"Saya terima nikahnya dan kawinnya Aruna Lakhsita Wira binti Wira dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai karena Allah." Suara Tyo lantang terdengar dalam satu tarikan napas."Bagaimana saksi, sah?" Petugas KUA menoleh pada dua orang saksi."Sah!" Kedua saksi menjawab bersamaan."Alhamdulillahirobbilalamin." Ucapan hamdalah langsung memenuhi ruangan itu.Aruna mengusap air matanya dengan tisu. Dalam balutan gaun nuansa putih, dia tak kuasa menahan air mata saat proses akad nikah dilangsungkan.Hatinya bergetar saat mendengar suara serak penuh haru sang Ayah mengucapkan kalimat ijab dan suara tegas nan mantap sang Pujaan menyambut dengan kalimat qabul.Setelah sekian tahun hidup menjanda, hari ini Aruna akhirnya kembali menemukan penyempurna bahagianya. Perasaannya buncah saat Zahir dan Zafar yang menggunakan setelan jas warna hitam tersenyum membuka pintu tempatnya menunggu selama prosesi akad dilaksanakan. Kedua putranya itu menjemputnya untuk menuju tempat semua orang telah menungg
Susana haru semakin terasa saat proses “sungkeman” dilaksanakan. Air mata Aruna mengalir deras saat Adya dan Wira sepenuh hati mendoakan kelanggengan, kebahagiaan dan keberkahan bagi rumah tangganya. Akhirnya dia dapat melihat Wira tersenyum lega melepasnya untuk mengarungi bahtera rumah tangga.Lelaki itu memeluk lama menantunya. Membisikkan banyak hal tentang Aruna. Menitipkan putri semata wayangnya pada lelaki yang sangat dia percaya mampu menggantikan perannya sebagai seorang yang bertanggung jawab pada anaknya.“In Syaa Allah, Pak. Saya akan jaga Aruna dengan segenap jiwa, bahkan jika itu harus mempertaruhkan nyawa.” Tyo menatap yakin mata Wira.Lelaki itu paham kenapa Wira seperti itu, keluarga ini mempunyai trauma yang sangat dalam pada pernikahan Aruna yang terdahulu. Sehingga, dia harus bisa memberikan keyakinan pada Aruna dan kedua orangtuanya bahwa tidak semua lelaki akan menorehkan luka.Wira mengangguk mendengar ucapan Tyo. Bahu lelaki itu berguncang. Tyo tersenyum dan m
Tibra menarik napas panjang. Dia sudah mendengar berita tentang mantan istrinya itu beberapa hari ini. Namun, sekuat hati dia mengabaikannya. Tak dapat dipungkiri, ada sedikit rasa yang tak biasa tergelitik jauh di relung terdalam perasaan saat mendengar nama Aruna disandingkan dengan nama lelaki lain selain dirinya.Bertahun-tahun setiap ada pemberitaan, nama mereka selalu bersanding. Bahkan, setelah perceraian pun namanya dan Aruna masih sering disangkut pautkan. Kini, saat ada nama ketiga mencuat, ada yang lain di hatinya. Nama ketiga? Ah … sejatinya, itu adalah nama pasangan Aruna, karena mereka sudah bukan siapa-siapa. "Iya dong, mau bulan madu dulu."Suara tawa Aruna terdengar renyah dari televisi, membuat Tibra mau tidak mau menoleh. Lelaki itu menatap foto-foto pernikahan Aruna. Tibra memandangi wajah Aruna lama saat foto mantan istrinya itu terpampang menggunakan gaun putih khas pengantin.Tayangan berikutnya memperlihatkan foto Aruna dan Tyo berdiri di tengah. Di samping ki
“Tibra, sebentar, Tibra!”“Dhir, sedikit, Dhir, tanggapannya!”“Sebentar yuk, sebentar saja.”“Aduh! kameraku!”Tibra merangkul Andhira. Mereka berjalan cepat berusaha menyibak kerumunan awak media yang mengerumuni dan terus mengikuti langkah mereka.Sejak berita pernikahan Aruna yang diselenggarakan di kapal pesiar mewah tersebar luas, perhatian publik langsung tertuju pada mantan suaminya, Tibra. Cabang utama resto hingga perumahan tempat Tibra tinggal tak urung menjadi tempat “tongkrongan” wartawan yang berharap bisa mewawancarainya. Tibra dan Andhira seolah hilang ditelan bumi. Pasangan itu menghilang begitu saja sejak berita Aruna mencuat dan menarik atensi publik.Absennya mereka dari layar kaca menimbulkan banyak tanya. Hal itu dapat dimengerti karena selama ini Tibra selalu terbuka di layar kaca. Baik saat masih bersama Aruna maupun setelah menikah dengan Andhira. Hampir semua kegiatannya menjadi konsumsi publik apalagi jika berhubungan dengan hal yang bisa mengangkat citra
