Juna memijat pelipisnya yang terasa pening. Semalam ia tidak bisa tidur karena memikirkan Larissa yang terlihat berbeda dari biasanya. Sang istri terlihat rapuh. Tidak seperti Larissa yang ia kenal selama ini.
Sebenarnya ada apa dengan istrinya? Apakah Larissa pernah mengalami sesuatu yang buruk di masa lalunya?Juna memang tidak pernah bertanya tentang keluarga sang Istri. Bahkan saat mereka menikah pun hanya ada tiga orang yang hadir dari pihak Larissa, termasuk wali hakim yang ditunjuk wanita itu.Ya, Juna baru menyadari ternyata Larissa menggunakan wali hakim saat mereka menikah. Bukan ayah kandung sang istri yang bahkan Juna tidak pernah melihatnya sekalipun. Menikah karena terpaksa ditambah kebenciannya kepada Larissa, membuat Juna tidak peduli akan asal usul keluarga wanita itu. Pun dengan keluarganya yang memang tidak pernah menyetujui pernikahan mereka sejak awal.Kedua orang tua Juna tentu menginginkan putra mereka menikah dengan Renata-- kekasih Arjuna yang berasal dari keluarga berada. Namun, takdir berkata lain. Akibat ulah menjijikkan Larissa, pernikahan itu terpaksa dibatalkan.Oh tidak. Bukan dibatalkan melainkan ditangguhkan untuk sementara karena pada kenyataannya, hubungan Arjuna dengan Renata masih terjalin sampai saat ini dan rencana pernikahan itu akan tetap berlangsung."Maaf, Pak. Ada Bu Renata ingin menemui Bapak."Perkataan sekretarisnya menyentak Arjuna dari lamunan tentang Larissa. Menoleh, sang Direktur utama perusahaan Pertamina memberi anggukkan kepada sang Sekretaris agar mengizinkan Renata untuk masuk.Tak lama kemudian, gadis yang hari ini memakai dress berwarna maroon itu memasuki ruangan sang kekasih dengan membawa paper bag di tangannya. Arjuna merentangkan tangan, bersiap memberikan pelukan dan sang gadis langsung menyambutnya."Kangen."Arjuna terkekeh. "Gak ketemu dua hari saja sudah bilang kangen.""Dua hari itu lama, tau!" Renata mencebik. Tangan mungilnya memukul dada bidang sang kekasih dengan manja."Maaf, Sayang. Mas benar-benar sibuk sampai gak sempat menemui kamu." Arjuna kembali memeluk tubuh mungil sang kekasih. "Kenapa gak ngasih tahu dulu kalau mau ke sini? Sengaja?""Memang. Niatnya sih mau ngasih kejutan. Tapi kayaknya Mas gak suka. Aku lihat muka Mas Juna kusut banget. Ada apa?" cecarnya sembari mendongak. Menatap wajah tampan Arjuna yang selalu membuatnya tergila-gila."Siapa bilang gak suka? Mas malah senang kamu datang ke sini. Mas hanya sedang pusing masalah kerjaan. Tapi kalau ada kamu, dijamin pusingnya langsung hilang."Keduanya tertawa. Arjuna mengurai pelukan mereka. Mata elangnya beralih menatap paper bag yang diletakkan Renata di atas meja kerjanya."Kamu bawa apa?"Renata mengikuti arah pandang kekasihnya. "Oh itu. Aku bawain Mas makan siang. Kita makan bareng, ya.""Tentu. Dengan senang hati, Tuan Putri."Renata tersipu. Arjuna selalu berhasil membuatnya merasa tersanjung. "Aku cuci tangan bentar, ya. Mas duduk saja dulu."Juna mengangguk. Matanya tak lepas memandangi sang kekasih sampai menghilang di balik pintu toilet. Ayah satu anak itu mendesah. Menyugar rambutnya dengan kasar tatkala bayang wajah Larissa kembali melintas dalam pikirannya.Sepertinya ia memang harus mencari tahu tentang masa lalu istrinya. Tidak mungkin jika bertanya langsung karena ia yakin, Larissa tidak akan mengatakan apa pun padanya.🍁🍁🍁Larissa menuntun putra semata wayangnya memutari pusat perbelanjaan. Hari ini ia sengaja meluangkan waktu untuk mengajak sang putra berbelanja. Larissa membeli apa saja yang diinginkan Alkana. Setelah puas, ibu satu anak itu mengajak sang putra ke arena permainan bersama baby sitter yang menjaga Alkana di sana. Sementara ia asik berbalas pesan dengan Felicia--sahabatnya.Satu jam lebih menunggui Alkana bermain, Larissa mengajak pengasuh putranya untuk makan siang. Felicia yang ternyata menyusul sudah menunggu di salah satu Restoran favorit mereka. Wanita yang terkenal agak bar-bar itu menyambut kedatangan sahabatnya dan langsung menciumi Alkana dengan gemas."Ponakan Onty makin ganteng aja, sih!" serunya sambil mencubit