Part 15Seperti ditampar oleh sandal, Abiyya terbungkam mendengar keputusan ayah mertuanya. Ia hanya mampu menunduk dengan pandangan berkaca-kaca."Tapi, Yah--""Ini demi kebaikan kalian. Ayah juga ingin lihat kesungguhanmu menjadi seorang suami yang baik dan bertanggung jawab. Semoga kamu mengerti dengan keputusan ayah," lanjut ayah mertuanya lagi.Abiyya terpaksa mengangguk. Gara-gara ulah sang kakak, dia yang kena getahnya. Pemuda itu mengambil nafas dalam-dalam, mulai sekarang dia harus bekerja keras dan membuktikan pada mertuanya itu bahwa ia mampu menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untuk istrinya.Abiyya juga yakin, suatu saat, dia pasti bisa membahagiakan Safira."Ayah akan memberimu waktu tiga bulan, minimal kamu dapat pekerjaan yang tetap, setelah itu kamu boleh membawa Safira pergi bersamamu. Tapi harus diingat, jangan serumah lagi dengan Adit.""Baik, Yah. Aku akan berusaha dengan keras.""Bagus. Sekarang, kamu pulang dulu. Biarkan Safira tinggal dengan tenang di
Part 16"Pekerjaan apa?""Nyanyi di cafe? Mau kagak lu? Ini kesempatan emas lho!"Eggy menyerahkan ponselnya pada sang sahabat. Abiyya membaca semua chat dari Nabila. Ia berpikir sejenak. "Gak usah kebanyakan mikir lu! Bukannya lu lagi membutuhkan uang? Terima saja dulu buat batu sandungan lu sementara waktu!" tukas Eggy. Dia mengambil guitar dari pangkuan Abiyya."Ayo kita berangkat sekarang! Gue bakalan anterin lu! Siapa tau menyanyi adalah jalan lu menjadi sukses!" lanjut Eggy lagi dengan nada berapi-api."Tapi Gy, kalau bokap gue tahu dia pasti gak bakalan ngizinin.""Gak usah pikirin bokap lu yang kuno itu. Yang penting kan lu bisa nghasilin duit, halal, dan yang terpenting bisa nafkahin istri lu. Lu harus buktikan pada orang tua lu dan juga mertua lu, kalau lu itu layak! Lu itu laki-laki yang bertanggung jawab! Bukan bocil yang bergantung pada ortu lagi!"Abiyya menghela nafas dalam-dalam. "Baiklah, aku akan mencobanya."Jawaban Abiyya membuat Eggy tersenyum."Nah, gitu dong! G
Part 17Aditya turun dari motornya, lalu menyugar rambut sembari berkaca di spion. Lelaki itu bersiul-siul riang. Berharap hari ini akan bertemu dengan pujaan hati. Melewati ruangan Safira, pandangannya seolah mencari ke seluruh penjuru ruangan tapi tak nampak. Tak lama Santi, rekan kerja Safira melintas."Santi, tunggu!" cegah Aditya."Ya?""Safira gak berangkat kerja?""Gak tau deh, jam segini dia belum sampai. Biasanya kan sudah ya.""Kamu gak tahu dia dimana sekarang?!""Enggak. Bukannya lu yang harusnya lebih tau tentang Safira ya? Lu kan kakak iparnya?!" pungkas Santi, ia pun segera berlalu begitu saja meninggalkan Aditya yang masih terbengong sendiri.'Dia tau kalau gue kakak iparnya?' batin Aditya. Tangan Adit mengepal, ia tak terima. Karena dulu ia dan Safira terkenal sebagai pasangan yang serasi. Tapi ternyata ia hanya berakhir sebagai kakak iparnya saja. Safira menikah dengan adiknya."Gagal deh! Padahal aku ingin mengajaknya kencan bersama lagi! Aaarrrggh! Awas saja kau S
Part 18Malam itu Abiyya sudah berada di Cafe bersama sahabatnya. Untuk beberapa saat, ia mulai latihan dulu. Tak lupa membawa gitar kesayangannya, untuk mengurangi rasa grogi yang mendera."Abi, udah siap?" tanya Nabila dengan senyuman manisnya."Siap, Mbak. Bismillah ..." sahut Abiyya dengan mantap. Untuk sejenak ia memejamkan matanya."Oke semangat ya!"Pemuda itu mengangguk. Terbayang wajah Safira sebagai penyemangat untuk ia bekerja pertama kalinya di cafe ini.'Ini semua untukmu, hidupku untukmu, sayang dan cintaku pun untukmu. Semoga kita bisa bertahan dalam ujian cinta ini. Aku akan berjuang demi kamu.'Di panggung itu, Abiyya mulai tampil membawakan beberapa lagu. Ia memang sengaja membawa gitarnya sendiri agar terlihat profesional meski dengan versi akustik.Saat ini beginilah pekerjaannya, menghibur para pengunjung cafe. Mendengar suara merdu Abiyya, beberapa orang langsung memperhatikannya dan memberikan tepuk tangan saat lagu itu selesai.Pukul setengah sebelas malam, pe
