"Loh, Papa." "Papa?""Uncle?""Wisnu, sejak kapan kamu berdiri di sana?"Barra yang lebih dulu sadar, berjalan mengampiri, diikuti Thea, Terra, dan terakhir Bu Dahlia. Kamila yang mendengar itu semua sontak langsung menendang Revan, lalu bangkit dan membenahi penampilan yang sejujurnya sudah tak bisa lagi terselamatkan."Wi-Wisnu.""Ma-maaf aku datang tanpa kabar. Soalnya sejak tadi ponselmu tak bisa dihubungi dan aku dengar dari Mama sedang ada acara di sini.""Ng, anu, nggak apa-apa, kok. Silakan duduk, ngobrol-ngobrol sama yang lain dulu. Aku ke atas sebentar, ya." Tanpa menunggu persetujuan dengan gerakan seribu bayangan, Kamila langsung berlari menuju kamar. Dan mengurung diri di sana.***Tok! Tok! Tok!"Mil, boleh aku masuk?" Di depan pintu kamar Kamila, Kalina berdiri. Sudah satu jam sejak pamit ke atas, dia masih belum kembali, hingga Kalina inisiatif menghampiri."Masuk aja, Kal. Nggak dikunci." Teriakan Kamila terdengar dari dalam, perlahan Kalina membuka pintu, lalu meng
"Eh, Jeng. Bukannya keluarga Wijaya itu punya tiga menantu, ya? Kok, yang sering keliatan cuma dua?""Iya, betul Jeng Susi. kalau nggak salah istrinya si Wisnu. Dia, kan menantu dari anak pertama, tapi kenapa sampe sekarang masih belum bisa kasih cucu?""Mungkin dia pemalu, atau bisa jadi keluarga Wijaya yang malu ngenalinnya sama kita. Denger-denger dia itu cuma anak haram entah dari keluarga konglomerat yang mana."Sejenak kegiatan perempuan yang tengah menuangkan teh dalam gelas itu terhenti. Meskipun pakaian pelayan melekat di tubuhnya saat ini, hal tersebut sama sekali tak bisa menutupi indentitas aslinya."Nya ...." Gadis berpakaian sama yang berdiri tepat di sampingnya mengiba. Dia jelas menyadari bahwa orang bersangkutan yang tengah dibicarakan ibu-ibu sosialita itu sedang ada di sampingnya kini. Kalina Fathira, perempuan berusia tiga puluh dua tahun yang merupakan menantu pertama dari keluarga konglomerat Wijaya. Kenyataan tentang status sosialnya yang tinggi, sama sekali ta
"Ke mana saja kamu selama ini, Kalina?" Pertanyaan dari ayah mertuanya membuat kegiatan makan Kalina terhenti. "Ke mana atau di mana aku selama ini, apakah kalian benar-benar peduli?" cibir perempuan itu dengan senyum miring yang tersungging. "Bahkan aku yakin selama dua bulan kalian nggak benar-benar mencari.""Kalina!" Wisnu mengingatkan istrinya yang mulai berani. "Kenapa?" balas Kalina tak kalah sengit. "Apa aku harus merengek dan minta dikasihani? Terus mengadu kalau selama dua bulan tinggal di jalanan, kedinginan, kesepian, butuh kehangatan. Cih, itu, kan yang kalian inginkan?""Kalina Fathira!" Suara Wisnu meninggi. Dia bahkan sampai berdiri dan mengepalkan tangan di samping sang istri. "Sudah Wisnu! Mungkin Kalina masih kelelahan. Biarkan dia makan, baru kita bicara lebih rinci," sela Bu Dahlia.Wisnu mengempaskan tubuhnya kembali, masih dengan tatapan tajam yang belum lepas dari sang istri. "Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan. Dua bulan aku memang kecelakaan, dan mobil
"Emang cemen mereka semua, beraninya cuma ngomongin di belakang. Pas disamperin, langsung pada ngilang." Kalina melempar ponselnya ke ranjang saat menyadari kalau anggota yang tersisa di grup WA hanya tinggal dia dan Wisnu. Beberapa menit hanyut dalam lamunan sembari menatap langit-langit kamar, tiba-tiba pintu dibuka oleh seseorang. Kalina melotot dan langsung meloncat ke ranjang saat menyadari ternyata Wisnu yang ada di hadapan sekarang, sementara tubuhnya hanya terbungkus dalaman. Tepat sepeninggal Hendri dia memang langsung menanggalkan semua pakaian, mengingat dress pas badan yang dikenakan serasa tak nyaman. "Nggak sopan. Ketok pintu dulu bisa, kan?" sungut Kalina sembari berusaha menutupi tubuhnya dengan bedcover tebal. "Memangnya apa yang mau kamu tutupi? Lagipula aku sudah melihat semuanya," cetus Wisnu datar. Dia berjalan santai mencabut charger pada ponselnya. "Ng ... tapi, kan ... itu--tau, ah. Keluar sana!" Tiba-tiba Kalina gelagapan dengan wajah merah padam. Namun,
