Share

Chapter III

Sesampainya di apartemen,Cleo menghempaskan tubuhnya di sofa depan tv.Clara meletakkan tasnya di kamar dan segera menyambar handuknya bersiap untuk mandi.

"Clara. Ternyata calonnya si Sheila itu tampan juga ya. Maskulin banget," ujar Cleo terlihat membayangkan.

"Jodohnya orang itu,jangan dikagumi," ujar Clara setelah menenggak air putih dalam botol di tangannya. Ia hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

"Cuma kagum aja,gak lebih kok. Tapi kan,kayaknya si Adit tu gak niat nikah sama Sheila. Gak ada semangat sama sekali. Beda banget sama antusiasnya Sheila," Cleo tak berhenti membicarakan customernya itu.

"Udahlah. Itu urusan mereka,yang penting tugas kita menyiapkan pesta terbaik untuk pernikahan mereka," ujar Clara bijak.

"Tapi kan..." Cleo belum ingin berhenti membicarakan customernya itu.

"Udahlah. Gua mau mandi dulu. Lu jangan lupa mandi,kalo badan lu bau gua gak dekat," ejek Clara sambil berlari memasuki kamar mandi sebelum Cleo melemparinya dengan bantal sofa.

"Gua bau juga  masih cantik!" teriak Cleo pada Clara yang sudah hilang di balik pintu kamar mandi.

...

"Ya ampun,serasi sekali kalian berdua mengenakan pakaian pengantin kalian. Tadi Sheila mengirimkan foto kalian berdua. Ternyata kita gak salah memilih EO. Walaupun mereka belum memiliki gedung sendiri,tapi kemampuan mereka memuaskan. Banyak teman-teman mama yang menggunakan jasa mereka," ujar nyonya Sulastri tersenyum puas.

"Bajunya memang bagus ma,nyaman dipakai," ujar Adit datar sambil tetap menonton tayangan di televisi.

"Tuh kan,kamu aja suka. Berarti memang bagus," nyonya Sulastri senang karena putra bungsunya menyukainya. Adit sangat pemilih dalam hal berpakaian. Jadi ia senang karena Adit tidak mengeluh dengan pakaian pengantinnya.

Sebenarnya Adit masih penasaran dengan perasaan aneh yang ia rasakan ketika berjabat tangan dengan Clara tadi siang. Ia tidak mengerti dengan perasaan itu,karena baru pertama kali ia rasakan. Tetapi semakin dipikirkan,semakin ia tidak menemukan jawabannya. 

Melihat ibunya yang sekarang sedang berbahagia menyanjung-nyanjung calon menantu dan keluarganya,membuat Adit tersenyum tipis. Baginya,kebahagiaan ibunya adalah segalanya. Walaupun sebenarnya ia tidak menginginkan pernikahan itu.

...

Pagi ini Clara menyiapkan nasi goreng merah untuk sarapannya dengan Cleo. Biasanya memang ia selalu menyiapkan sarapan. Baginya sarapan itu penting untuk memulai rutinitas hariannya.

Cleo keluar dari kamar sambil mencium aroma yang tidak asing bagi hidungnya. Ia melihat dua piring nasi goreng merah sudah terhidang di meja.

"Wow,nasi goreng merah. Harum banget," ujarnya Cleo segera meraih sendok dan garpu.

"Gua siap-siap dulu ya. Lu makan aja duluan," ujar Clara seraya berjalan masuk ke kamarnya.

"Ok. Gak usah dibilangin juga gua bakal makan duluan," ujar Cleo sambil menyuapkan sesendok nasi goreng dakam mulutnya. 

Tak lama Clara keluar dari kamarnya dengan berpakaian rapi,memakai dress berwana tosca dan blazer hijau lumut.

"Ya ampun Cleo,sarapan lu udah habis?" tanya Clara tidak percaya.

"Kalo makan tu gak usah lama-lama. Biar bisa kerjakan kerjaan yang lain," Cleo memberi alasan.

Clara hanya menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya itu sambil menyantap sarapannya. 

.

"Ma,Adit berangkat dulu ya," pamit Adit pada ibunya setelah menghabiskan sarapannya.

"Jangan lupa nanti temankan Sheila makan siang," ujar nyonya Sulastri mengingatkan anak bungsunya itu.

"Kalau Adit gak sibuk ya,Ma," ujar Adit sambil mencium pipi ibunya itu.

"Adit. Plis jangan kecewakan Sheila lagi. Selama ini kamu selalu menolak ajakan makan siangnya. Apa salahnya makan siang bersama,kalian juga bisa lebih mengenal satu sama lain," nyonya Sulastri gemas melihat tingkah dingin anaknya pada Sheila.