“Menurut keterangan Aruna yang dihubungi lewat sambungan telepon, bulan depan mereka akan mengdakan resepsi pernikahan di salah satu hotel milik suaminya. Apakah kalian diundang?” Sekarang beberapa awak media malah berdehem mendengar pertanyaan temannya yang lain.“Ooh suaminya punya usaha perhotelan?” Tibra menoleh pada wartawan yang tadi bertanya. Dia memang belum sempat mencari tahu tentang calon Ayah sambung anak-anaknya itu.beberapa waktu lalu, Zahir dan Zafar memang sempat menyampaikan ada pesan dari Aruna yang mengajak Tibra dan Andhira bertemu. Katanya, Aruna ingin memperkenalkan mereka pada seseorang. Namun, karena dia sedang pusing dengan masalah perusahaan, persidangan Devan dan yang terbaru anaknya ternyata sakit serius, Tibra hanya menjawab nanti. Rencana yang tidak pernah terealisasi sampai pernikahan Aruna akhirnya digelar.“Menurut keterangan dari Google, Danartyo Abhirama merupakan pemilik salah satu hotel berbintang lima dan juga pengusaha pakan ikan. Namanya memang
“Sudah dulu ya, Teman-teman.” Tibra tersenyum lebar saat akan menutup pintu mobil. Sungguh, dia sudah lelah menanggapi setiap pertanyaan yang sejak tadi tak ada habisnya.“Oh iya, kalau boleh tahu apa kepentingan kalian di rumah sakit ini?” Salah satu awak media tersadar. Pertanyaan itu membuat yang lain saling lihat dan mengangguk, mereka menanti jawaban Tibra dan Andhira.“Selamat pagi.” Tibra menutup pintu mobil dan melambaikan tangan tanpa menjawab pertanyaan dari wartawan. Dia belum siap jika berita tentang anaknya diketahui publik.Dia memang sengaja merahasiakan perihal anaknya yang sakit. Sejak Andhira melahirkan dan bayinya butuh perawatan intensif, mereka memutuskan menyewa ruangan VVIP di sana agar anaknya mendapat perawatan yang baik.Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya akan dibanding-bandingkan dengan Aruna. Saat mantan istrinya sedang berada di puncak kesuksesan usaha dan berbahagia dengan pernilakahan, dia sibuk mengurus penyakit anak dan segala masalah
"Kenapa dulu nggak langsung bagi gono-gini saja, Mas? 'Kan jadi jelas harta mana punya siapa." Andhira menoleh pada Tibra yang memejamkan mata. Walau selama ini dia tidak pernah diajak berdiskusi masalah keuangan, tapi dia tahu pasti suaminya itu sedang kesulitan."Sudahlah, Dhir, semua sudah berlalu sekian tahun lalu." Tibra menggenggam tangan Andhira dan meremasnya pelan. "Tenang, aku yakin semua akan baik-baik saja. Dedek akan sembuh, usaha kita akan bangkit lagi."Andhira mengangguk dan menyandarkan kepala pada bahu Tibra. Andai bukan karena Anna sudah merengek ditelepon, Andhira tidak akan mau meninggalkan bayinya sendirian. Namun, dia harus menyempatkan waktu menemui Anna sebentar agar anaknya tidak merasa terabaikan.Sementara, Tibra terhanyut dalam pikirannya sendiri. Dia sempat sakit setelah putusan sidang Devan dibacakan beberapa bulan lalu. Mantan rekan bisnisnya itu memang diputus bersalah, tapi dia tidak mendapat ganti rugi apapun karena semua aset Devan yang dia laporkan
Maldives atau yang biasa disebut juga Maladewa memiliki perairan biru kehijauan, pasir putih bersih, matahari terbenam, langit jingga dan tentu saja kemewahan.Aruna menarik napas panjang menikmati angin laut yang berhembus pelan memainkan rambutnya yang terurai. Wanita itu menoleh pada suaminya yang masih mendengkur di kasur.Mereka baru saja tiba di sini empat jam yang lalu. Tepat jam empat subuh, seaplane yang disewa secara khusus tiba dan membawa mereka kemari. Begitu selesai melaksanakan shalat Subuh, mereka langsung merebahkan diri di kasur karena rasa kantuk yang menyerang dan juga lelah perjalanan.Aruna memilih Maldives sebagai tempat bulan madu mereka. Alasannya karena dia belum pernah liburan kesana dan Tyo memang membebaskannya untuk memilih mau liburan kemana.Walau namanya bulan madu, tapi Tyo memboyong serta Zahir dan Zafar yang kebetulan sedang libur sekolah serta mengajak juga kedua orangtua dan mertuanya.Menurut Tyo, acara liburan kali ini bisa menjadi ajang mendeka