Part 19Abiyya datang ke toko tepat waktu. Raffi tersenyum melihat semangatnya. "Syukurlah kamu sudah datang," ucap Raffi."Iya, Mas.""Nih, ganti dulu bajunya pakai seragam ini."Abiyya mengangguk dan langsung mengganti baju di belakang."Sudah sarapan?" tanya Raffi."Sudah Mas.""Oke, kamu bantu-bantu yang lain dulu ya, siapin box kue. Dan masukin kue-kue kecil dalam plastik.""Baik, Mas."Abiyya berlalu ke dalam. Beberapa karyawan Raffi's bakery sudah berkumpul semua dan melakukan tugasnya masing-masing. Pemuda itu merasa takjub dengan banyaknya pesanan di toko kue yang terlihat sepi dari luar. Nyatanya di dalam, produksi penuh dengan pesanan online. Raffi yang mengendalikan sendiri sebagai tim marketing online tokonya. Begitupun dengan resep kuenya. Dia selalu berinovasi dengan aneka kue yang ia ciptakan.Hampir tiga jam Abiyya menyiapkan aneka box kue dan juga memasukkan kue yang sudah selesai produksi."Bi, ini daftar alamat pelanggan," ujar Raffi menyodorkan sebuah kertas pad
Part 20"Tenang saja, kalau buat beli hati kamu sih cukup.""Eh?""Haha, bercanda Yang!" tukas Abiyya sembari menjawil pipi Safira. "Ayo, mau makan dimana?" "Warung makan lesehan.""Oke.""Nih, pakai helmnya," ucap Abiyya. Tadi ia sengaja pulang ke rumah untuk mengambil helm.Seperti sepasang remaja yang sedang di mabuk asmara. Mereka berboncengan dengan mesra. Safira memeluk erat pinggang sang suami dan menyandarkan kepalanya di punggung. Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang ia nanti. Gelora cinta keduanya luar biasa, rasa rindu yang terpendam selama beberapa hari kini mulai terobati. Irama jantung keduanya berdebar tak menentu. Bagaikan bunga-bunga yang layu kini kembali bermekaran.Sesampainya di warung lesehan, keduanya turun. Abiyya membantu Safira melepaskan helmnya.Safira tersenyum manis. Ia merasa gugup sekali, setelah sembilan hari tak bertemu."Pak, ayam bakarnya dua ya, minumnya es teh manis." Abiyya memesan makanan untuk mereka berdua."Baik, Mas. Silakan duduk dulu
Part 21[Bi, kerjanya yang semangat ya] tulis Safira dengan emoticon love.Abiyya langsung menghubungi Safira, melakukan panggilan video. Tak butuh waktu lama Safira langsung mengangkatnya meski diselipi rasa gugup."Assalamualaikum, Yang.""Waalaikum salam.""Yang, gimana penampilanku, ganteng gak?" tanya Abiyya seraya menaik-turunkan alisnya menggoda. Safira mengulum senyum lalu mengangguk pelan. Ia tak bisa berbohong karena penampilan Abiyya memang terlihat makin keren dan tampan."Tadi dimarahin sama ayah?" tanya Abiyya lagi."Enggak, Bi. Cuma tanya habis dari mana kok pulang telat.""Terus dijawab apa?""Habis lembur.""Hahaha, iya lembur jalan denganku." Abiyya terkekeh. Safira memanyunkan bibirnya membuat ekspresinya terlihat makin menggemaskan. "Dah pinter boong sekarang ya!" celetuk Abiyya lagi."Ish, ini juga gara-gara siapa coba?!""Hahaha ..." Abiyya masih tertawa. Ah dia merasa senang sekali apalagi bisa memandang wajah sang istri sepuasnya meski dalam layar ponsel."H
Part 22Safira tersenyum simpul. "Kamu orang spesial di hati aku ...""Spesial, tapi bukan martabak 'kan?""Ish Abiiii ...?!" Safira mencebik kesal. Abiyya justru terkekeh. Dan tanpa sadar langsung memeluk istrinya. "Bi, lepasin ... Ini tempat umum, malu.""Haha, oke. Padahal kita udah halal. Gak masalah kan?" Abiyya mengurai pelukannya. Sementara Safira mengangguk malu."Lapar gak? Kita makan lagi di tempat kemarin?" tanya Abiyya.Safira menggeleng. "Kenapa?""Nanti duitnya cepat habis Bi, kamu kan lagi ngumpulin uang bu--""Sssttt ..." Abiyya menempelkan jari telunjuknya ke bibir Safira. "Duit habis bisa dicari lagi, Yang. Lagian masa sama istri sendiri aku pelit, mana tega! Aku kerja kan buat nafkahi kamu."Mata Safira berbinar. Ia tak menyangka suami yang usianya lebih muda darinya punya pemikiran yang dewasa."Insyaallah nanti ada rezeki buat jemput kamu. Doakan saja biar pekerjaanku makin lancar.""Aamiin ... Iya, Bi.""Ya sudah, ayo makan! Mau dimana?""Jangan di tempat kemari