Share

Bab 3

Juna memijat pelipisnya yang terasa pening. Semalam ia tidak bisa tidur karena memikirkan Larissa yang terlihat berbeda dari biasanya. Sang istri terlihat rapuh. Tidak seperti Larissa yang ia kenal selama ini.

Sebenarnya ada apa dengan istrinya? Apakah Larissa pernah mengalami sesuatu yang buruk di masa lalunya?

Juna memang tidak pernah bertanya tentang keluarga sang Istri. Bahkan saat mereka menikah pun hanya ada tiga orang yang hadir dari pihak Larissa, termasuk wali hakim yang ditunjuk wanita itu.

Ya, Juna baru menyadari ternyata Larissa menggunakan wali hakim saat mereka menikah. Bukan ayah kandung sang istri yang bahkan Juna tidak pernah melihatnya sekalipun. Menikah karena terpaksa ditambah kebenciannya kepada Larissa, membuat Juna tidak peduli akan asal usul keluarga wanita itu. Pun dengan keluarganya yang memang tidak pernah menyetujui pernikahan mereka sejak awal.

Kedua orang tua Juna tentu menginginkan putra mereka menikah dengan Renata-- kekasih Arjuna yang berasal dari keluarga berada. Namun, takdir berkata lain. Akibat ulah menjijikkan Larissa, pernikahan itu terpaksa dibatalkan.

Oh tidak. Bukan dibatalkan melainkan ditangguhkan untuk sementara karena pada kenyataannya, hubungan Arjuna dengan Renata masih terjalin sampai saat ini dan rencana pernikahan itu akan tetap berlangsung.

"Maaf, Pak. Ada Bu Renata ingin menemui Bapak."

Perkataan sekretarisnya menyentak Arjuna dari lamunan tentang Larissa. Menoleh, sang Direktur utama perusahaan Pertamina memberi anggukkan kepada sang Sekretaris agar mengizinkan Renata untuk masuk.

Tak lama kemudian, gadis yang hari ini memakai dress berwarna maroon itu memasuki ruangan sang kekasih dengan membawa paper bag di tangannya. Arjuna merentangkan tangan, bersiap memberikan pelukan dan sang gadis langsung menyambutnya.

"Kangen."

Arjuna terkekeh. "Gak ketemu dua hari saja sudah bilang kangen."

"Dua hari itu lama, tau!" Renata mencebik. Tangan mungilnya memukul dada bidang sang kekasih dengan manja.

"Maaf, Sayang. Mas benar-benar sibuk sampai gak sempat menemui kamu." Arjuna kembali memeluk tubuh mungil sang kekasih. "Kenapa gak ngasih tahu dulu kalau mau ke sini? Sengaja?"

"Memang. Niatnya sih mau ngasih kejutan. Tapi kayaknya Mas gak suka. Aku lihat muka Mas Juna kusut banget. Ada apa?" cecarnya sembari mendongak. Menatap wajah tampan Arjuna yang selalu membuatnya tergila-gila.

"Siapa bilang gak suka? Mas malah senang kamu datang ke sini. Mas hanya sedang pusing masalah kerjaan. Tapi kalau ada kamu, dijamin pusingnya langsung hilang."

Keduanya tertawa. Arjuna mengurai pelukan mereka. Mata elangnya beralih menatap paper bag yang diletakkan Renata di atas meja kerjanya.

"Kamu bawa apa?"

Renata mengikuti arah pandang kekasihnya. "Oh itu. Aku bawain Mas makan siang. Kita makan bareng, ya."

"Tentu. Dengan senang hati, Tuan Putri."

Renata tersipu. Arjuna selalu berhasil membuatnya merasa tersanjung. "Aku cuci tangan bentar, ya. Mas duduk saja dulu."

Juna mengangguk. Matanya tak lepas memandangi sang kekasih sampai menghilang di balik pintu toilet. Ayah satu anak itu mendesah. Menyugar rambutnya dengan kasar tatkala bayang wajah Larissa kembali melintas dalam pikirannya.

Sepertinya ia memang harus mencari tahu tentang masa lalu istrinya. Tidak mungkin jika bertanya langsung karena ia yakin, Larissa tidak akan mengatakan apa pun padanya.

🍁🍁🍁

Larissa menuntun putra semata wayangnya memutari pusat perbelanjaan. Hari ini ia sengaja meluangkan waktu untuk mengajak sang putra berbelanja. Larissa membeli apa saja yang diinginkan Alkana. Setelah puas, ibu satu anak itu mengajak sang putra ke arena permainan bersama baby sitter yang menjaga Alkana di sana. Sementara ia asik berbalas pesan dengan Felicia--sahabatnya.

Satu jam lebih menunggui Alkana bermain, Larissa mengajak pengasuh putranya untuk makan siang. Felicia yang ternyata menyusul sudah menunggu di salah satu Restoran favorit mereka. Wanita yang terkenal agak bar-bar itu menyambut kedatangan sahabatnya dan langsung menciumi Alkana dengan gemas.

"Ponakan Onty makin ganteng aja, sih!" serunya sambil mencubit pipi gembil Alkana.

