Luka yang masih basah itu kembali disiram air garam. Larissa merasakan perihnya menusuk hingga ke tulang dan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Pramudya.Pria itu masih terlihat bugar di usianya yang sudah berkepala lima. Berbeda jauh dengan mamanya yang terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya.Tangan Larissa mengepal. Ini tidak adil bagi mamanya. Pramudya hidup senang dengan bergelimang harta dan didampingi istri yang cantik. Sedangkan Arumi, mamanya menjadi penghuni rumah sakit jiwa akibat ulah orang-orang tidak berperasaan seperti mereka.Lelehan bening yang menerobos keluar hingga mengalir di kedua pipinya ia biarkan. Toh tidak ada yang melihat karena ia sedang menyendiri di taman belakang rumahnya. Sisi rapuh seorang Larissa hanya akan terlihat saat ia sendirian. Sedangkan di hadapan banyak orang, ia akan menjelma menjadi wanita yang tegar dan tangguh, termasuk di hadapan Arjuna.Larissa berdiri sembari memandangi langit malam dengan cahaya bulan. Gaun tidur satin yang ia kenakan melambai tertiup angin, pun dengan rambut panjangnya yang berkibar. Larissa bak seorang peri jika dilihat dari kejauhan. Begitupun di mata pria yang kini tengah memperhatikannya.Arjuna yang baru saja tiba sedikit heran karena tidak mendapati istrinya di kamar putra mereka. Kebiasaan barunya semenjak malam itu adalah menyambangi kamar sang putra secara diam-diam untuk memperhatikan Larissa dan Alkana ketika tidur. Pria itu berkeliling mencari keberadaan sang istri hingga mendapatinya berada di taman belakang.Arjuna ingin mendekat ketika melihat bahu sang istri bergetar. Untuk memastikan apakah Larissa sedang menangis atau hanya kedinginan. Namun, ia dilema karena selama ini, ia tidak pernah peduli pada apa pun yang dilakukan istrinya.Akan tetapi, keinginan itu kali ini begitu kuat hingga perlahan kakinya melangkah, mendekat kemudian berdiri tepat di belakang tubuh sang istri."Sudah malam. Kenapa masih berdiri di sini?"Larissa terperanjat. Cepat ia usap sisa air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya sebelum berbalik.Jaraknya dan Arjuna begitu dekat. Untuk sesaat keduanya sama-sama terpaku. Larissa yang kaget akan kehadiran Arjuna dan takut jika pria itu mengetahui ia baru saja menangis, sedangkan Arjuna yang terkesima akan penampilan istrinya malam ini.Larissa begitu cantik. Wajahnya yang diterpa cahaya bulan makin terlihat bersinar. Begitu pun dengan lekuk tubuh yang terlihat di balik gaun tidur tipis itu. Arjuna menelan ludah dan menggelengkan kepala. Tidak. Tidak mungkin jika ia terpesona pada istri yang dibencinya."Aku masuk dulu."Larissa menyudahi kecanggungan yang terasa di antara mereka. Ia memilih beranjak dari hadapan Juna yang entah mengapa tatapannya kali ini terasa berbeda. Tidak dipungkiri Larissa merasa gugup mendapat tatapan seperti itu. Namun, ia berusaha terlihat biasa saja agar suaminya tidak merasa menang karena telah berhasil membuatnya salah tingkah."Besok ada acara di rumah Mama."Perkataan Arjuna menghentikan langkah Larissa."Lalu?" Ia bertanya tanpa menoleh."Kamu harus ikut. Mama ingin kamu hadir juga di sana.""Memangnya ada acara apa?""Merayakan ulang tahun Mama tapi hanya dengan makan malam biasa. Mama mengundangmu juga ... Renata."Larissa tertegun sejenak. Namun kemudian, senyum getir tercetak di bibirnya."Oke. Aku pasti datang," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Arjuna yang mematung.Semudah itu istrinya menyetujui? Padahal selama ini Larissa selalu menolak ketika mamanya mengundang wanita itu ke rumahnya. Arjuna jelas tahu alasan mengapa Larissa menolak. Ketidaksukaan keluarganya kepada Larissa tentu membuat wanita itu tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka.Lantas ... ada apa dengan istrinya malam ini? Mengapa kali ini Larissa tidak lagi menolak permintaan mamanya?