Renata bernapas lega karena akhirnya bisa lolos dari ajakan Arjuna yang ingin membawanya ke rumah sakit. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika kebohongannya harus terbongkar saat ini. Wanda tidak ada di sisinya dan Renata merasa pusing menghadapi semuanya sendirian. Andai sang Mama tidak ceroboh dengan menyuruh orang mencelakai Larissa, mungkin saja saat ini mereka bisa menyusun strategi lain untuk menyingkirkan istri pertama suaminya tersebut. Setelah merengek ingin ikut dengan Arjuna, maka di sinilah Renata sekarang. Di ruang tunggu bersama suaminya, menunggu Wanda yang sedang dijemput oleh satu orang petugas polisi. Renata menatap nanar setiap sudut kantor polisi yang terasa menyeramkan untuknya. Ia tidak bisa membayangkan betapa tersiksanya sang Mama harus tidur di ruangan pengap tanpa kasur empuk dan selimut tebal. Seorang Wanda yang dulu dikenal sebagai sosialita yang sering tampil dengan penampilan glamournya, kini harus memakai baju tahanan. Sungguh, sangat mema
Larissa memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sesuai janji yang Arjuna katakan sore itu, hari ini mereka akan mengajak Renata ke Dokter. Larissa sengaja melakukannya untuk membuktikan bahwa kecurigaannya selama ini benar. Renata berpura-pura hamil agar Arjuna tidak menceraikan wanita itu.Larissa memang se-yakin itu untuk membuktikan bahwa Renata tengah berbohong. Namun, di sudut hatinya yang lain ia merasa takut jika ternyata dugaannya selama ini salah. Bagaimana jika ternyata Renata benar-benar hamil? Masih sanggupkah ia bertahan bersama Arjuna jika sampai suaminya tersebut tetap mempertahankan Renata demi calon anak mereka?Larissa menarik napas dan membuangnya kasar. Apa pun kenyataannya nanti, ia harus siap menghadapinya. Jika sampai terbukti Renata benar-benar hamil dan Arjuna tetap mempertahankan wanita itu, maka terpaksa dirinya akan memilih jalan perpisahan. Meski dulu ia bersikeras untuk mempertahankan Arjuna demi membalas dendam agar Renata tidak bisa memiliki pria i
Arjuna masih shock dengan apa yang ia dengar dari Pramudya. Suami dari Larissa masih bergeming di tempatnya berdiri tanpa bereaksi apa pun, sama halnya dengan sang istri pertama. Larissa yang seharusnya senang karena dugaannya ternyata benar, malah terpaku menatap suaminya karena ingin melihat reaksi Arjuna setelah mendengar kenyataan yang sebenarnya. "Maaf jika Papa sedikit terlambat mengatakannya. Sebenarnya hal inilah yang ingin Papa katakan kepada Nak Juna waktu itu, tetapi Wanda mengancam Papa. Saat ini Papa hanya tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada pernikahan kalian akibat ulah mereka, makanya Papa memberanikan diri berbicara kepada kalian," papar Pramudya setelah cukup lama menunggu tanggapan dari anak dan menantunya, tetapi keduanya masih sama-sama diam. "Mama Wanda mengancam Papa?" tanya Arjuna setelah rasa terkejutnya sedikit berkurang. "Ya. Dia mengancam akan menyakiti Arumi dan Larissa jika Papa sampai membocorkan rahasia mereka. Dan ternyata Wanda tidak main-ma
"Kamu sudah sadar?"Renata yang baru saja membuka mata, menoleh ke asal suara. Di sana, di dekat pintu telah berdiri sosok tinggi yang selama ini sangat dirindukannya. Renata berharap apa yang ia lihat bukanlah mimpi. Ia sengaja mencubit kecil punggung tangannya, dan tak lama kemudian senyum lebar tercetak dari bibirnya setelah yakin bahwa ini nyata. Dia ... Kris Bachtiar. Sang ayah yang selama bertahun-tahun tidak pernah menjumpainya semenjak kedua orang tuanya berpisah. "Papa ...." Kris tersenyum. Ia mendekat ke arah ranjang sang Putri, kemudian duduk di pinggir ranjang tersebut. "Ya. Ini Papa."Kris merentangkan tangan yang langsung disambut Renata. Keduanya saling berpelukan, menumpahkan rasa rindu setelah sekian lama tidak bertemu. Renata menangis dalam pelukan papanya, pun dengan Kris yang tak kuasa membendung air mata haru. Betapa putrinya sudah dewasa dan ia menyesal karena tidak bisa berada di samping Renata selama beberapa tahun belakangan. Setelah perceraiannya denga