"Apa?" sungut Kamila, saat melihat Revan menatapnya dengan penuh kecurigaan sekembalinya dia dari restoran. "Sumpah aku cuma nyapa si Wisnu sama si gundik doang, abis itu pamitan," dalihnya sembari meletakkan tas tangannya di atas dasbord, lalu melembar heels ke bangku belakang. "Yakin?" Revan menaikkan sebelah alis. "Yakinlah.""Terus itu apa?"Tok! Tok! Tok! "Kalina ... buka pintunya! Hapus foto itu sekarang!" Wisnu sudah berdiri di luar mobil yang dinaiki Kalina dan Revan, lelaki dengan setelan formal itu menggedor-gedor kaca satu arah yang melapisi kendaraan, lalu memanggil istrinya dengan suara tinggi. "Kamu beneran nggak ngapa-ngapain, kan, Mil?" desak Revan yang membuat Kamila memutar bola mata kesal."Nggak. Udahlah, buruan cabut sekarang! Sebelum si Della sama Yayang koar-koar.""Oke."Revan akhirnya menyerah mendebat. Karena bagaimana pun identiknya fisik mereka, tak akan mengubah kenyataan bahwa Kamila dan Kalina adalah dua orang yang berbeda.Mesin mobil pun dinyalakan
Arisan sosialita kali ini melingkupi para wanita dengan status sosial tinggi yang diketahui sebagai para istri dari crazy rich Surabaya. Wanita-wanita yang ber-atribut barang-barang mahal keluaran merk terkenal itu terdiri dari lima belas orang. Lima di antaranya berumur dua puluhan dan sisanya berusia 32-70 tahun. Keluarga Wijaya diwakili Yayang, Hendri, Della, Indra, dan Bu Dahlia. Mereka memang sengaja meluangkan waktu untuk acara bergengsi yang biasa diadakan tiap tiga bulan sekali, dengan arisan bernilai milyaran dalam bentuk beragam. Mulai dari tas, saham, tiket liburan, mobil, dan perhiasan.Di depan stan menu penutup terlihat Cici kelimpungan mencari keberadaan Kamila yang tiba-tiba menghilang setelah acara dimulai. "Kamu yakin nggak liat Nyonya Kalina setelah dia selesai ngupas buah tadi?" tanya Cici pada pelayan lain yang lalu-lalang menyiapkan jamuan. "Nggak, tuh. Mungkin nyonya kecapean makanya dia langsung tepar. Coba cek aja ke kamar!"Cici tertegun sejenak. "Bener j
Di dalam Mobil Alphard berwarna hitam yang terparkir di depan gerbang, Kamila duduk santai dengan bertumpang kaki. Sesekali dia menyeruput soda sembari menyaksikan satu per satu mobil mewah yang berlalu meninggalkan pelataran kediaman Keluarga Wijaya di jam 11 siang ini."Ternyata acara pamer berkedok arisan selesai lebih cepet daripada waktu yang dijadwalkan. Bisa jadi yang punya hajat kena mental duluan, atau para tamu undangan insecure setelah mengetahui menantu yang selama ini diremehkan ternyata meresahkan." Kamila menegakkan tubuhnya, dan membusungkan dada dengan bangga. "Lagian Kamila Anindira dilawan."Beberapa saat kemudian dia melihat Revan yang berjalan cepat ke arahnya."Mau apa lagi si ganteng? Mana tuh muka tegang banget kayak yang nunggu giliran suntik vaksin."Pintu mobil yang memang tidak terkunci langsung dibuka olehnya. Revan melongokan kepala ke dalam."Ikut aku!" Lelaki bermata sipit itu menarik tangan Kamila."Ke mana? Kalau mau muji yang tadi di sini aja!" Kamil
"Gile, kukira ukuran si Kalina cup B, ternyata cup C, jauh banget sama ukurannya si Yayang, yang emang Kutilangdara.""Siapa yang kamu bilang kutilangdara?" Yayang yang baru saja tiba langsung melotot pada Hendri."Ta-tapi, di mataku kamu tetep yang paling perfek, kok, Yang. Sumpah," tambahnya.Yayang memutar bola mata, lalu mendengkus keras sebelum mengambil tempat di samping Della yang matanya terlihat membengkak setelah dipermalukan tadi."Mana si penyihir?" tanya Della beberapa saat setelah Yayang duduk di sebelahnya."Tuh!" tunjuk Yayang dengan dagu ke arah pintu."Excusme, can i help you?" tanya Kamila setelah dia melangkahkan kaki."Duduk!" pinta Bu Dahlia sembari menunjuk kursi di hadapannya."Oke." Kamila mengedikkan bahu, lalu mendarahkan bokong di atas kursi."Pertama-tama mama mau minta maaf kalau selama ini kamu merasa nggak dianggap.""Ma, tadi yang kita bahas bukan in--""Diam, Yayang!"Sanggahan Yayang langsung dipatahkan oleh Bu Dahlia. Akhirnya perempuan bertumbuh ti