berdiri menghalang
Emily tak menyentuh makanannya sama sekali, terlebih ketika Alex sendiri yang mengirimkan makanan itu untuknya. Kegilaan Alex sama sekali tak bisa ia terima. Ia tahu kalau Alex menyukainya sejak lama, tetapi tak menyangka rasa suka itu berubah menjadi kegilaan yang tak terbendung hingga ia melakukan hal semacam ini pada Emily.“Em ... makanlah dulu, setelah itu kau boleh marah lagi padaku,” ucap Alex sembari menyodorkan sendok berisi sup krim pada Emily yang sejak kemarin tak terisi apa pun.Emily tak menjawab maupun menerima suapan makanan yang disodorkan oleh Alex. Ia hanya melirik sekilas lalu memilih untuk meringkuk dan menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Emily bisa mendengar Alex mendesah putus asa karena tak berhasil meminta Emily untuk menghabiskan makanannya.“Em ... aku hanya ingin kau tahu kalau aku bisa merawat dan mencintaimu, tidak seperti suamimu. Aku bahkan jauh lebih baik dibanding Jason.”“Aku tidak ingin mendengar apa pun darimu, Alex. Pergi dari hadapanku!”“Em—“