"Mommy, lihat ini!" Danzel mengangkat sebuah trophy, menunjukkan benda berkilau tersebut pada sang mommy. Nyatanya, meskipun lukisannya dan sang Daddy tidak menghasilkan juara, akan tetapi kekompakannya dengan sang Daddy berhasil membuat Danzel mendapat trophy. "X dan Daddy berhasil sebagai juara favorit, kami team yang kuat," ucap Danzel antusias. Nara tersenyum pada putranya, meraih trophy tersebut lalu mengamatinya secara detail. Dari bentuknya saja, Nara sudah curiga jika trophy ini bukan dari pihak sekolah. Pertama, ini terlalu mewah untuk perlombaan biasa. Kedua, trophy ini didesain sangat unik, berbeda dengan trophy lain yang diterima oleh anak-anak lainnya. Trophy putranya lain dari yang lain. Terakhir, biasanya anak yang memenangkan kategori favorit atau lima besar, hanya akan memperoleh sertifikat penghargaan. Ini pasti …-Cup'Zavier tiba-tiba datang dan langsung mendaratkan kecupan singkat di kening Nara. "Aku akan kembali ke kantor," ucap pria itu secara lembut, menatap
Minggu pun tiba, tetapi Zavier sama sekali tidak bisa menepati janjinya pada sang putri. Pekerjaannya menumpuk, setelah sarapan pria itu sudah mengurung diri dalam ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya. Zavier tahu dia salah dan mungkin putranya akan marah besar padanya. Namun, jika Zavier menunda untuk menyelesaikan pekerjaan ini, maka pekerjaannya akan menumpuk dan Zavier akan semakin lama terjebak di situasi ini. Sungguh! Zavier sudah menanam janji dalam dirinya, jika setelah proyek pembangunan hotel ini selesai maka dia akan membawa Nara dan Danzel berlibur. Selain proyek, Zavier juga telah menyiapkan hadiah ulang tahun pernikahan untuk istrinya."Ini Teh untuk Mas," ucap Nara, meletakkan secangkir teh tak jauh dari jangkauan sang suami–di atas meja Zaveir. Zaveir mengalihkan pandangan dari laptop, menatap tak enak pada istrinya. "Humm." Dia berdehem, segera mencekal tangan Nara saat perempuan itu berniat akan pergi dari ruangannya, "maafkan aku, Amore. Maaf karena aku t
"Lesung pipi?! Apa menariknya sebuah dimple, Nara Namira Adam?!"Nara menatap heran pada sang suami memperhatikan guratan marah di wajah Zavier yang terlihat nyata. "Apa maksud Ma-- Kamu?" tanya Nara, tanpa menggunakan embel-embel 'mas sebab Zavier melarangnya. "Kamu?!" Zavier menggeram rendah, tidak suka saat Nara memanggilnya dengan sebutan kamu. "Sepertinya pria tadi membuatmu jatuh cinta," tuding Zavier. Nara mengerutkan kening, semakin bingung dengan sikap suaminya. Dia paham kenapa Zavier marah, pasti karena melihat Nara diantar pulang oleh Farhan. Namun, bukan itu masalahnya. Tadi Zavier menyuruhnya untuk tak memanggilnya mas lalu sekarang pria ini marah sebab tak dipanggil mas oleh Nara. Bukankah Zavier aneh?! "Kamu aneh!" dengkus Nara, memilih meraih tubuh putranya yang sejak tadi diam lalu segera melenggang pergi dari sana–meninggalkan Zavier yang sudah menahan kemarahan. ***Setelah pertengkaran mereka tadi, Zavier tetap mendiami Nara dan begitu juga sebaliknya. Namun,
"Papa, Angel membawa makan siang untuk Papa," ucap anak kecil tersebut dengan senang, berlari ke arah meja Zavier kemudian meletakkan bekal makan siangnya di atas meja Zaveir. "Anak siapa lagi ini?!" geram Zavier, melayangkan tatapan tak bersahabat pada anak kecil perempuan tersebut. Sedangkan anak tersebut, dia tersenyum manis pada Zavier sembari membuka kotak bekal makan siangnya–memamerkan isi kotak bekal tersebut pada Zavier. "Ini makanan kesukaan Angel, Papa. Ada nugget dan brokoli rebus," ucap Angel, gadis kecil menggemaskan tersebut. Dia sangat antusias sebab mengira Zavier adalah ayahnya. "Singkirkan anak ini," ujar Zavier malas, mengibas tangan ke arah anak kecil tersebut–isyarat supaya anak tersebut tidak mendekati. Zavier tidak terlalu menyukai anak-anak, kecuali produknya. Tetapi dia juga tidak bisa kasar sebab dia punya anak di rumahnya."Angel!" Sebelum Kenan dan Inggita menyentuh anak tersebut, seorang perempuan lebih dulu berlari cepat ke dalam ruangan Zavier. Dia
