Satu pukulan keras itu sudah membuat bibirnya berdarah, hidungnya mimisan, pelipis matanya pecah, dan pipinya bengkak. Wajahnya mirip babi kena gilas kereta. Sudah tangannya tidak bisa digerakkan, kini wajahnya sudah babak belur. Karir militer hancur, mental rusak, dan fisik cacat pula. Habis sudah hidupnya. Itulah akibat dari sombong. Kini dunia sudah tidak menarik lagi bagi si mantan Letnan Dua! Belum puas, Alexander lalu berjongkok di hadapan tubuh Martin yang teronggok lemah di atas lantai. “Kau berniat ingin menjadi suami Gabriella Callister dengan cara menyingkirkan Alex Luther. Dengan begitu kau bermaksud memanfaatkan Gabriella guna mengambil hati Pablo Callister supaya karir militer mu bisa meroket. Niat dan cara mu jelas salah! Ditambah gaya mu pun sombong luar biasa. Sekarang kau mendapatkan balasannya, Biadab!” Keluarga Martin tidak banyak bunyi. Mereka pasrah. Jika Martin berada pada posisi yang benar, mungkin lain cerita, tapi nyatanya Martin berada dalam posisi yang sa
Namun, itu dulu. Alexander pun berjanji bahwa dia tidak akan pernah lagi menyusahkan apalagi merusak nama baik Keluarga Callister ke depannya. “Aku janji akan memperbaiki diri, Ayah.” “Terlambat! Kau sudah terlambat! Sebesar apa pun usaha yang kau lakukan tidak akan berarti apa pun! Kau sudah tidak layak berada di lingkungan Keluarga Callister. Keputusanku sudah bulat. Tidak ada tempat lagi bagi mu.!” Kendati pun demikian, sebagaimana pendiriannya, Alexander tidak akan pernah berpisah dari istrinya, selamanya. Pablo berjalan mondar-mandir di sana sambil melirik wajah Alexander, lirikan menohok dan sinis. Dia pun berkata dengan penuh kegembiraan, “Untung saja Jenderal Naga Emas sudah berbaik hati. Kalau saja beliau tidak turun tangan, aku tidak tidak tahu apa yang bakal terjadi pada putriku. Aku sudah mengerahkan anak buahku untuk mencari putriku tapi hasilnya nihil. Tapi, Jenderal Naga Emas sudah berbaik hati sehingga putriku terlepas dari bahaya."Pablo berdecak bangga. “Aku sang
Sosok yang menggunakan topeng naga emas di hadapannya, yang begitu heorik, dan penuh keperkasaan. Wanita mana pun yang mendapat perlakuan semacam itu tentu akan merasa tersanjung dan terkagum. Begitu pula bagi Gabriella, masih terkenang, masih terngiang. “Aku meminta maaf karena tadi pagi membiarkan mu sendirian, Gaby. Aku juga meminta maaf karena tidak bisa menemukan mu seharian ini. Maafkan aku,” ucap Alexander dengan nada sedih dan nyaris putus asa. Gabriella melengos dari tatapan iba suaminya. Dia mendengus kesal dan masih acuh tak acuh. Meskipun dia sudah terselamatkan oleh orang yang bukan dia harapkan, namun hatinya masih berada dalam kegamangan dan kegalauan. Padahal, semalam baru saja mereka menikmati malam-malam indah berdua sebagaimana suami dan istri, bercumbu, bercinta ria. Namun sekarang, seakan ada tabir tipis yang mulai menghalangi, seolah ada kabut hitam yang mulai menggelayut di antara dua hati. Lantas, apa iya sekarang hati Gabriella mulai condong ke pria sela
Kening Pablo bertambah lipatannya. “WR-Oil? Untuk apa kau ke sana? Melamar jadi tukang bersih-bersih? Sudahlah. Kau tidak punya basic dan pengalaman di bidang sains dan engineering. Kau tidak mungkin diterima bekerja di sana. Percuma.” Alexander sudah tahu kegiatan mertuanya selama lebih kurang empat tahun belakangan, yakni mengurus investasi kecilnya di WR-Oil. Meski dulu Alexander memang tidak paham dunia bisnis dan tidak tahu pula tentang perminyakan, sekarang ceritanya sudah berbeda. Pablo tertawa. “Astaga! Jadi selama beberapa hari ini kau keluar rumah itu pergi ke kantor WR-Oil?” Bukan itu saja, selama ini Alexander memang sesekali berkunjung ke kantor WR-Oil, selepas dari tugasnya sebagai Panglima militer. Cuma, dia tidak bersedia juga membeberkan dan membanggakannya. Apa pun prestasi yang ditorehkan olehnya, tidak akan pernah berarti apa pun bagi Pablo. Jadi untuk apa menghabiskan energi hanya untuk berkoar dan mengambil hati mertua arogan itu? Lalu Pablo bertanya deng