pipi gembil Alkana."Jangan keras-keras. Kasihan anak gue!""Ih, gemes tahu!" Felicia mencebik ketika Larissa menepis tangannya yang masih mencubit gemas pipi Alkana."Lo udah pesen makan?""Udah. Punya lo juga udah gue pesenin."Larissa mengangguk. Ia membawa Alkana untuk duduk di tempat yang sudah Felicia pesan khusus untuk mereka. Makan siang hari itu diselingi obrolan seputar perkembangan klinik yang maju sangat pesat. Bukan hanya dari kalangan artis, bahkan istri pejabat pun sudah berlangganan di klinik mereka.Larissa tentu saja sangat senang atas pencapaian yang ia dapat. Akan tetapi, tetap saja ia merasa kurang karena sang mama tidak bisa menikmati kesuksesannya tersebut. Andai saja mamanya sudah sembuh, Larissa sangat yakin sang Mama akan merasa bangga padanya."Gila! B Erl Cosmetics hasilnya gak kaleng-kaleng! Lo lihat wajah gue. Nge-glazed banget kan? Uh, pasti bakalan banyak cowok yang ngantri minta kenalan."Felicia terus berceloteh tentang produk andalan di klinik mereka. Larissa menanggapi dengan sama antusiasnya."Bener. Gak heran klinik kita rame banget. Gue yakin sih, produk andalan di klinik sebelah pasti kalah sama yang ini.""Pasti." Felicia mengangguk yakin. Biar tahu rasa tuh si nenek lampir. Lo boleh aja kalah saing dapetin hati Arjuna. Tapi soal karir, lo jauh di atas dia."Ucapan Felicia kali ini berhasil membuat mood Larissa memburuk. "Bisa gak sih lo jangan bahas mereka? Makanan gue rasanya jadi gak enak.""Sorry." Felicia memasang wajah menyesal. "Gue lupa. Lo akan sesakit itu kalau sudah membahas tentang mereka. Gue paham perasaan lo. Cinta bertepuk sebelah tangan memang sangat menyakitkan. Tapi gue yakin lo bisa dapetin yang lebih baik dari Arjuna seandainya lo memilih berpisah.Larissa menghela napas berat. Pada kenyataannya ia belum ingin berpisah dengan Arjuna. Bukan karena cinta yang sebenarnya sudah lama tumbuh di hatinya untuk pria itu. Akan tetapi, demi misi yang harus ia lakukan untuk memberi pelajaran kepada kekasih suaminya.Suasana berubah hening setelah nama Arjuna disinggung oleh Felicia. Mereka memutuskan untuk menyudahi makan siang dan kembali pulang. Larissa menuntun Alkana keluar dari Tes tersebut. Namun, langkah wanita itu terhenti ketika matanya tidak sengaja berserobok dengan netra seseorang yang sudah sangat lama tidak pernah dan tidak ingin ia jumpai.Tiba-tiba pasokan udara di sekitar Larissa terasa menipis. Ia mengepalkan tangan untuk menahan emosi yang bergejolak dalam dada. Apalagi setelah melihat wanita yang berdiri di samping orang tersebut. Ingin sekali Larissa mencabik wajah keduanya untuk melampiaskan rasa sakit yang selama ini menggerogoti hatinya."Rissa ...."Lirih sang pria berucap, tetapi masih bisa didengar oleh Larissa. Panggilan kesayangan yang dulu sangat ia sukai, kini terdengar memuakkan di telinganya."Ini kamu, Nak."Orang itu mendekat. Memindai penampilan Larissa yang jauh berbeda di matanya. Sang putri terlihat sangat cantik dengan penampilan yang berkelas. Seketika rasa bersalah menghujam dada pria berusia setengah abad tersebut. Ia ingin mendekat dan memeluk sang putri, tetapi urung dilakukan mengingat Larissa pasti sangat membencinya.Apalagi jika mengingat perlakuan dirinya yang dengan tega melepas tanggung jawab begitu saja. Tentu menimbulkan luka yang sangat dalam di hati putri semata wayangnya."Rissa--""Berhenti memanggil saya dengan sebutan itu." Larissa berujar dingin. Kilat amarah sangat kentara dari kedua netra berwarna cokelat miliknya."Mas, sudah. Kita pulang saja, ya. Kasihan Renata yang menunggu kita di rumah."Wanita di sampingnya menarik lengan Pramudya. Namun pria itu tetap bergeming sembari terus menatap wajah sang putri."Apa kabar, Nak? Papa kangen sama kamu."Pramudya bergerak maju. Mendekat ke arah Larissa yang justru melangkah mundur. Tangan pria itu terangkat. Bermaksud memeluk sang putri yang sangat ia rindukan.Akan tetapi, pergerakan Pramudya terhenti ketika tangan Larissa terangkat, memberi isyarat agar pria itu tidak lagi mendekat."Jangan coba-coba menyentuh saya, Tuan Pramudya yang terhormat!"