"Istirahatlah," ucap Zavier, mengusap penuh kasih sayang pucuk kepala istrinya yang berbaring di ranjang. Dia berniat beranjak dari sana. Sebenarnya tidak ingin kemana-mana, hanya ingin mengganti pakaian santai. Setelan mendapat telepon dari putranya, Zavier langsung pulang ke rumah. Dia begitu khawatir dan panik pada kondisi Nara. Sebelumnya, Nara tak pernah seperti ini. Kecuali …- Yah, Nara hamil lagi. "Mas Zavier." Nara menahan pergelangan tangan suaminya, buru-buru duduk sembari menatap takut bercampur ragu. Dokter baru saja memeriksa kondisinya, dan Nara dinyatakan hamil. Zavier pernah mengatakan jika dia tidak ingin punya anak lagi. Sekarang Nara takut, dia khawatir Zavier marah dan tak menerima bayi dalam perut Nara."Ya, Mi Amor? Kau ingin sesuatu?" tanya Zavier, kembali duduk di sebelah ranjang. Dia melepas tangan Nara dari pergelangannya lalu menggenggamnya–mengelus punggung tangan Nara secara lembut. "Aku meminta maaf. A-aku tidak mengerti kenapa aku bisa hamil. Padaha
Dua puluh dua tahun kemudian."Zendaya Almira Adam!" bentak seseorang dengan nada murka, membuat sosok perempuan berusia dua puluh dua tahun tersebut tersentak kaget. Perempuan cantik dan manis secara bersamaan tersebut menatap kaget sosok pria yang menjulang tinggi di di ambang pintu kamar. Danzel Xavier Adam, kakaknya–pria dengan sejuta pesona, tampan, karismatik dan sangat seksi. Itu ucapan wanita diluaran sana mengenai kakaknya. Tetapi di mata Zendaya, kakaknya adalah sosok Godzilla yang kapan saja bisa menyemburkan lahar panas padanya. Kakaknya sangat pemarah! "Aku salah apalagi, Kak?!" ucap Zendaya dengan nada lemah dan getir. Masalahnya orang tua mereka sedang tak di rumah, sedang berbulan madu entah season ke berapa. Andai saja orang tuanya di sini, pria monster diambang pintu kamarnya itu mana berani mengamuk padanya. "Sudah jam berapa ini?" geram Danzel, masuk ke kamar Zendaya. Dia melangkah tenang tetapi dengan tatapan membunuh. Sedangkan Zendaya, dia terlihat panik. D
"Umm, harum sekali, Mas Sayang," ucap Nara baru saja tiba di rumahnya–baru pulang berlibur dengan sang suami. "Biasa saja. Lebih harum masakanmu," jawab Zavier rendah, berjalan sembari memeluk pinggang istrinya secara romantis. Semakin tua hubungannya dengan Nara, semakin Zavier merasa jika dia lebih mencintai Nara. Cinta sekarang diatas ambang rasa cinta itu sendiri, tak ada lagi nada tinggi untuk istrinya sebab cinta mengubahnya menjadi sosok manis untuk Nara. Hanya untuk Nara! Berbeda pada putra dan putrinya. "Ih, Mas Zavier." Nara menahan diri untuk tak salah tingkah, akan tetapi berakhir tersenyum malu-malu. "Tapi ini harum sekali. Aku jadi lapar, Mas.""Kau bisa memakanku di kamar," celetuk Zavier ringan–mendapat cubitan manja diperut dari sang istri. "Mas Za!" Nara memperingati. "Ini jelas aroma masakan yang mengundang. Tapi tidak mungkin putri kita yang super centil itu mau turun ke dapur. Maksudku … Zendaya kita bahkan tidak bisa membedakan lada dengan ketumbar.""Yah, ku
"Wah, cocok ini jadi menantu Tante. Jago masak! Kebetulan kakaknya Zendaya makannya banyak." Nara kembali bercanda. "Is, Mom. Lachi mana mau sama Kakak. Galak dan hidupnya kayak batu. Stop deh Mom, promosiin Kakak. Banting harga sama diskon seratus persen, teman-teman aku juga nggak bakalan suka sama Kakak," dongkol Zendaya, ikut mencoba masakan buatan temannya tersebut. Enak, seperti biasa. Di pertemuannya, Lachi memang dikenal dengan tangan ajaibnya yang pandai mengolah makanan. Zendaya dikenal dengan sikap beraninya dan angkuh, Kiandra dikenal dengan keanggunannya dan Bela dikenal dengan kecengilannya. Tetapi mereka berempat sama-sama barbar dan cukup gila, mungkin itulah yang membuat mereka terikat satu sama lain. "Hehehe … lagian Lachi cuma bisa masak makanan desa, Tan. Mana mungkin cocok dengan keluarga Tante yang kebarat-baratan," timpal Bela. Nara menggelengkan kepala. "Mana ada kebarat-baratan. Tradisi Tanah air oke loh, Sayang. Dan putra-putri Tante terbiasa dengan makan