🍁🍁🍁Larissa sudah bersiap dengan gaun terbaiknya. Malam ini ia memutuskan untuk datang dan menghadapi orang-orang yang membencinya. Akan ia tunjukkan bahwa dirinya mampu menghadapi mereka. Tidak menghindar seperti biasanya karena masih menghargai Arjuna.Larissa tahu ibu mertuanya tidak sungguh-sungguh mengundangnya. Pasti ada rencana di balik ini semua apalagi dengan kehadiran Renata yang notabene adalah wanita pilihan mereka untuk Arjuna. Larissa penasaran apa yang mereka rencanakan untuk dirinya.Tanpa menunggu Arjuna yang pasti memilih menjemput kekasihnya ketimbang istri sendiri, Larissa mengendarai mobil mewahnya menuju tempat sang mertua. Ia lirik hadiah yang sudah ia persiapkan. Cincin berlian yang harganya cukup fantastis sengaja ia persembahkan untuk sang mertua. Bukan untuk mencari muka, tetapi ia memang ingin memberikan hadiah terbaik di hari istimewa ibu dari suaminya tersebut.Larissa telah sampai di kediaman megah keluarga Wiratama. Sang asisten rumah tangga menyambutnya dan mempersilakan dia untuk masuk. Rupanya Larissa adalah orang terakhir yang tiba di sana. Arjuna dan kekasihnya sudah sampai lebih dulu dan kini mereka tengah duduk di ruang tamu."Akhirnya kamu datang juga."Sang Ibu mertua menyambut. Tidak ada pelukan ataupun ciuman yang diberikan wanita berusia lima puluh tahun itu kepada sang menantu."Mama apa kabar?" Larissa mencium punggung tangan mama mertuanya. Sebagai tanda hormat meski ia tidak pernah diterima di keluarga ini."Seperti yang kamu lihat. Saya baik-baik saja bahkan sangat baik."Larissa tersenyum dan mengangguk. Ia beralih pada papa mertuanya dan melakukan hal yang sama. Beruntung sambutan dari Ardi Wiratama lebih ramah jika dibandingkan dengan istrinya."Kita mulai saja makan malamnya. Toh, tamu spesialnya sudah datang."Larissa sadar sang mertua sedang menyindir dirinya. Namun, ia bersikap biasa saja seolah tidak terpengaruh sama sekali."Mas mau makan sama apa? Biar aku yang ambilkan," tawar Renata saat mereka sudah duduk di meja makan.Rita--ibunya Arjuna tersenyum senang melihat calon istri putranya yang begitu perhatian."Apa saja. Samain kayak kamu juga boleh."Arjuna melirik sekilas ke arah Larissa. Istrinya itu sama sekali tidak terpengaruh oleh sikap Renata yang menunjukkan perhatian padanya."Rena ini luar biasa ya, Jun. Sudah cantik, karirnya bagus, perhatian lagi sama kamu. Calon istri idaman banget."Renata tersipu mendengar pujian dari ibu kekasihnya. Wanita itu merasa lebih unggul dari Larissa yang sama sekali tidak dianggap meski pada kenyataannya, Larissa-lah menantu di keluarga ini."Terima kasih, Tante. Saya hanya sedang mencoba untuk menjadi istri yang baik bagi Mas Arjuna.""Harus itu. Kita memang harus bisa menyenangkan suami." Rita menimpali. Ia sengaja menyindir Larissa yang duduk tenang di depannya."Iya, Ma. Kita harus hati-hati. Banyak wanita yang melakukan segala cara untuk mendapatkan pria yang dia inginkan, termasuk melakukan hal yang sangat menjijikkan. Dengan menjebak misalnya?" Renata melirik Larissa. Merasa puas telah menyinggung wanita itu di