Alex sudah berada di ruangan Emily. Ia masih tak bisa berkata apa pun, karena melihat kondisi sahabatnya itu membuatnya cukup terkejut.Emily memang tidak mengatakan apa pun, tetapi Alex sudah bisa menduga apa yang menimpa wanita yang terbaring di hadapannya, memandanginya sembari mengulas senyum hangat.Dengan beberapa pria di sekelilingnya, tak mungkin Jason akan membiarkan begitu saja. Meski Alex tidak ketahui alasan yang mendasari, tetapi ia yakin, Jason akan menghalalkan berbagai cara untuk membawa Emily kembali ke kehidupannya.“Kenapa kau hanya diam, Alex? Katakan sesuatu! Apakah kau akan seperti itu sampai nanti?” ucap Emily, yang sukses membuyarkan angan Alex yang sempat menduga-duga akan banyak hal.Pria itu hanya tersenyum kecut, kemudian menggenggam tangan Emily sesaat.“Aku tidak mau mengatakan apa pun yang nanti akan merusak suasana hatimu, Em. Bagaimana kondisimu sekarang? Bolehkah aku tahu apa yang terjadi hingga
Emily masih memikirkan perkataan Jeffry yang terdengar seperti ancaman baginya. Apa sebenarnya yang mendasari sikap Jeffry, hingga kini Emily sama sekali tidak tahu. Meski Shila mengatakan dengan jelas bahwa Jeffry tampak menyukai bahkan mungkin jatuh cinta padanya, Emily tak semudah itu percaya. Mereka baru saja bertemu, itu pun karena sebuah kesalah pahaman, lantas bagaimana mungkin ada rasa cinta? Emily tidak mempercayai cinta pada pandangan pertama yang mana itu tak punyai dasar untuk jadi sebuah alasan cinta itu tumbuh. Cinta yang mudah tumbuh, maka akan mudah berakhir. “Jangan bandingkan dengan Jason, Em. Laki-laki itu adalah anak mama, karenanya ia tak bisa menghargai perasaanmu yang begitu tulus untuknya. Sementara Jeffry, ia berbeda. Kurasa kau harus pertimbangkan untuk memberinya kesempatan untuk lebih dekat. Agar kau bisa mengenalnya lebih baik.” Emily tak mungkin begitu saja mengiyakan, karena apa yang diungkapkan oleh Shila ha
“Siapa pria itu, Ed?! Mengapa ia terus mendekati mantan istriku?” tanya Jason pada lelaki yang kini duduk di seberang mejanya. Namun, pria itu tak bisa memberi jawaban pasti.“Tampaknya itu adalah salah satu klien Nona McKennel, Tuan. Karena dari yang kudengar, mereka akan mengerjakan proyek pembangunan unit properti di sekitar kantor kita.” Edward memberi informasi sesuai yang ia dapatkan tanpa ia tutupi sedikit pun.Namun, tampaknya, Jason tak puas akan itu.“Demi apa ia membangun unit properti di sekitar kantor kita, Ed?” cecar Jason, yang mulai tak sabar akan sikap Jeffry yang terus mendekati Emily.“Maafkan aku, Tuan. Aku juga tidak mengetahui motifnya. Namun, bisa jadi hanya demi bisnis. Karena ia adalah pemilik bisnis kelab yang terkenal. Bahkan di pulau Bali. Di sanalah ia dan Nona McKennel bertemu, kabarnya.”Jason tampak mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Edward tidak melihatnya secara langsung. Namun, dari ura
Emily tak mengerti, apa yang membuatnya membuka pintu untuk pria arogan dan dominan seperti Jeffry kali ini. Yang ia tahu, Jeffry kedinginan dan Emily tak mungkin membiarkan pria itu mati membeku di luar. Namun, hanya itu yang bisa dilakukan oleh keduanya. Terlebih karena Shila tak juga berpindah dari tempat itu. Gadis itu seakan tak rela jika tidak menyaksikan bagaimana interaksi antara Emily dan Jeffry. “Ehem ....” Jeffry berdehem sekali sembari melirik Shila yang masih berada di tempatnya sembari menggulir layar ponsel. “Nona Andreas, apakah kau tidak ingin membuatkan kami minuman?” Shila yang semula menikmati kegiatannya, dengan terpaksa bangkit dan menuju ke dapur untuk memenuhi apa yang Jeffry minta. Ia bukan asal mau melakukan perintah pria yang bukan bosnya—karena Emily-lah yang seharusnya memerintahkan sesuatu. Namun, Shila hanya tak ingin mengganggu usaha Jeffry untuk mendekati Emily. “Apa yang ingin kau bicarakan, Jef