"Mama.Adit sibuk,jadi gak bisa janji," ujar Adit sambil melangkah keluar menghilang di balik pintu besar rumah mereka.

"Adit! Pokoknya hari ini kamu harus temankan Sheila. Titik!" teriak nyonya Sulastri. Ia tidak habis pikir,kenapa Adit sama sekali tidak tertarik pada Sheila,gadis yang ia jodohkan untuk putranya itu. Kalau dilihat dari fisik,Sheila itu sangat cantik. Badannya pun seperti model. Entah bagaimana selera anak bungsunya itu.

.

"Clara,kita makan siang di resto baru yang gua bilang kemarin yuk. Katanya disitu makanannya enak dengan harga terjangkau," bujuk Cleo.

"Tapi itu agak jauh dari sini." Clara merasa enggan untuk makan siang yang lokasinya jauh dari tempat kerjanya. Ia lebih suka berjalan kaki mencari tempat makan di sekitar tempat kerjanya.

"Ayo donk Clara. Sekali-kali jalan agak jauh gitu. Kalau mobil mewah lu bisa bicara,pasti dia bilang bosan gak pernah diajak jalan-jalan sama tuannya,"Cleo masih berusaha membujuk Clara.

"Untung aja mobil gua gak bisa bicara,jadi gak berisik kayak lu," ujar Clara sambil tertawa kecil.

"Ayo donk Clara,masa lu gak bosan tiap hari cuma pulang pergi ke tempat kerja. Holiday juga cuma di rumah aja. Keluarpun cuma belanja keperluan harian atau bulanan." Cleo heran melihat sahabatnya itu. Clara hampir tidak pernah keluar untuk bersenang-senang seperti gadis yang lain. 

"Ok,ok. Kita makan siang di tempat yang lu rekomendasikan itu." Akhirnya Clara mengalah pada sahabatnya itu. Kalau tidak,Cleo pasti akan mengkritik bagaimana ia menjalani kehidupannya. Sebenarnya Clara merasa nyaman dengan kehidupan yang ia jalani. Dan ia tidak merasa masalah dengan semua itu.

"Akhirnya,!" Cleo bersorak senang.

Clara hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

.

"Hai Adit!" tiba-tiba Sheila sudah masuk ke ruang kerja Adit. 

" Kenapa kamu ada di sini? Kenapa tidak memberi kabar kalau akan kemari?" tanya Adit pelan sedikit terkejut.

"Mama kamu yang suruh aku datang kemari. Katanya hari ini kamu bisa temani aku makan siang," ujar Sheila memberi penjelasan.

"Mama lagi." Adit menghela nafasnya pelan.

"Kamu bisa kan temani aku makan siang? Aku udah jauh-jauh kemari masa kamu tolak lagi sih,Dit? Ayolah." Sheila sedikit merengek pada Adit.

"Ok. Tapi kita makan disekitar kantorku saja karena di sini juga banyak resto yang bagus. Tidak boleh melebihi jam istirahat dan harus kembali sepuluh menit sebelum jam istirahat selesai,"  ujar Adit memberikan persyaratan.

"Ok,ok bapak Adit yang terhormat," ujar Sheila senang sambil memberikan senyum terbaiknya.

Adit merapikan file-file di meja kerjanya. Ia melihat arloji di tangannya.

"Ok,ayo," ujar Adit datar.

"Ayukkk," Sheila sangat bersemangat karena kali ini Adit mau menemaninya makan siang.

Sheila berjalan beriringan di samping Adit. Mereka terlihat sangat serasi sehingga menimbulkan bisik-bisik para pegawai. Ini pertama kalinya para pegawai melihat Adit berjalan dengan wanita selain ibu dan kliennya.

Ketika Adit dan Sheila berjalan di luar lingkungan kantorpun,mereka masih menjadi pusat perhatian.

"Adit,kita makan di sini aja,yuk. Kata temanku di sini makanannya enak,"  Sheila memberikan rekomendasi salah salah satu restauran yang tak jauh dari lingkungan kerja Adit.

Adit melihat restauran itu dan berfikir sejenak. Restauran itu sederhana,simpel, tapi terasa nyaman.'Not bad',pikirnya.

"Ok,lumayan."

Akhirnya mereka masuk dan mulai mencari tempat duduk yang sudah dipenuhi orang-orang. 

"Restauran ini lumayan juga peminatnya," gumam Adit.

Sheila sibuk melihat sana sini mencari tempat duduk. Akhirnya ia melihat sosok yang ia kenal duduk di salah satu meja.