depan keluarga kekasihnya."Lalu bagaimana dengan wanita yang tega merebut suami orang dengan mengumpankan hartanya? Atau ... wanita yang masih menjalin hubungan dengan pria yang sudah mempunyai anak dan istri? Bukankah itu sama-sama menjijikkan?" Larissa berujar santai.Tangan Renata mengepal di bawah meja. Ia jelas tahu Larissa tengah balik menyindirnya dan mamanya."Jangan hanya salahkan wanitanya jika si pria sampai tergoda. Lebih baik introspeksi apa yang kurang pada dirinya hingga si pria bisa berpaling.""Begitukah? Sepertinya mamamu yang mengajarimu trik-trik untuk menjadi pelakor. Dan ternyata dia sukses menjadikanmu seperti dirinya.""Lancang kamu! Beraninya menghina mamaku!"Renata naik pitam. Jika sudah menyangkut mamanya, ia tidak akan tinggal diam."Justru ibumu yang tidak becus menjaga suami. Wanita buluk seperti dia memang pantas ditinggalkan--Argh!""Larissa!" Arjuna naik pitam. Ia tidak pernah menduga istrinya akan bersikap bar-bar seperti itu. Bergegas mengambil tissu, Arjuna mengelap wajah kekasihnya yang basah kuyup akibat ulah Larissa."Apa yang kamu lakukan? Kamu mengacaukan acara makan malam saya!" Rita ikut menimpali. Wajah wanita itu memerah menahan amarah kepada menantunya."Jangan pernah menghina mamaku!" desis Larissa menatap nyalang ke arah Renata. Mengabaikan Arjuna juga mertuanya yang masih shock atas tingkahnya barusan."Dia memang tidak secantik dan sekaya mamamu. Tapi dia masih punya harga diri yang tidak dimiliki wanita seperti kalian."Pertahanan Larissa roboh. Lelehan bening mulai mengalir di kedua pipinya. "Mamaku korban dan tidak pantas disalahkan. Justru kalian yang merenggut kebahagiaan kami hingga seorang istri harus kehilangan suami dan seorang anak harus kehilangan kasih sayang ayahnya. Ingat, Renata. Jangan pernah sekalipun menghina mamaku lagi, atau kamu akan menyesal!"Larissa mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Menyimpan kotak hadiah di atas meja tepat di depan mertuanya."Ini hadiah untuk Mama. Maaf karena aku telah mengacaukan acara makan malam kalian."Setelahnya, Larissa meninggalkan rumah megah itu dengan hati yang hancur. Meninggalkan Arjuna dengan sejuta tanya yang kini meliputi benak pria itu.Ada apa dengan istri dan kekasihnya? Apa yang sebenarnya dirahasiakan mereka darinya?**Bersambung."Sudah baikan, hmm?"Arjuna mengusap pipi sang kekasih. Tatapan iba ia layangkan ketika melihat Renata yang masih shock setelah kejadian di rumah orang tuanya. Sungguh, Juna tidak pernah menyangka Larissa akan berani bersikap seperti itu di hadapan papa dan mamanya. Ia pikir, Larissa bisa bersikap sopan, tetapi nyatanya malah memperkeruh keadaan. Juna menyesal telah membujuk mamanya untuk mengundang Larissa. Hal itu ia lakukan agar hubungan keduanya membaik. Entahlah, semenjak melihat kerapuhan Larissa malam itu, hatinya sedikit tersentuh. Ia ingin Larissa diterima dengan baik oleh keluarganya, meski pada kenyataannya ia sendiri sering mengabaikan sang istri. "Mas.""Ya?" Lamunan Arjuna buyar mendengar panggilan dari kekasihnya."Aku ... aku ingin pernikahan kita dipercepat. Aku ingin segera menjadi istrimu. Aku tidak mau selamanya hanya menjadi kekasih gelapmu," desak Renata. Kejadian di rumah Arjuna membuatnya merasa direndahkan oleh Larissa. Ia ingin statusnya diperjelas. Ia dan