**Bersambung.Luka yang masih basah itu kembali disiram air garam. Larissa merasakan perihnya menusuk hingga ke tulang dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Pramudya. Pria itu masih terlihat bugar di usianya yang sudah berkepala lima. Berbeda jauh dengan mamanya yang terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya. Tangan Larissa mengepal. Ini tidak adil bagi mamanya. Pramudya hidup senang dengan bergelimang harta dan didampingi istri yang cantik. Sedangkan Arumi, mamanya menjadi penghuni rumah sakit jiwa akibat ulah orang-orang tidak berperasaan seperti mereka. Lelehan bening yang menerobos keluar hingga mengalir di kedua pipinya ia biarkan. Toh tidak ada yang melihat karena ia sedang menyendiri di taman belakang rumahnya. Sisi rapuh seorang Larissa hanya akan terlihat saat ia sendirian. Sedangkan di hadapan banyak orang, ia akan menjelma menjadi wanita yang tegar dan tangguh, termasuk di hadapan Arjuna. Larissa berdiri sembari memandangi langit malam dengan cahaya bulan. Gaun tidur satin yang ia ken
"Sudah baikan, hmm?"Arjuna mengusap pipi sang kekasih. Tatapan iba ia layangkan ketika melihat Renata yang masih shock setelah kejadian di rumah orang tuanya. Sungguh, Juna tidak pernah menyangka Larissa akan berani bersikap seperti itu di hadapan papa dan mamanya. Ia pikir, Larissa bisa bersikap sopan, tetapi nyatanya malah memperkeruh keadaan. Juna menyesal telah membujuk mamanya untuk mengundang Larissa. Hal itu ia lakukan agar hubungan keduanya membaik. Entahlah, semenjak melihat kerapuhan Larissa malam itu, hatinya sedikit tersentuh. Ia ingin Larissa diterima dengan baik oleh keluarganya, meski pada kenyataannya ia sendiri sering mengabaikan sang istri. "Mas.""Ya?" Lamunan Arjuna buyar mendengar panggilan dari kekasihnya."Aku ... aku ingin pernikahan kita dipercepat. Aku ingin segera menjadi istrimu. Aku tidak mau selamanya hanya menjadi kekasih gelapmu," desak Renata. Kejadian di rumah Arjuna membuatnya merasa direndahkan oleh Larissa. Ia ingin statusnya diperjelas. Ia dan
Arjuna termenung di sofa kamar dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang ke kejadian tadi siang ketika ia memergoki Larissa dengan Pramudya. Arjuna mendengar jelas setiap percakapan mereka. Ia pun melihat tangis keduanya meski Larissa berusaha menutupinya. Sorot kebencian dari sang istri untuk Pramudya makin tergambar jelas. Menambah rasa penasaran tentang hubungan yang terjalin di antara keduanya. Pramudya adalah ayah kandung Larissa.Pengakuan yang meluncur dari mulut pria itu sangat mencengangkan baginya. Selama ini Larissa tidak pernah bercerita tentang keluarga wanita itu, ah ... lebih tepatnya Arjuna sendiri yang tidak pernah bertanya atau mencaritahu. Kebenciannya kepada sang istri telah membutakan hatinya hingga ia menutup mata tentang semua masa lalu wanita itu. Ia ingin menemui Larissa dan meminta penjelasan langsung dari istrinya karena tadi siang, wanita itu pergi begitu saja tanpa mempedulikan pertanyaan darinya. Justru Pramudya-lah yang bercerita bahwa pria itu aya
Larissa menghela napas lega. Akhirnya Wanda pergi dan urung membuat kekacauan lebih jauh di tempat usahanya. Walau bagaimanapun, ia takut pelanggannya merasa terganggu atas kejadian barusan. Meski tidak dipungkiri ada rasa senang karena secara tidak langsung, Wanda telah membenarkan gosip yang beredar tentang dirinya dan Renata, tetap saja Larissa harus menjaga kenyamanan para pelanggannya. Pria yang tadi menyelamatkannya dari tamparan Wanda masih berdiri seperti mencari seseorang. Larissa mendekat untuk mengucapkan terima kasih sekaligus menawarkan bantuan. "Terima kasih Anda sudah menolong saya. Apa ada yang bisa saya bantu?" tawarnya sopan. "Sama-sama. Saya hanya tidak suka ada kekerasan apalagi di tempat umum seperti ini. Saya sedang menunggu Mama yang minta dijemput," terangnya. "Kalau boleh tahu, siapa nama Mama Anda?""Mama saya--""Regan!"Perkataan pria itu terhenti ketika seorang wanita memanggil namanya. Keduanya sontak menoleh ke asal suara. "Itu Mama saya," tunjuknya