"Adit,ayo kita ke sana," ajak Sheila sambil berjalan menuju meja yang berada di dekat  jendela.

Adit hanya berjalan diam mengikuti Sheila. Sampai akhirnya ia menyadari siapa yang duduk di meja itu. Sosok yang menimbulkan  perasaan aneh pada dirinya dan membuatnya penasaran.

"Clara,Cleo. Kalian makan disini juga?" sapa Sheila pada orang yang duduk di meja itu. Tak lain adalah Clara dan Cleo.

"Ah,nona Sheila. Kebetulan kita bertemu disini," ujar Cleo bersemangat. Ia terlihat sedikit melirik pada Adit. Sosok tampan yang berada di samping Sheila.

"Boleh kami gabung duduk di sini? Sepertinya meja lain penuh," ijin Sheila pada kedua gadis itu.

"Tentu saja,dengan senang hati. Iya kan,Clara?", Cleo meminta pembenaran dari Clara.

"Boleh saja," ujar Clara sambil tersenyum kecil.

Melihat senyum kecil Clara,membuat Adit merasakan ada perasaan aneh di hatinya.

Akhirnya mereka berempat makan bersama dalam satu meja.

"Untung aja aku lihat kalian di sini. Kalau tidak mungkin aku sudah pulang dengan perasaan kecewa," ujar Sheila merasa lega.

"Restauran ini lumayan terkenal karena rasanya yang lezat dan harganya yang terjangkau. Jadi peminatnya lumayan banyak," Cleo memberi penjelasan.

"Iya. Aku juga dapat rekomendasi dari teman aku. Jadi aku coba mengajak calon suamiku ini kemari," ujar Sheila sambil menyenggol siku Adit.

Adit yang sedari tadi hanya memperhatikan handphonenya sambil sesekali melirik Clara,hanya memberikan senyum kakunya.

"Tapi sebenarnya masakan Clara juga enak loh. Gak kalah rasanya sama masakan restauran. Setiap pagi pasti dia membuat sarapan. Katanya sarapan itu wajib gak boleh terlewatkan," ujar Cleo memberikan informasi.

"Benarkah? Wah,kapan-kapan boleh donk makan masakannya Clara. Jadi penasaran," ucap Sheila.

"Biasa aja. Cleo suka melebih-lebihkan," ujar Clara sambil tersenyum kecil.

Sedangkan Adit mendapatkan fakta baru tentang Clara. Jarang-jarang gadis zaman sekarang bisa memasak dan rajin membuat sarapan. Ia juga  yakin kalau Sheila tidak bisa melakukannya.

"Clara ini pokoknya calon istri idaman banget. Tapi gak tau kenapa sampai sekarang dia belum menemukan jodohnya. Padahal banyak banget laki-laki yang datang padanya. Kalau aku pasti langsung pilih satu. Bukan sembarangan laki-laki loh,yang datang mendekati Clara," cerita Cleo.

"Masa iya sih,Clara?" tanya Sheila menjadi penasaran.

"Pernikahan itu sakral. Aku cuma mau sekali seumur hidup," ujar Clara singkat memberi alasan.

Adit merasa tersindir. Pernikahannya di lakukan karena keinginan ibunya,bukan keinginannya. Apakah ia akan bahagia dengan pernikahan ini? Baru kali ini ia memikirkan pernikahannya. Selama ini ia hanya ikut apa yang dikatakan ibunya karena ia ingin membahagiakan wanita yang sudah melahirkannya itu. Perkataan Clara mulai mengusik dirinya.

Sheila dan Cleo asik bercerita. Sementara Adit dan Clara hanya sesekali menimpali atau hanya menjawab dengan senyuman kecil.

.

Clara belum dapat memejamkan mata,padahal waktu sudah menunjukkan tengah malam. Masih terngiang-ngiang perkataan Cleo tadi siang. Penyebab mengapa dirinya belum juga menikah,padahal banyak pria yang berusaha mendekatinya. Clara bahkan menolak rata semua lelaki itu walaupun ada beberapa yang menurut orang, sempurna untuk dijadikan suami. Semua tidak lepas dari trauma masa lalunya dalam menjalin kasih dengan pria. Banyak ketakutan yang ia rasakan. Tidak ada yang tau tentang masa lalunya di lingkungan barunya ini. Ini juga alasan mengapa ia pergi jauh mencari kerja ke ibukota. Ia belum siap untuk membuka hatinya untuk hal asmara dalam hidupnya.

.