Arjuna termenung di sofa kamar dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang ke kejadian tadi siang ketika ia memergoki Larissa dengan Pramudya. Arjuna mendengar jelas setiap percakapan mereka. Ia pun melihat tangis keduanya meski Larissa berusaha menutupinya. Sorot kebencian dari sang istri untuk Pramudya makin tergambar jelas. Menambah rasa penasaran tentang hubungan yang terjalin di antara keduanya. Pramudya adalah ayah kandung Larissa.Pengakuan yang meluncur dari mulut pria itu sangat mencengangkan baginya. Selama ini Larissa tidak pernah bercerita tentang keluarga wanita itu, ah ... lebih tepatnya Arjuna sendiri yang tidak pernah bertanya atau mencaritahu. Kebenciannya kepada sang istri telah membutakan hatinya hingga ia menutup mata tentang semua masa lalu wanita itu. Ia ingin menemui Larissa dan meminta penjelasan langsung dari istrinya karena tadi siang, wanita itu pergi begitu saja tanpa mempedulikan pertanyaan darinya. Justru Pramudya-lah yang bercerita bahwa pria itu aya
Larissa menghela napas lega. Akhirnya Wanda pergi dan urung membuat kekacauan lebih jauh di tempat usahanya. Walau bagaimanapun, ia takut pelanggannya merasa terganggu atas kejadian barusan. Meski tidak dipungkiri ada rasa senang karena secara tidak langsung, Wanda telah membenarkan gosip yang beredar tentang dirinya dan Renata, tetap saja Larissa harus menjaga kenyamanan para pelanggannya. Pria yang tadi menyelamatkannya dari tamparan Wanda masih berdiri seperti mencari seseorang. Larissa mendekat untuk mengucapkan terima kasih sekaligus menawarkan bantuan. "Terima kasih Anda sudah menolong saya. Apa ada yang bisa saya bantu?" tawarnya sopan. "Sama-sama. Saya hanya tidak suka ada kekerasan apalagi di tempat umum seperti ini. Saya sedang menunggu Mama yang minta dijemput," terangnya. "Kalau boleh tahu, siapa nama Mama Anda?""Mama saya--""Regan!"Perkataan pria itu terhenti ketika seorang wanita memanggil namanya. Keduanya sontak menoleh ke asal suara. "Itu Mama saya," tunjuknya
"Mamaku berakhir di rumah sakit jiwa!"Kalimat terakhir yang diucapkan Larissa sebelum wanita itu pergi, masih terngiang di telinga Arjuna. Sungguh, kenyataan paling mencengangkan dari semua fakta yang ia dengar dari mulut sang istri. Larissa menanggung bebannya sendirian.Larissa menyembunyikan lukanya dari setiap orang.Larissa membutuhkan dukungan dari seseorang dan ia sebagai suami tidak pernah peduli akan hal itu. Arjuna mendesah. Selama ini ia terlalu sibuk memupuk kebencian kepada istrinya tersebut hingga lupa untuk mencari tahu alasan Larissa menjebaknya. Ia masih ingat kala pagi itu terbangun di kamar hotel dengan seorang perempuan yang berbaring di sebelahnya. Keadaan mereka sama-sama polos. Cukup meyakinkan Arjuna bahwa semalam telah terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Arjuna mengira ia seperti itu karena pengaruh alkohol yang ia minum bersama teman-temannya. Awalnya Arjuna mengira Larissa adalah korban atas kekhilafan dirinya. Apalagi setelah melihat tangis wanita i
"Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas?"Arjuna menoleh. Pria itu paham jika Larissa terkesan curiga atas kehadirannya di tempat itu. Namun, ia mengabaikan pertanyaan sang istri dan kembali fokus pada ibu mertuanya yang tengah menatapnya bingung. "Maaf, saya baru sempat menjenguk Mama. Tapi saya janji akan sesering mungkin berkunjung ke sini bersama Larissa."Arumi menitikkan air mata. Dengan sigap Larissa menghapus lelehan bening itu di pipi sang Mama. "Mama kok nangis?"Arjuna memperhatikan sang istri yang kini berpindah duduk di samping mamanya. Menyaksikan bagaimana telatennya Larissa menenangkan sang mama dan membisikkan kata-kata penyemangat.Hati Arjuna menghangat saat melihat sisi lain dari istrinya. Larissa tidak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Wanita itu begitu menyayangi mamanya meski sang mama belum bisa mengenali Larissa sepenuhnya. Hanya karena dendam dan rasa sakit yang membuat Larissa menjelma menjadi wanita tidak berperasaan. Melakukan segala cara demi membalas
