Entah apa yang menggerakkan Ritz dan kekasihnya—Viona—tiba-tiba, suara klakson mobil mengejutkan empat orang yang duduk membelakangi mobil tersebut.
"Oh, kalian baik sekali. Oke, masuk," ucap Ritz saat wajahnya melongok keluar dari kaca jendela mobil. Viona terlihat malu dan segera merapikan rambutnya yang berantakan dengan jemari tangannya.
Polo mendengkus malas termasuk Edward. Empat orang itu segera mendekati mobil dan naik di bak belakang. Ritz terlihat tak merasa bersalah dan cuek saja di dudukkan kemudi menjadi sopir.
BROOM!
Mobil pergi meninggalkan Klinik tersebut kembali ke dermaga. Polo dan lainnya disambut oleh para anggota tim karena mereka pergi cukup lama di luar sana. Namun, orang-orang itu kembali dengan muatan penuh.
Chen dengan segera membuat cairan infus untuk Marco dibantu oleh kekasihnya—Amy. Polo melihat jika saudara kembarnya mulai berangsur pulih. Hanya saja, Marco tetap dibaringkan di dalam tabung. Galina menda
Jangan lupa vote gemsnya ya sebelum hangus. Semoga gak ada tipo. Tengkiyuw lele padamu^^
Polo segera memapah Marco masuk ke dalam rumah singgah. Marco terlihat pucat dan lesu. Polo mendudukkan saudara kembarnya ke sofa perlahan. "Kau basah kuyup. Lepaskan pakaianmu. Ada pakaian ganti di sini," ucap Polo seraya melucuti pakaian saudaranya dan menyisakkan boxer saja untuk ia kenakan. Polo bergegas masuk ke dalam kamar dan mengambilkan pakaian ganti. Marco berbaring dengan pandangan sayu. Bibirnya kering, tubuhnya seperti tak bertenaga. "Kau akan baik-baik saja, Brother. Kau sudah lebih baik sejak terkena dampak gas beracun itu," ucap Polo seraya memakaikan celana kain panjang. "Oh!" kejut Irina, saat ia mendapati Marco tergeletak di dudukkan sofa ditemani Polo di sisinya. Polo menatap Irina gugup, dan keduanya canggung seketika. "Irina?" panggil Marco melirik ke arahnya. Irina segera mendatangi kekasihnya terlihat cemas. "Hei. Kau sudah sadar? Kau kemari sendirian?" tanya Irina yang bersimpuh di lantai sera
Polo terhuyung terkena pukulan Marco. Pria bermanik merah yang terlihat pucat dan tak bertenaga itu ternyata tak seperti yang terlihat. Irina menutup mulutnya dengan kedua tangan terlihat panik karena dua pria yang dicintainya saling berkelahi. Praktis, semua orang yang melihat perkelahian itu berlari mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi. "Hei, hei! Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Bruno langsung memegangi tubuh Polo yang membalas pukulan Marco di wajahnya. "Lepaskan! Dia mengambil Irina-ku!" teriak Marco lantang dengan mata melotot lebar ketika tubuhnya dipegangi oleh Robin. "Apa maksudmu?" tanya Hugo bingung. "Polo! Dia memanfaatkan kesempatan ketika aku terbaring sakit dengan menjadi kekasih Irina. Aku melihatnya mencium Irina-ku! Dia pasti melakukan tipu muslihat dan hasutan hingga Irina jatuh ke pelukannya! Dasar baj*ngan!" teriak Marco murka, dan semua orang terkejut seketika. Polo melepaskan dekapan Bruno di tubuhnya
Malam itu, tim Polo tiba di Boston. Fabio telah menandai kediaman salah satu anggota Dewan 13 Demon Heads—Kim Han Bong. Polo menggunakan teropong malam untuk melihat pergerakan di sekitar mansion di mana mereka akan mendarat malam itu sebelum melanjutkan penerbangan menyeberangi lautan menuju ke Rusia. "Bagaimana, Capt?" tanya Bruno telah bersiap dengan senapan laras panjang dalam genggaman. "Aku tak melihat adanya pergerakan," jawabnya yakin dari tempatnya berdiri. "Siap mendarat, Capt!" teriak Edward dari bangku co-pilot. "Yes, daratkan. Tim A, bersiap," tegas Polo. Orang-orang yang tergabung dalam tim A yakni Bruno, Robin, dan Polo. Sisanya masuk dalam tim B. Helikopter berhasil mendarat di helipad kediaman Han. Tempat itu bercahaya lampu dan Polo yakin jika ada penghuninya. Polo memberikan kode kepada tim yang akan turun untuk menyusuri tempat tersebut seraya mencari tahu keberad
Tak lama, tim Polo kembali usai mengamankan helikopter mereka. Polo melihat Sakura mengotak-atik layar ponselnya dan terlihat, visual dari kendaraan terbang yang berada di helipad. "Ayo, ikut aku. Helikopter kalian sudah aku amankan dengan CamGun," ajaknya seraya berjalan. "CamGun?" tanya Ritz mengulang. "Ya. Salah satu senjata buatan Boleslav Industries. Galina, Bykov, Pamungkas, adalah orang-orang dalam jajaran Boleslav. Aku jadi penasaran, siapa diantara kami yang masih bisa bertahan," jawab Sakura seraya berjalan tegap menyusuri lorong menuju ke sebuah almari dengan banyak buku tersusun rapi pada rak tersebut. NGEK! "Wow! Jalan rahasia!" pekik Lucas terkejut. Sakura tetap berjalan di depan dengan mantap. Mereka menuruni tangga dengan cahaya redup menyinari dinding lorong tersebut hingga mereka menemukan sebuah ruangan luas di bawah tanah. "Oh! Mereka ...?" tanya Fabio menunjuk dengan mata terbelal