Adit hanya bisa berbaring menatap langit-langit kamarnya. Ia masih teringat ucapan Clara,'pernikahan itu sakral,ingin sekali seumur hidup'. Ia mulai ragu,apakah keputusannya untuk menuruti rencana pernikahan yang diatur ibunya itu adalah pilihan yang tepat? Bagaimana kalau sebenarnya itu bukan pilihan terbaik untuknya? Kepalanya mulai berdenyut karena terus memikirkan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan. Menurutnya memikirkan pekerjaan lebih mudah daripada memikirkan pernikahan.

.

"Cleo,hari ini gua mau urus kontrak baru dengan supliyer kita. Jadi nanti makan siang lu gak usah tunggu gua," ujar Clara yang sedang mengurus beberapa file di meja kerjanya.

"Ok. Gua juga kayaknya gak bisa kemana-mana ini. Banyak kerjaan yang harus diurus. Nanti gua DO aja," ucap Cleo masih sambil menatap beberapa berkas di hadapannya.

Clara terlihat membereskan meja kerjanya dan memasukkan laptop dalam tasnya. Clara selalu membereskan meja kerjanya sebelum pergi. Ia memang tidak suka melihat meja kerjanya berserakan. Karena itu akan menyulitkannya jika ingin mencari sesuatu.

"Cleo,gua pergi dulu ya. Kalau mau DO,nanti skalian ajak Sofia biar gak sendirian," ucap Clara sambil berpamitan.

Ketika melewati stand bunganya,Clara menghampiri Sofia.

"Sofia,saya mau keluar bertemu supliyer. Nanti makan siang tolong temankan Cleo ya," pinta Clara.

"Baik mbk Clara," Sofia mengiyakan.

Clara segera berjalan menuju parkiran,ia segera menaiki mobilnya dan mengendarai mobilnya menuju tempat bertemu janji di daerah pinggiran kota.

.

"Kayla. Semua berkas kemarin sudah saya tanda tangani,saya letakkan di atas meja. Sekarang saya mau bertemu dengan kontraktor proyek terbaru kita. Nanti jika ada yang mencari saya tolong jelaskan pada mereka ya," pesan Adit pada sekertarisnya.

"Baik Pak." Kayla sekertarisnya berdiri mengangguk mengiyakan.

"Ok." Adit mengambil jas dan tas kerjanya. Ia segera masuk lift menuju parkiran.

Adit mengendarai mobilnya menuju lokasi dimana akan di bangun proyek terbarunya. Proyeknya kali ini berada di pinggiran kota,karena kali ini perusahaannya ingin membuat perumahan mewah dengan harga terjangkau.

.

Clara menjabat tangan supliyernya,mereka telah mencapai kesepakatan bersama.

"Terimakasih pak,mohon kerjasamanya," ujar Clara

"Terimakasih juga,mbk Clara masih mau bekerjasama dengan kami," ucap pria setengah baya yang berpenampilan sederhana itu.

"Sama-sama pak. Saya senang masih bisa bekerjasama dengan bapak," ucap Cleo sambil tersenyum.

"Saya pamit dulu mbak,masih ada kerjaan lain."

"Oh,iya pak."

Sementara supliyer itu sudah pergi,Clara masih mengerjakan sesuatu di laptopnya.

.

"Ok. Semua sudah clear. Saya tidak mau ada kesalahan sedikitpun yang bisa membahayakan,ok?" Adit mencoba memastikan semuanya sesuai rencana.

"Baik Pak Adit. Bapak jangan khawatir,saya akan memastikan semuanya beres.Saya permisi dulu Pak," pamit lelaki muda itu pada Adit.

Adit berjalan di deretan ruko mencoba mencari cafe karena memang sudah waktu istirahat siang. Di kejauhan,ia melihat sesosok gadis memakai dress lilac. Ia tau betul siapa gadis itu,ia pun mempercepat langkahnya menghampiri gadis itu.

"Hai!" Adit menegur gadis itu.

"Oh,hai,pak Adit. Anda sedang apa di sini?" tanya Clara yang terkejut bertemu Adit di luar daerah kerjanya.

"Saya bertemu kontraktor. Anda sendiri,sedang  apa di sini?" tanya Adit balik.

"Saya tadi bertemu supliyer," jawab Clara sambil tersenyum.

Melihat senyum sederhana Clara,membuat Adit merasakan perasaan aneh itu kembali.

"Apa anda ingin makan siang bersama? Kebetulan saya juga ingin makan siang," Adit menawari Clara untuk makan siang dengannya.

'Aneh,kenapa aku mengajaknya makan siang bersama? Padahal Sheila saja harus merayu beberapa kali agar bisa makan siang dengannya', batin Adit kebingungan.

"Boleh juga," jawab Clara.

"Bagaimana kalau di situ?" Tunjuk Clara di salah satu restauran yang terlihat lumayan untuk di daerah pinggiran kota.