"Kamu suka?"Pelukan hangat Larissa dapatkan di saat dirinya tengah menikmati pemandangan dari balkon kamar Hotel. Sesuai janji, Arjuna membawa Larissa berbulan madu sebagai babak awal dari kehidupan pernikahan mereka yang baru. "Suka banget. Makasih ya, Mas."Larissa menoleh, membuat hidung mereka bersentuhan karena saking dekatnya. Arjuna tidak tahan untuk mengecup bibir tipis yang sedikit terbuka milik sang istri. "Syukurlah kalau kamu suka. Kamu tahu? Aku ingin bulan madu ini menjadi awal yang baru untuk pernikahan kita.""Ya. Semoga saja ke depannya tidak ada lagi rintangan atau ... kalaupun ada, kita bisa menghadapinya sama-sama.""Aamiin. Boleh aku bertanya sesuatu?" Arjuna makin mengeratkan pelukan. Menumpukkan dagu di pundak istrinya yang sedikit terbuka. "Tentu saja. Mau nanya apa?"Arjuna berdehem sebelum kembali berkata. "Sejak kapan kamu jatuh cinta padaku?"Larissa sempat tertegun. Ia kembali mengingat masa di mana dirinya mati-matian berusaha menolak pesona suaminya
Arjuna hanya bisa pasrah ketika Larissa bersikeras mengajaknya pulang, padahal mereka baru saja pergi tiga hari. Bukan karena bosan, hanya saja Larissa teringat pada Alkana yang mereka tinggalkan dengan Arumi dan pengasuhnya.Jika sudah menyangkut putra semata wayangnya, Arjuna tidak bisa membantah karena sejujurnya ia pun sudah merindukan putranya itu."Kita bisa lanjut bulan madunya di rumah," bisik Larissa ketika melihat wajah suaminya yang ditekuk dan ternyata cara itu cukup ampuh mengembalikan binar di mata Arjuna.Lombok mereka tinggalkan untuk kembali ke Jakarta. Keduanya disambut dengan kesibukkan masing-masing yang ternyata sudah menunggu. Arjuna disibukkan oleh rencana pembangunan kantor cabang di Semarang, sedangkan Larissa disibukkan oleh kegiatannya di klinik dan tentu saja mengurus sang putra. Namun, hal itu tidak menjadikan hubungan sepasang suami istri tersebut renggang. Justru Arjuna makin gencar memberikan perhatian kepada sang istri, pun sebaliknya. Saling mengirim
Larissa menatap foto yang terpajang di dinding kamar. Foto dirinya dan Arjuna yang sengaja diambil saat mereka berbulan madu. Ia dan suaminya begitu bahagia. Pernikahan impian yang dulu selalu ia idamkan akhirnya terwujud bersama pria yang dicintainya. Larissa tidak pernah menduga bahwa kebahagiaan yang baru saja ia rasakan bersama suaminya kini berganti duka. Kepergian Arjuna yang terasa berat ia lepas rupanya menjadi pertanda bahwa kejadian buruk akan menimpa suaminya. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang seharusnya melarang Arjuna untuk pergi ketika firasat itu sudah ia rasakan. Andai saja ia melakukannya, pasti kini Arjuna masih bersamanya menikmati kebersamaan yang akhir-akhir ini begitu berkesan. "Kamu di mana, Mas? Pulanglah. Aku dan Alkana menunggumu," lirihnya dengan tergugu. Ia peluk baju Arjuna dengan erat untuk menyalurkan rasa rindu yang entah kapan bisa tersalurkan. "Nak, Mama boleh masuk?"Ketukan dan suara Arumi sama sekali tak dihiraukan. Larissa masih larut dalam
Regan menyaksikan wajah cantik itu digelayuti kesedihan. Larissa yang biasanya terlihat tegar dan kuat meski sebenarnya tengah menyembunyikan luka, kini justru nampak seperti kehilangan gairah hidup. Mungkin benar dampak dari kehilangan sosok orang yang dicinta pengaruhnya sampai sebesar itu. Regan ingin sekali menyemangati dan menghibur wanita yang diam-diam dicintainya tersebut, tetapi ia masih tahu batasan ketika kini sedang berada bersama orang tua Arjuna. Ia tidak ingin terjadi salah paham yang malah akan memperkeruh suasana karena ia yakin, orang tua Arjuna pasti curiga mengapa menantunya bisa dekat dengan pria lain selain putra mereka. Regan hanya bisa menyaksikan mamanya yang tengah mengajak Larissa berbincang. Biarlah menjadi tugas para wanita untuk memberi semangat kepada Larissa, sedangkan dirinya akan membahas tentang pencarian Arjuna bersama Hartawan. "Jadi orang-orang Bapak dan kepolisian belum menemukan titik terang?" tanya Regan kepada Hartawan yang duduk di depann