"Yasmin, layang-layang nya sudah rusak lho. Jadi nggak bisa terbang tuh."Bibir Yasmin mengerucut seraya masih memegang layang-layang itu erat. "Tapi Pa, Yasmin mau nya besok main layang-layang, Pa. Ya Pa? Masa Yasmin setelah sekolah harus ikut papa terus di puskesmas?" tanya Yasmin dengan nada memprotes. Dokter Marzuki hanya menghela nafas panjang. Laila langsung merasa bersalah karena dia juga lah yang mengambil layang-layang dari pohon mangga tadi sehingga Yasmin rewel. "Di alun-alun banyak kok layang-layang. Kita bisa beli satu," ujar Yasmin. "Dan kalau papa kamu nggak bisa menemani kamu main layang-layang, biar mbak La saja yang menemani kamu main layang-layang besok.""Wah, benarkah Mbak La mau menemani Yasmin bermain layang-layang?" tanya Yasmin dengan mata berbinar. "Bukannya besok kamu sekolah, Mbak La?" tanya Dokter Marzuki seraya melirik sedikit ke arah Laila. "Ya sekolah, Dok. Tapi kan besok hari Jum'at. Jadi sekolah cuma sampai jam 10.30.""Kamu beneran nggak masalah
"Harus dijawab sekarang?" tanya dokter Marzuki. Laila tersenyum nyengir dan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Tidak dijawab pun tidak apa-apa. Maaf kalau saya membuat Dokter menjadi tidak nyaman ya."Dokter Marzuki hanya menghela nafas panjang. "Yah, saya tidak menyangka jika harus membicarakan masalah ini dengan gadis yang belum menikah," sahut dokter Marzuki tersenyum kecut. "Tapi entah kenapa saya merasa ingin menceritakan padamu, Mbak La.""Saya akan siap mendengarkan nya. Kalau perlu bahkan saya akan menanggapi nya. Saya ini pembaca novel kisah cinta. Siapa tahu kita bisa sharing, Dok. Atau kalau bukan begitu, barangkali saya bisa membuat dokter bertambah pusing." Laila mencoba melucu untuk mencairkan suasana. Dan berhasil. Dokter Marzuki tertawa terbahak. "Kamu lucu, Mbak La."Laila menanggapi ucapan Dokter Marzuki dengan senyuman. Hatinya berbunga bisa ngobrol dengan pujaan hatinya. "Yah, tentu saja, Dok. Saya kan masih satu almamater dengan Nina Nose," sah
"Ayu? Juleha?" tanya Laila mendelik ke arah Ayu dan Juleha. Ayu dan Juleha pun tak kalah terkejutnya saat melihat Laila berjalan bersama dengan dokter Marzuki. Bahkan keduanya melongo dengan tatapan mata yang membulat sempurna. "Kamu dan Ayu kenapa melotot sih? Kayak baru saja lihat hantu saja," tegur Laila setelah berhasil menetralkan detak jantung yang berdebar lebih cepat karena ketahuan jalan berdua dengan dokter Marzuki. Di belakang Ayu dan Juleha tampak Rangga dan Soni pacarnya Ayu. "Yah, tentu saja kami kaget. Kamu kok jalan-jalan dengan dokter Marzuki dan anaknya sih?" tanya Ayu. "Iya. Kayak keluarga baru saja," timpal Juleha. "Ah, kalau soal itu ..,""Tadi Yasmin rewel, minta naik odong-odong. Dan mbak La ini berbaik hati untuk mengantar kami ke alun-alun di sini," sahut dokter Marzuki tersenyum, memotong ucapan Laila. "Wah, enak banget ya si Laila, dia pasti senang karena bisa jalan-jalan dengan dokter," kata Ayu penuh rasa iri. Rangga yang berdiri di belakang Ayu beru
"Lho, Laila, kamu kok disini?" tanya Juleha seraya menegakkan badannya. Dia menatap Laila malu-malu. "Iya nih, aku mau beli balon untuk Yasmin. Trus kalian ngapain di sini?" tanya Laila. Dia terdiam lalu menatap wajah Juleha dan Ayu bergantian. Laila tersenyum menyeringai. "Jangan bilang kalau kalian mengintip dan kepo dengan apa yang kulakukan dengan dokter Marzuki?" tanya Laila dengan penuh selidik. Ayu yang merasa sudah ketahuan, menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. "Kalau iya, kenapa? Apa kamu sekarang menjadi cewek murahan, La?"Laila mendelik mendengar kata-kata Ayu. "Heh, apa maksud kamu, Yu?" "Iya. Demi uang jajan dan gengsi, kamu mau deketin dokter Marzuki kan? Kamu pasti sudah tidur dengannya!""Astaghfirullah, Ayu! Jaga dong mulut kamu! Aku tidak pernah melakukan apa pun seperti yang kalian bilang!""Terus kenapa dokter Marzuki mau jalan-jalan sama kamu padahal kamu juga nggak cantik-cantik banget? Harusnya dia memilih perempuan dewasa dan matang, kenapa dia h