Larissa mengabaikan keberadaan Arjuna yang entah kenapa tiba-tiba datang ke klinik miliknya. Pria itu bahkan berpura-pura bersikap manis padanya di depan Regan persis seperti orang yang tengah cemburu. Tidak. Larissa tidak ingin menjelaskan apa pun tentang Regan pada Arjuna. Toh, pertemuannya dengan putra Nyonya Marta tersebut memang hanya sebuah kebetulan. Mobil miliknya tiba-tiba mogok dan kebetulan Regan lewat di sana. Pria itu menawarkan bantuan dengan memberi tumpangan dan menelepon pihak bengkel untuk membawa mobil miliknya. Larissa tidak menolak karena memang ia harus segera tiba di klinik. Ada beberapa pembukuan yang harus ia selesaikan menjelang akhir bulan dan gajian para karyawannya. Larissa ingin pulang lebih awal agar bisa bermain dengan Alkana. Kegiatan yang akhir-akhir ini tidak sempat ia lakukan karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. "Kamu sudah kenal lama sama pria itu? Kelihatannya kalian akrab banget."Arjuna yang duduk di depan Larissa merasa gatal ingin bertan
Arjuna tidak pernah merasa se-marah dan se-kecewa ini. Wanita yang selama ini ia cintai sepenuh hati telah membuatnya malu di depan Larissa. Video semalam. Permainan panasnya dengan Renata disaksikan Larissa, wanita yang berstatus istrinya juga. Entah apa maksud Renata hingga melakukan tindakan menjijikkan seperti itu. Arjuna ingin marah. Namun mengingat mereka sedang berada di tempat umum, ia mencoba menahan sekuat tenaga agar tidak hilang kendali dan berakhir dengan tindakan kekerasan. Ia seorang pria yang pantang berbuat kasar apalagi menyakiti fisik seorang wanita. Akan tetapi perbuatan Renata sudah di luar batas dan kemarahan Arjuna sangat sulit dikendalikan. Alhasil, pria itu meminta istri keduanya pergi dari tempat tersebut. "Pergilah. Aku tidak ingin sampai hilang kendali dan berakhir menyakitimu," perintahnya terdengar dingin. "Mas--""Pergi, Renata!""Mas, tolong dengar dulu penjelasanku!""Pergi atau aku akan menyeretmu sampai ke parkiran!"Nada suara Arjuna terdengar m
Larissa mendudukkan Arumi di depan cermin yang cukup besar. Ia tatap wajah sang Mama yang berubah sendu. Larissa sadar bahwa mamanya belum sepenuhnya melupakan pengkhianatan Pramudya dan ia pun memakluminya. Arumi berpura-pura tegar di hadapan Pramudya dan Wanda agar kedua orang itu tidak merasa bangga karena telah berhasil meluluh lantakkan hatinya. Ia tidak ingin mereka merasa senang karena telah berbahagia di atas penderitaannya. Akan Arumi tunjukkan ia baik-baik saja meski sebenarnya rasa sakit itu belum sepenuhnya hilang. "Ma ...."Usapan lembut Arumi rasakan di bahunya. "Ya, Sayang?""Mama masih sedih?"Arumi memaksakan senyum. "Enggak. Ayo, katanya mau bikin Mama cantik," kilahnya mengalihkan pembicaraan."Oke, tunggu sebentar."Larissa meninggalkan sang Mama untuk mengambil peralatan. Diam-diam ia menghapus air mata yang hampir jatuh di kedua pipinya. Larissa tidak kuat melihat mamanya kembali merasakan kesakitan itu. Pertemuan mendadak dengan Pramudya tidak pernah terpikir