"Mamaku berakhir di rumah sakit jiwa!"Kalimat terakhir yang diucapkan Larissa sebelum wanita itu pergi, masih terngiang di telinga Arjuna. Sungguh, kenyataan paling mencengangkan dari semua fakta yang ia dengar dari mulut sang istri. Larissa menanggung bebannya sendirian.Larissa menyembunyikan lukanya dari setiap orang.Larissa membutuhkan dukungan dari seseorang dan ia sebagai suami tidak pernah peduli akan hal itu. Arjuna mendesah. Selama ini ia terlalu sibuk memupuk kebencian kepada istrinya tersebut hingga lupa untuk mencari tahu alasan Larissa menjebaknya. Ia masih ingat kala pagi itu terbangun di kamar hotel dengan seorang perempuan yang berbaring di sebelahnya. Keadaan mereka sama-sama polos. Cukup meyakinkan Arjuna bahwa semalam telah terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Arjuna mengira ia seperti itu karena pengaruh alkohol yang ia minum bersama teman-temannya. Awalnya Arjuna mengira Larissa adalah korban atas kekhilafan dirinya. Apalagi setelah melihat tangis wanita i
"Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas?"Arjuna menoleh. Pria itu paham jika Larissa terkesan curiga atas kehadirannya di tempat itu. Namun, ia mengabaikan pertanyaan sang istri dan kembali fokus pada ibu mertuanya yang tengah menatapnya bingung. "Maaf, saya baru sempat menjenguk Mama. Tapi saya janji akan sesering mungkin berkunjung ke sini bersama Larissa."Arumi menitikkan air mata. Dengan sigap Larissa menghapus lelehan bening itu di pipi sang Mama. "Mama kok nangis?"Arjuna memperhatikan sang istri yang kini berpindah duduk di samping mamanya. Menyaksikan bagaimana telatennya Larissa menenangkan sang mama dan membisikkan kata-kata penyemangat.Hati Arjuna menghangat saat melihat sisi lain dari istrinya. Larissa tidak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Wanita itu begitu menyayangi mamanya meski sang mama belum bisa mengenali Larissa sepenuhnya. Hanya karena dendam dan rasa sakit yang membuat Larissa menjelma menjadi wanita tidak berperasaan. Melakukan segala cara demi membalas
Larissa mengabaikan keberadaan Arjuna yang entah kenapa tiba-tiba datang ke klinik miliknya. Pria itu bahkan berpura-pura bersikap manis padanya di depan Regan persis seperti orang yang tengah cemburu. Tidak. Larissa tidak ingin menjelaskan apa pun tentang Regan pada Arjuna. Toh, pertemuannya dengan putra Nyonya Marta tersebut memang hanya sebuah kebetulan. Mobil miliknya tiba-tiba mogok dan kebetulan Regan lewat di sana. Pria itu menawarkan bantuan dengan memberi tumpangan dan menelepon pihak bengkel untuk membawa mobil miliknya. Larissa tidak menolak karena memang ia harus segera tiba di klinik. Ada beberapa pembukuan yang harus ia selesaikan menjelang akhir bulan dan gajian para karyawannya. Larissa ingin pulang lebih awal agar bisa bermain dengan Alkana. Kegiatan yang akhir-akhir ini tidak sempat ia lakukan karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. "Kamu sudah kenal lama sama pria itu? Kelihatannya kalian akrab banget."Arjuna yang duduk di depan Larissa merasa gatal ingin bertan
Arjuna tidak pernah merasa se-marah dan se-kecewa ini. Wanita yang selama ini ia cintai sepenuh hati telah membuatnya malu di depan Larissa. Video semalam. Permainan panasnya dengan Renata disaksikan Larissa, wanita yang berstatus istrinya juga. Entah apa maksud Renata hingga melakukan tindakan menjijikkan seperti itu. Arjuna ingin marah. Namun mengingat mereka sedang berada di tempat umum, ia mencoba menahan sekuat tenaga agar tidak hilang kendali dan berakhir dengan tindakan kekerasan. Ia seorang pria yang pantang berbuat kasar apalagi menyakiti fisik seorang wanita. Akan tetapi perbuatan Renata sudah di luar batas dan kemarahan Arjuna sangat sulit dikendalikan. Alhasil, pria itu meminta istri keduanya pergi dari tempat tersebut. "Pergilah. Aku tidak ingin sampai hilang kendali dan berakhir menyakitimu," perintahnya terdengar dingin. "Mas--""Pergi, Renata!""Mas, tolong dengar dulu penjelasanku!""Pergi atau aku akan menyeretmu sampai ke parkiran!"Nada suara Arjuna terdengar m