Polo mendekati Sakura yang terlihat serius untuk mencoba mencari keberadaan Galina dari pantauan satelit. Semua anggota tim Polo ikut merapat dan mereka terkejut saat melihat jika semua fungsi alat komunikasi di tempat tersebut masih bekerja dengan baik. "Utara ... hem, mari kita lihat," gumannya yang mengarahkan pencitraan satelit menuju ke Alaska. "Ah! Itu mereka! Itu kapalnya!" pekik Edward menunjuk sebuah layar saat melihat pergerakan sebuah kapal berwarna putih yang berlayar di sepanjang garis pantai. Senyum semua orang merekah karena kapal tersebut tetap bergerak dan terlihat baik-baik saja. "Aku akan mencoba menangkap sinyal radio di kapal tersebut," sambung Sakura terlihat serius saat menggerakkan mouse. Kursor tersebut mengunci kapal yang ditumpangi oleh tim Polo dan Red Skull. Sakura dengan sigap menggunakan headphone untuk menghubungi siapapun yang bisa terhubung di kapal tersebut. "Galina, over. Red Skull, do you hear me? This is Sakura, Boston. Hallo, Guys?" panggil
Duka mendalam menyelimuti hati semua orang. Sakura tak bisa menahan tangisannya saat sang suami tercinta pergi untuk selama-lamanya. Secara perlahan, Polo melepaskan genggaman tangan Alex di tangannya. Sakura memeluk sang suami yang terbaring lemah tak bernyawa. Anak-anak yang berada di ruang bawah tanah mendatangi kamar Alex karena mendengar suara tangisan wanita yang selama ini mengayomi mereka. Mitha bahkan tak bisa membendung kesedihannya karena ikut merasakan kehilangan yang sama. Anak-anak menangis, dan kawan-kawan Polo berusaha menenangkan mereka. "Kita akan memakamkan Tuan Alex sebagai ucapan terima kasih karena telah mengizinkan kalian tinggal di sini bersamanya," ucap Polo mendatangi anak-anak yang bersedih itu. Mita dan lainnya mengangguk. Bruno dan kawan-kawannya pergi bersama anak-anak ke halaman belakang untuk menyiapkan pemakaman. Mitha menunjukkan tempat di mana para penjaga sebelumnya telah meninggal dan dimakamkan di tempat tersebut. "Kuburan-kuburan ini ...," uca
Polo dan kawan-kawannya terkejut karena kedatangan segerombolan monster yang mencoba menerobos gerbang kediaman Kim Han Bong. "Polo! Ke Pusat Komando! Cepat!" perintah Sakura dari atas helikopter yang masih melayang di sekitar halaman mansion Han. Polo segera berlari menyelamatkan diri bersama kawan-kawannya. Anak-anak ketakutan dan saling berpelukan di dalam helikopter. Dengan sigap, Sakura mengarahkan CamGun mini ke arah para monster dewasa itu. Seketika .... DODODODOOR!! "Bunuh mereka semua, Fabio, Lucas!" perintah Sakura mengarahkan kemudinya agar senjata tersebut terfokus pada para monster. Suara erangan kesakitan dari para manusia yang terkena serum tersebut bersahut-sahutan. Ternyata, keributan itu malah mendatangkan lebih banyak monster ke kediaman Han. "Lucas! Giring mereka menjauh dari mansion! Ayo!" perintah Sakura dari sambungan radio. Segera, Lucas mengarahkan helikopternya menjauh dari kediaman Han dengan tujuan utama tetap ke Utara. Sakura berharap para monster me
Polo semakin curiga jika selama ini mereka diawasi. Hingga keseriusannya buyar ketika para anggota timnya berseru lantang saat mereka berhasil melumpuhkan para monster dan helikopter berhasil terbang dengan selamat. Polo melihat keadaan di permukaan sepanjang helikopter melintas, tak ditemukan manusia atau monster. Namun, Polo yakin jika banyak manusia masih bertahan dan memilih untuk bersembunyi. "Edward, setelah ini kita singgah di mana?" tanya Polo menatap Edward yang memegang tablet dengan rute dan titik telah ditandai. "Aku ragu kita bisa melintasi Samudra Atlantik Utara, Polo. Kondisi helikopter kita tak menjanjikan. Mungkin ... kita sebaiknya menggunakan kapal ketika tiba di Newfoundland. Kita cari kapal untuk menyeberang," jawab Edward yang membuat semua orang di kabin terdiam. "Atau mungkin kita bisa mencari helikopter lain? Pasti ada hanggar pesawat terbang yang bisa kita singgahi," sahut Bruno memberikan usulan. "Kenapa, Bruno?" tanya Polo heran. "Aku merasa jika armad