"Jangan keras-keras. Kasihan anak gue!"

"Ih, gemes tahu!" Felicia mencebik ketika Larissa menepis tangannya yang masih mencubit gemas pipi Alkana.

"Lo udah pesen makan?"

"Udah. Punya lo juga udah gue pesenin."

Larissa mengangguk. Ia membawa Alkana untuk duduk di tempat yang sudah Felicia pesan khusus untuk mereka. Makan siang hari itu diselingi obrolan seputar perkembangan klinik yang maju sangat pesat. Bukan hanya dari kalangan artis, bahkan istri pejabat pun sudah berlangganan di klinik mereka.

Larissa tentu saja sangat senang atas pencapaian yang ia dapat. Akan tetapi, tetap saja ia merasa kurang karena sang mama tidak bisa menikmati kesuksesannya tersebut. Andai saja mamanya sudah sembuh, Larissa sangat yakin sang Mama akan merasa bangga padanya.

"Gila! B Erl Cosmetics hasilnya gak kaleng-kaleng! Lo lihat wajah gue. Nge-glazed banget kan? Uh, pasti bakalan banyak cowok yang ngantri minta kenalan."

Felicia terus berceloteh tentang produk andalan di klinik mereka. Larissa menanggapi dengan sama antusiasnya.

"Bener. Gak heran klinik kita rame banget. Gue yakin sih, produk andalan di klinik sebelah pasti kalah sama yang ini."

"Pasti." Felicia mengangguk yakin. Biar tahu rasa tuh si nenek lampir. Lo boleh aja kalah saing dapetin hati Arjuna. Tapi soal karir, lo jauh di atas dia."

Ucapan Felicia kali ini berhasil membuat mood Larissa memburuk. "Bisa gak sih lo jangan bahas mereka? Makanan gue rasanya jadi gak enak."

"Sorry." Felicia memasang wajah menyesal. "Gue lupa. Lo akan sesakit itu kalau sudah membahas tentang mereka. Gue paham perasaan lo. Cinta bertepuk sebelah tangan memang sangat menyakitkan. Tapi gue yakin lo bisa dapetin yang lebih baik dari Arjuna seandainya lo memilih berpisah.

Larissa menghela napas berat. Pada kenyataannya ia belum ingin berpisah dengan Arjuna. Bukan karena cinta yang sebenarnya sudah lama tumbuh di hatinya untuk pria itu. Akan tetapi, demi misi yang harus ia lakukan untuk memberi pelajaran kepada kekasih suaminya.

Suasana berubah hening setelah nama Arjuna disinggung oleh Felicia. Mereka memutuskan untuk menyudahi makan siang dan kembali pulang. Larissa menuntun Alkana keluar dari Tes tersebut. Namun, langkah wanita itu terhenti ketika matanya tidak sengaja berserobok dengan netra seseorang yang sudah sangat lama tidak pernah dan tidak ingin ia jumpai.

Tiba-tiba pasokan udara di sekitar Larissa terasa menipis. Ia mengepalkan tangan untuk menahan emosi yang bergejolak dalam dada. Apalagi setelah melihat wanita yang berdiri di samping orang tersebut. Ingin sekali Larissa mencabik wajah keduanya untuk melampiaskan rasa sakit yang selama ini menggerogoti hatinya.

"Rissa ...."

Lirih sang pria berucap, tetapi masih bisa didengar oleh Larissa. Panggilan kesayangan yang dulu sangat ia sukai, kini terdengar memuakkan di telinganya.

"Ini kamu, Nak."

Orang itu mendekat. Memindai penampilan Larissa yang jauh berbeda di matanya. Sang putri terlihat sangat cantik dengan penampilan yang berkelas. Seketika rasa bersalah menghujam dada pria berusia setengah abad tersebut. Ia ingin mendekat dan memeluk sang putri, tetapi urung dilakukan mengingat Larissa pasti sangat membencinya.

Apalagi jika mengingat perlakuan dirinya yang dengan tega melepas tanggung jawab begitu saja. Tentu menimbulkan luka yang sangat dalam di hati putri semata wayangnya.

"Rissa--"

"Berhenti memanggil saya dengan sebutan itu." Larissa berujar dingin. Kilat amarah sangat kentara dari kedua netra berwarna cokelat miliknya.

"Mas, sudah. Kita pulang saja, ya. Kasihan Renata yang menunggu kita di rumah."

Wanita di sampingnya menarik lengan Pramudya. Namun pria itu tetap bergeming sembari terus menatap wajah sang putri.

"Apa kabar, Nak? Papa kangen sama kamu."

Pramudya bergerak maju. Mendekat ke arah Larissa yang justru melangkah mundur. Tangan pria itu terangkat. Bermaksud memeluk sang putri yang sangat ia rindukan.

Akan tetapi, pergerakan Pramudya terhenti ketika tangan Larissa terangkat, memberi isyarat agar pria itu tidak lagi mendekat.

"Jangan coba-coba menyentuh saya, Tuan Pramudya yang terhormat!"

*

*

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
katanya mau balas dendam tapi nyatanya nol besar. jadi wanita kurang2i bacot berlebihan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status