"Maaf yah, Lachi, Mommy aku emang gitu orangnya. Siapa yang menurutnya sedikit unik pasti ditawarin buat jadi mantu," ucap Zendaya tak enak pada Lachi, saat ini mereka telah di kantor dan sedang beres-beres di sebuah gudang penyimpanan file lama. Tak ada yang tahu identitas asli Zendaya dan mereka cukup sepele dengan Zendaya yang notabennya pekerja magang. "Santai saja, Zendaya. Pada dasarnya kan semua emak-emak yang punya anak lajang kebanyakan begitu," jawab Lachi santai. Di luar dia memang terlihat tak mempermasalahkan tetapi di dalam Lachi sejujurnya cemas. Bagaimanapun dia akan tinggal dengan keluarga Zendaya selama tiga bulan ini. Lachi telah melakukan kesalahan besar pada kakak sahabatnya, gilanya ibu sahabatnya ini menjodohkannya dengan kakak dari sahabatnya yang tak lain adalah Big Boss di perusahaan ini. Bisakah Lachi baik-baik saja selama tiga bulan ke depan? Ah, rasanya Lachi ingin pindah dengan mengontrak di tempat terdekat. Akan tetapi uangnya pas-pasan–bisa sangat k
"Ada Kak X," cicit Zendaya. "Loh, ngapain sembunyi? Enak dong, kamu bisa minta dibayarin sama Big Boss," canda Kiandra. Zendaya mendengus pelan. "Masalahnya dia dengan teman-temannya dan umm … my crush," bisik Zendaya apad akhir kalimat dengan raut muka malu-malu dan pipi yang sudah merona. Zendaya tidak masalah kakaknya di sini, yang dia permasalahkan adalah teman kakaknya. Salah satu dari mereka adalah crush Zendaya, dia malu bertemu dengannya. "Yang mana?" tanya Lachi penasaran, menatap ke arah meja Danzel yang cukup jauh dari mereka. Orang-orang dimeja tersebut terdiri dari enam orang, empat pria dan dua perempuan. "Yang … memakai kemeja hitam," jawab Zendaya, mendapat tatapan dongkol dari Lachi. "Mereka semua memakai kemeja hitam, Nyet." Lachi berucap kesal, kemudian mengelus dada untuk menenangkan diri sendiri, "aduh kesabaranku yang tipis!" "Hehehe … ya-yang duduk di dekat Kak X deh," ucap Zendaya kemudian, setelah sebelumnya mencuri pandang ke arah meja kakaknya."Wihhh
"Tangan sialan!" pekik Lachi pelan, memukul telapak tangannya sendiri secara kesal dengan kuat. Ada apa dengannya? Kemarin dia menduduki benda keramat itu dan tadi dia memegangnya. Sekarang dia dicap mesum oleh Danzel, sang Bis boss. "Semoga nggak dicap kalau aku obsesi sama barangnya." Lachi menatap nanar telapak tangan yang gemetar. Sudah setengah jam setelah dia menyentuh benda itu, tetapi sampai sekarang Lachi masih bisa merasakannya. Pertanyaannya, tangannya kah yang ternodai atau benda milik bosnya? "Kayaknya aku harus pindah deh dari sini. Aku nggak tetap tinggal di sini," ucap Lachi yang kembali bermonolog sendiri. Lachi menoleh ke sana kemari kemudian segera beranjak dari sana. Para maid mendadak hilang, pasti Danzel yang memerintah. "Ini kedua teman aku, Kiandra sama Bela, mereka suka sama Kak X, Mom." Lachi yang baru masuk langsung disambut oleh pembicaraan Zendaya dengan mommy-nya. Terlihat Zendaya, mommynya, Kiandra dan Bela sedang menikmati teh serta sebuah cookies.
Saat ini Lachi berada di kantor, seperti biasa padat dengan pekerjaan tumpukan berkas. Awal, Lachi berencana untuk pindah tempat dengan minggat dari rumah sahabatnya yang mewah tersebut. Alasannya tentu karena Danzel–Big Boss-nya yang sangat berbahaya, beraura malaikat sekaligus iblis secara bersamaan. Pria itu berbahaya dari segi manapun. Mulai dari pesonanya yang tampan hingga suaranya yang bariton, sangat seksi. Tatapan pria itu juga sangat gila, tajam, menghunus dan menembus jantung. Lachi sering kalang kabut setiap kali bertemu Danzel di rumah, apalagi dia memiliki kesalahan pada pria itu. Jadi Lachi semakin takut dan merasa terancam oleh sosok Danzel. Walau seminggu terakhir ini Danzel dan dia sudah jarang berinteraksi, bertemu pun di rumah bisa dikatakan jarang. Oleh sebab itu rencana Lachi untuk pindah jadi batal. "Kau."Lachi yang sedang membereskan dokumen di ruang rapat, reflek menoleh ke arah pintu, menemukan pria yang ia hindari sedang berdiri di sana. 'Astaga, semingg