"Boleh juga," jawab Adit mengiyakan.

Mereka pun segera berjalan menuju restauran yang tadi ditunjuk oleh Clara. 

.

Clara dan Adit keluar dari restauran. Mereka berjalan beriringan.

"Terimakasih makan siangnya tuan Adit. Lain kali saya yang akan mentraktir anda," Clara mengucapkan terimakasih karena Adit sudah mentraktirnya makan siang.

"Sama-sama,tidak masalah. Senang bisa mengobrol dengan anda," ucap Adit.

Mereka berjalan menuju parkiran yang letaknya tidak jauh.

"Ok,kita berpisah di sini. Sampai jumpa. Sekali lagi terimakasih," ucap Clara tulus sambil tersenyum.

"Ok," jawab Adit singkat,bibirnya tersenyum kaku. 

Adit masih berdiri di depan mobilnya sambil melihat mobil Clara yang perlahan melaju pergi. Ia masih bingung dengan sikapnya yang melunak dengan Clara,tapi kaku dengan Sheila.

"Aneh," gumamnya seraya memasuki mobilnya. Perlahan Adit mengendarai mobilnya kembali ke kantornya.

.

Adit sudah sampai di kantornya. Ia berjalan menuju ke ruang kerjanya.

"Maaf pak Adit,di dalam ada keluarga pak Adit menunggu," Kayla melapor.

"Siapa?" tanya adit mengernyitkan dahinya.

"Nyonya Sulastri dan Nona Sheila,Pak," jawab sekertarisnya itu.

"Apa mereka sudah lama tiba?" tanya Adit.

"Sekitar lima belas menit Pak," jawab Kayla.

"Ok. Terimakasih." Adit meninggalkan sekertarisnya itu dan segera masuk ke ruangan kerjanya.

Adit melihat Ibu dan Sheila duduk menunggu di sofa dalam ruang kerjanya.

"Adit. Kamu dari mana saja? Sudah jam segini baru balik ke kantor?" tanya ibunya.

"Habis ketemu kontraktor,bahas proyek baru, Ma," jelas Adit.

"Mama dengan Sheila kemari mau ajak kamu makan siang bersama."

"Iy Adit. Ayo kita makan siang sama-sama," ajak Sheila.

"Maaf, Ma. Tapi Adit udah makan siang tadi," tolak Adit halus.

"Tuh kan,aunty. Adit pasti nolak kalau diajak," ujar Sheila sambil merengut.

"Pasti kamu alasan aja kan,Dit?" selidik ibunya.

"Gak,Ma. Serius. Tadi Adit udah makan siang di sana." Adit meyakinkan ibunya.

"Sepertinya kita tidak bisa memaksa Adit, Sheila. Lain kali saja kita makan siang bersama," bujuk nyonya Sulastri pada Sheila.

"Ok lah aunty. Kita makan siang berdua aja. Sheila udah lapar",ujar Sheila kecewa sambil bersiap untuk pergi.

"Ok.. Adit. Mama dengan Sheila pergi dulu ya. Lain kali kita harus makan siang bersama," pinta nyonya Sulastri pada anak bungsunya itu.

"Ok.kalau Adit gak sibuk ya,Ma," ujar Adit.

Akhirnya nyonya Sulastri dan Sheila pergi meninggalkan kantor Adit.

"Akhirnya," gumam Adit.

Sebenarnya Adit tidak terlalu suka jika bertemu dengan Sheila. Bukan Adit membenci gadis itu,ia sendiri tidak tau apa alasannya. Berbeda jika ia bertemu dengan Clara,justru ia ingin waktu berhenti sejenak agar ia bisa lebih lama dengan gadis itu.

Adit sendiri bingung dengan dirinya,mengapa ia bisa bersikap lunak pada Clara,tapi dengan Sheila ia hanya bisa bersikap dingin.

Adit masih penasaran tentang rasa aneh jika ia bersama dengan Clara. Ia ingin tau lebih banyak tentang gadis itu. Karena menurutnya,gadis itu mempunyai banyak misteri.

Adit menepis pikiran tentang Clara. Ia berusaha fokus pada pekerjaannya. Tapi semakin ia berusaha melupakan gadis itu,semakin terbayang jelas wajah gadis itu di hadapannya.

"Clara. Sebenarnya siapa dirimu,sehingga aku tidak bisa melupakanmu?" gumam Adit terlihat sedikit frustasi.

"Gila," gumam Adit kemudian. Ia merasa dirinya sudah gila. Seumur hidupnya,ia tidak pernah memikirkan seorang gadis sampai seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status