Laila menelan ludah. 'Wah, mantap kalau aku menginap di sini. Bisa langsung digerebek pak RT dan dinikahkan. Tapi aku berani taruhan kalau dokter Marzuki tidak akan mengijinkan aku menginap,' batin Laila. Ada rasa senang dan juga rasa harap-harap cemas. Tapi gadis itu masih bersikap jaga image. "Yasmin, mbak La harus pulang karena orang tua mbak La nanti cemas mencari mbak La," sahut Laila. "Nggak mau. Mbak La tinggal di sini dong. Menemani Yasmin tidur. Yasmin kesepian di rumah. Pingin bermain boneka dan rumah-rumahan dengan mbak La. Kalau aku main dengan papa, papa gampang ketiduran," sahut Yasmin membuat Laila dan dokter Marzuki merasa trenyuh. "Yasmin, sekarang biar mbak La istirahat dulu di rumahnya. Besok kamu boleh kok main sama mbak La. Kamu kan ingin main layang-layang dengan mbak La? Ya kan?""Lebih enak kalau mbak La bobok di sini, Pa. Biar menemani Yasmin bobok dan besoknya menemani Yasmin sekolah dan mainan," sahut Yasmin lagi. Nadanya memelas. "Wah kasihan mbak La. K
Wajah Laila memucat. 'Duh, kenapa Bapak ada di depan pintu? Jangan-jangan bapak marah karena aku pulang terlalu malam? Padahal kan biasanya aku tidak pernah pulang semalam ini?' gumam Laila dalam hati. Laila merasakan jantungnya semakin berdebar lebih kencang. Saat berjalan dengan dokter Marzuki saja degup jantungnya sudah tidak karuan, sekarang dia harus menghadapi bapaknya yang tengah berdiri dengan wajah sangar. 'Duh, mana sih ibu dan Rama? Kan tadi ibu yang nitip martabak dan Rama nitip batagor. Kenapa nggak nunggu kedatanganku di luar rumah? Malah bapak yang lagi nungguin. Mana wajahnya serem. Duh!' Langkah Laila dan dokter Marzuki semakin dekat dengan pak Jaka."Assalamualaikum pak Jaka, maaf sekali kalau saya terlalu malam untuk mengantarkan Laila pulang." Dokter Marzuki mengulurkan tangannya ke arah Pak Jaka. Pak Jaka hanya tersenyum sedikit dan mengangguk. Pandangan nya melunak saat melihat Yasmin yang tengah tertidur. "Anak dokter sudah tidur rupanya. Apa anak saya mer
"Astaghfirullah, Juleha dan Ayu?! Apa maksudmu dengan mengatakan aku open BO?" tanya Laila meradang. Dia merengsek maju ke arah kedua teman SMAnya itu. "Apa yang akan kamu lakukan, hah?" tantang Juleha saat Laila mendekat ke arahnya dan Ayu. "Heh, dengerin baik-baik ya. Allah itu memberikan mulut dan lidah pada manusia untuk berdzikir dan menyebut nama Allah. Bukan malah memfitnah orang sana sini!""Ck, jangan sok suci, La! Kamu ngapain saja semalaman dengan dokter Marzuki? Semalam pasti habis digrepe-grepe sama dokter Marzuki kan? Sekarang jangan sok nasihatin kami deh!"Laila mendelik dan berkacak pinggang."Astaghfirullah, Ayu! Mulutmu itu nggak pernah sekolah? Lemes banget kalau ngomong! Daripada kalian memfitnah ku yang bukan-bukan, mending kalian instrospeksi deh. Kalian kan sudah lama gonta ganti pacar, coba hitung berapa kali kalian bersentuhan atau berciuman dengan pacar kalian? Jangan-jangan untuk menutupi pergaulan kalian yang di luar batas, kalian malah menuduhku melak
"Ayo semuanya duduk!" Instruksi Bu Tika tegas setelah dia lebih dulu duduk di kursi kebesaran nya. Laila dan ketiga temannya saling melirik. Keempat siswi itu masih ragu untuk duduk di depan bu Tika. "Lho, kok diam? Ayo duduk!" instruksi Bu Tika dengan suara mengintimidasi. Refleks, Laila dan ketiga temannya segera duduk dengan patuh. 'Duh, nasib gini amat sih? Selama tiga tahun tidak pernah masuk ke ruang BK, kenapa sekarang saat kelas tiga masuk BK. Kalau sampai bapak ibu tahu, bisa habis dua kali aku,' bisik hati Laila. "Jadi katakan, kenapa kalian berkelahi?" tanya Bu Tika dengan lembut tapi tegas dan menatap satu persatu wajah murid di hadapannya. Laila mengangkat wajah. Terkejut dengan pendengaran nya. Awalnya dia menyangka kalau salah mendengar karena suara Bu Tika berubah lembut, berbeda dengan saat ada di hadapan banyak siswa tadi. Pun berbeda dengan gosip yang beredar. "Itu Bu, Laila mengatai saya murahan karena saya pacaran dengan anak kuliahan. Jadi saya balas dong