Setelah berjalan kaki sejauh seratus meter, Alexander pun masuk ke dalam Rolls Royce Phantom di sana. “Sudah lama, Farrell?” “Belum terlalu lama juga, Jenderal.” Mobil pun melaju. Seperti biasanya, Alexander lalu mengganti pakaiannya dengan seragam militer plus topeng naga emas. “Bagaimana, apa yang sudah kau ketahui tentang kedua anak Warren Rockefeller?” tanya Alexander yang sudah rapi dan wangi. Sembari menyetir, Farrell pun menjawab, “Tony Rockefeller sang kakak berbeda jauh dari sang adik, Bryan Rockefeller. Mereka mirip dan mempunyai fisik yang sama, tapi watak dan kelakuan mereka sangat berbeda, Jenderal.” Lalu Farrell pun menjelaskan bahwa Tony sang kakak punya karakter buruk dan bahkan bodoh. Tony kerap tidak becus dalam mengurus bisnis Keluarga Rockefeller sehingga sampai saat ini WR-Oil masih saja belum bisa bangkit dan bersaing dengan para kompetitor. Sebaliknya, Bryan sang adik punya karakter baik dan cerdas. Jika saja Bryan tidak mengimbangi kejelekan kakaknya, b
Alexander menarik napas cukup dalam sebelum melanjutkan, “Meski nilai pasar perusahaan sedang anjlok, bukan berarti kalian bisa seenaknya melepas saham perusahaan kepada orang lain. Tony, ingatlah pesan ayah mu, Tuan Warren Rockefeller, beliau tidak akan pernah bersedia menyerahkan saham mayoritas kepada siapa pun, terlebih kepada orang di luar Rockefeller.” Dan kenapa pula Jenderal Naga Emas malah membawa nama ayahnya segala? Seperti yang sudah disebutkan bahwa Alexander mendapatkan tugas dari gurunya, Warren Rockefeller, untuk mengawasi apa pun yang ada di perusahaan. Jadi tujuan Alexander adalah memastikan bahwa di dalam tubuh perusahaan tidak ada problem besar. Warren sudah mewanti-wanti, jika dia tidak ada, bisa jadi perusahaan bakal goyang, dan prediksinya terbukti. Ketika dia mesti terbuang di Pulau Lambora dan entah sampai kapan di sana, kedua anaknya sama seperti dua matahari. Tidak akan pernah bisa bersanding secara bersamaan. Itu artinya akan ada satu saja dari mereka
Niat Tony adalah untuk menjadi matahari tunggal dalam Keluarga Warren Rockefeller. Dengan kata lain dia tidak bersedia menganggap keberadaan Bryan. Saat itulah Alexander berkata dengan dingin, “Adik mu tidak setuju dengan ide mu. Tapi kenapa kau masih bersekukuh tetap menunaikan apa yang kau inginkan?” Tony malah terkekeh saat dilempar pertanyaan seperti itu sebelum menjawab geli, “Jenderal, sesungguhnya adikku tidak mengerti apa-apa soal uang. Dia hanya guru SMA. Tidak paham urusan orang dewasa sepertiku.” “Dia jago matematika. Ilmunya tidak perlu diragukan. Keluarga dan kerabat mu tahu kapasitas Bryan seperti apa. Saran apa pun yang keluar dari seorang ahli hitung tentu mesti jangan dikesampingkan. Apa kau lupa bahwa Bryan sering menjuarai olimpiade?” “Hahaha. Jenderal sepertinya sedang bercanda ya? Kalau begitu cara berpikiranya, seharusnya semua guru matematika di dunia ini sudah kaya raya dengan mengurus bisnis besar. Tapi mayoritas mereka justru miskin walaupun mereka pandai
Alexander langsung mengatur pertemuan dengan Bryan. Meskipun hari itu Bryan ada waktu mengajar di sekolah, karena yang mengajaknya bertemu adalah Jenderal Naga Emas, maka dia segera meminta izin kepada pihak sekolah kemudian bersedia bertemu dengan Jenderal Naga Emas di sebuah tempat ngopi yang tidak begitu mewah. Berbeda dengan penampilan Tony yang necis dan keren, Bryan meski memang rapi, tapi tampak jadul dan agak culun. Kacamata minus dua-nya berduet dengan beberapa jerawat yang menonjol di wajah. Sementara rambut lepek sisir samping kiri itu berkolaborasi dengan jidat yang agak melebar. Tampaknya, dia memang ahli matematika. Sedangkan dari watak dua kakak beradik itu juga jelas berbeda. Jika Tony besar di lingkungan liberal dengan segala kenikmatan, maka Bryan banyak menghabiskan waktu di perpustakaan, laboratorium, dan satu tahun sekali nonton bioskop sama sahabat dekatnya. Tony terbuka dan relasinya luas, sementara Bryan pergaulannya sempit dan cenderung introvert. Ketika B