Emily bahkan belum bangun saat Jeffry sudah berada di depan pintunya. Shila yang menyambutnya dan Jeffry mengajak gadis itu berbicara sebentar sembari duduk di teras dan menikmati udara pagi.Sempat beberapa saat keduanya membisu. Karena ada berbagai macam pemikiran yang menyelinap di benak Jeffry. Begitu juga Shila. Pertanyaan tentang seberapa besar rasa cinta Jeffry terhadap Emily, sahabatnya.“Bagaimana kondisi Emily?” Jeffry akhirnya memulai pembicaraan yang sejak tadi hanya terjeda kebisuan.Shila mengangguk, bersiap untuk menjawab pertanyaan ambigu yang sesungguhnya Jeffry sudah ketahui jawabannya.“Seperti yang kau lihat, Tuan. Emily baik-baik saja dan sudah membaik. Namun, aku tidak tahu mengapa oa masih ingin menuruti perintahmu untuk tetap menggunakan kursi roda itu.”Jeffry tanpa sadar mengurai senyum tipis. Tatapan matanya terlihat berbinar, seolah sungguh-sungguh bahagia. Lantas bagaimana dengan pembicar
Emily tidak segera memberi respon atas ucapan Jeffry. Ia gamang, tentu saja. Tak mungkin bisa menerima pria yang baru beberapa hari ia kenal dan tiba-tiba mengajaknya menikah. Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran Jeffry sampai ia bisa memikirkan untuk melamar Emily di saat yang sangat tidak tepat seperti ini? Emily menikmati sarapan bersama Shila dan Jeffry dengan perasaan tak karuan. Beberapa kali Jeffry menoleh pada Emily yang menyembunyikan wajahnya, tetapi wanita itu tak tahu kalau pria yang baru saja melamarnya itu masih terus memerhatikannya. Hanya Shila yang menyadari. “Ahem, kurasa aku sudah selesai dan akan mandi. Apakah kalian baik-baik saja jika kutinggalkan?” tanya Shila memastikan kalau Jeffry dan sahabatnya tidak akan bertengkar seperti biasanya. Keduanya mengangguk bersamaan, kemudian membiarkan Shila berlalu dari tempat mereka berada. “Kau belum menjawab,” ucap Jeffry, berusaha memecah kesu
Emily duduk di ruangan kerja Charles seperti seorang pesakitan. Setelah menyaksikan bagaimana kedekatan Emily dan Jeffry, Charles mulai merasa cemas. Ia tentu saja tak ingin mengulang kebodohan yang lalu dengan mengizinkan Emily berhubungan dengan Jeffry.Namun, tak mudah untuk memberi larangan pada wanita seperti Emily. Karenanya, meski ia tak ada hati pada Jeffry, setidaknya sang ayah mau memberi alasan mengapa ia begitu menginginkan Emily menjauh dari Jeffry.“Kau tidak perlu tahu alasannya, Em. Satu hal yang pasti, pria itu bukanlah orang baik. Ia akan membuat hidupmu sengsara hingga mati.”Ucapan Charles tentu saja membuat Emily bergidik ngeri. Separah apa tingkat laku Jeffry sampai Charles menjulukinya sebagai pembunuh? Apakah memang pernah terjadi hal buruk hingga pria itu begitu antipati terhadap Jeffry?“Tapi kau sudah membuatku begitu penasaran. Mengapa kau memanggilnya dengan julukan pembunuh? Apakah ia pernah melenyapkan nyawa
Emily tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh Jeffry sebagai usahanya untuk menyanggah keputusan yang telah Emily buat, karena ia sudah berada di mobil saat pria itu hendak mengatakan sesuatu. Emily cukup pandai menghindar. Hingga Jeffrey tak sadari bahwa Emily sudah tidak lagi berada tepat di hadapannya. Entah apakah Emily yang pandai melarikan diri ataukah Jeffry yang terlalu tenggelam dalam lamunannya. Karena itulah yang terjadi, Emily kini sudah mengemudikan mobilnya menuju ke rumah. Ia bergegas merebahkan diri saat dirinya tiba dan tidak menemukan Shila di mana pun. Hanya ada secarik kertas yang menyatakan bahwa Shila terpaksa harus kembali ke apartemennya karena mendapatkan kabar bahwa anjing peliharaannya melarikan diri. Sungguh konyol, tetapi itulah yang terjadi. Tak berapa lama, Emily jelas mendengar suara ketukan dari arah pintu yang ia duga itu adalah Jeffry yang tak terima dengan keputusan Emily. Pria itu