"Menyingkir! Aku ingin lewat," kesal Nara dengan mendorong kuat tubuh suaminya yang menghalangi jalan. Intinya Nara marah, merajuk sebab kelakuan suaminya tadi. Ia akui suaminya sangat cerdas dalam hal apapun, tetepi untuk urusan cinta serta cemburu entah kenapa suaminya sangat minus. Bahkan dibawah kata bodoh! Menyebalkan. "Kenapa jadi kau yang marah?" Zaveir menaikkan sebelah alis, menolak memberikan jalan pada Nara. Dia menghadang, berdiri tepat di depan Nara. Jika Nara berjalan ke kanan, Zavier akan mengikut. Begitu sebaliknya jika Nara berjalan ke kiri maka dia akan berjalan ke kiri. "Mas masih bisa nanya begitu?" Nara berkacak pinggang, mengerutkan kening sembari menatap tak percaya pada Zavier. "Aku dihukum akibat sebuah kesalahan yang nggak aku perbuat. Trus Mas nanya kenapa aku marah?" omen Nara, memukul dada bidang suaminya cukup kuat. Zavier menggaruk tengkuk, menatap ragu bercampur salah tingkah. Ah, makhluk menggemaskan yang sedang marah ini sangat imut. Bolehkah dia k
"Mi Nara!" Zaveir berubah haluan, tidak jadi menemui anaknya dan memilih mengejar istrinya. Sial! Apa Nara marah padanya karena dipaksa untuk melayaninya tadi malam? Tapi Zavier merasa tidak memaksa. Dia merayu dan menggoda Nara supaya …- Apa dia melakukan kesalahan lain oleh sebab itu Nara berniat kabur? ***Nara menyeret koper besar menuju pintu utama rumah. Raut mukanya datar, sedikit lelah secara bersamaan. Akhir akhir ini Nara memang kurang vit, mungkin karena aktivitasnya. Selain mengurus suami dan anak, Nara juga sibuk mengurus bisnis aksesoris yang dia geluti. "Tolong kopernya dijaga sebentar, Pak," ucap Nara pada seorang bodyguard yang berjaga di sana. Bodyguard tersebut tampak bingung akan tetapi memilih menganggukkan kepala. Nara berniat kembali masuk untuk mengurus putranya dan suaminya, akan tetapi tiba-tiba saja …-"Kau mau kemana?!" dingin Zavier, sudah berada tepat di hadapan Nara–jarak yang sangat dekat. Nara melotot horor melihat penampilan suaminya. "Mas--"Bu
Zavier melayangkan tatapan tajam ke arah putranya, dia mendekat ke arah Danzel–menjinjing kerah baju seragam putranya tersebut kemudian membawa anak itu dengannya. "Help me, Mommy …." Danzel berteriak, antara takut tetapi gembira secara bersamaan. Dia suka digendong oleh Daddynya. "Mas Zavier, lepaskan X," teriak Nara, ingin menyusul tetapi terlambat sebab Zavier dan Danzel sudah masuk dalam lift. Sedangkan Zavier, setelah dalam kamar mandi, dia menurunkan tubuh putranya lalu memperlihatkan sampo miliknya pada sang putranya. "Bisa jelaskan kenapa sampo Daddy isinya sabun pencuci piring?" Danzel mundur beberapa langkah, muka anak tersebut cemas dengan kening yang sudah mengeluarkan keringat dingin. "Niat X baik," jawab Danzel cepat, antara gugup dan takut pada Daddynya. "Mas!" Nara tiba-tiba muncul, saking khawatirnya dia dengan putranya dia langsung bergegas naik ke atas. Suaminya ini sedikit gila dan suka hilang kendali, oleh sebab itu Nara cemas Zaveir melakukan sesuatu pada pu
"Permisi." Erika berkata sopan dan lembut, meletakkan kotak bekalnya di meja–ikut bergabung makan siang dengan staf lama. "Aku boleh gabung kan?""Iya, silahkan," jawab salah satu staf. Sejenak Erika diam, menikmati makan siang dengan elegan. Setelah itu, dia mulai memperhatikan sekitar serta keadaan. Ada yang ingin dia tanyakan pada para staf di sini. "Kalian tahu tidak tentang kehidupan pribadi Tuan Zavier? Maksudku, dia pria yang sangat mempesona dan sangat tampan. Tetapi Big Boss terlihat sangat dingin, apalagi pada lawan jenis," ucap Erika, memancing keadaan. Hal yang dia ingin gali adalah siapa kekasih Zavier dan bagaimana hubungan pria itu dengan kekasihnya. Dengan mengetahui info tersebut, Erika tahu harus bersikap dan berbuat seperti apa untuk mendapatkan sang Big boss. "Inggita, sekretarisnya, dia sangat cantik dan tubuhnya juga bagus. Tetepi tak ada skandal antara Big Boss dengan Inggita. Kemarin, Big Boss bertemu dengan klien–Nona Cantik dan sangat seksi, dan lagi-lagi B