Di tempat lain, Bu Shinta, ibu Agatha, mematikan televisi dengan penuh emosi. Wajahnya merah padam, dan matanya berkaca-kaca melihat liputan berita tentang putrinya. Dia melempar remote dengan keras ke sofa, teriakan marahnya memenuhi ruangan."Ini tidak bisa dibiarkan!" serunya dengan suara bergetar. "Mereka mempermainkan Agatha!"Suaminya, Pak Jinwoo, yang duduk di sebelahnya, mencoba menenangkan istrinya meskipun dia sendiri juga merasa marah dan bingung. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara."Kita harus tenang, Shinta. Panik tidak akan membantu," katanya sambil menggenggam tangan istrinya dengan lembut."Tapi bagaimana aku bisa tenang, Mas? Lihat apa yang mereka lakukan pada putri kita!" jawab Bu Shinta dengan mata penuh air mata. "Agatha sudah cukup menderita, dan sekarang ini! Bagaimana bisa mereka melakukan ini padanya?"Pak Jinwoo mengangguk, memahami kekhawatiran dan kemarahan istrinya. Dia memikirkan langkah berikutnya yang harus mereka ambil untuk membantu A
Keheningan menegangkan mengisi ruangan saat Agatha berdiri di ambang pintu, tatapan matanya yang penuh kekecewaan menusuk ke arah Bintang dan Aera. Suasana yang tadinya intim berubah menjadi tegang dalam sekejap. Bintang berdiri, menatap Agatha dengan rasa bersalah dan kebingungan."Agatha, aku... aku bisa jelaskan," kata Bintang dengan suara yang gemetar, namun Agatha mengangkat tangannya, menghentikannya sebelum dia bisa melanjutkan."Aku sudah cukup mendengar," jawab Agatha dingin, suaranya tegas dan penuh luka. "Aku sudah memutuskan untuk tetap tinggal di sini, setidaknya sampai masalah mereda."Aera mencoba berbicara, "Agatha, aku senang akhirnya kamu mau menerima tawaranku.""Tutup mulutmu!" bentak Agatha, suaranya menggelegar di ruangan. "Aku di sini bukan karena tawaranmu, tapi karena aku masih istri sah Mas Bintang."Bintang merasa semakin terjepit, hatinya penuh dengan penyesalan. "Agatha, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Agatha memandangnya deng
Setelah mualnya sedikit mereda, Agatha merasa perlu mendapatkan kepastian tentang kondisinya. Terlebih lagi, mengingat diagnosis sebelumnya bahwa ia mengalami VCOS, dia tahu pentingnya untuk selalu memonitor kesehatannya secara berkala.VCOS, atau Variabel Cystic Ovarian Syndrome, adalah salah satu gangguan hormon yang terjadi pada wanita dimasa usia subur. Gejalanya termasuk menstruasi tidak teratur, nyeri panggul, dan kadang kesulitan hamil. Adanya kondisi ini membuat mereka memerlukan usaha lebih keras serta perawatan ekstra agar bisa hamil.Agatha memutuskan pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisinya. Setelah membuat janji dengan dokter kandungannya, dia merasa sedikit lebih tenang. Namun, perasaan cemas dan khawatir masih menyelimuti pikirannya."Haruskah aku mengatakannya pada Mas Bintang? Ah, aku rasa tidak perlu. Ini bukan masalah besar," ucap Agatha, sebelum keluar dari kamarnya.Bintang sedang duduk di sofa ruang tamu ketika dia mendengar suara langkah kaki Agatha. Di
Di sudut lain kota, di sebuah rumah megah yang dikelilingi oleh taman indah, Bu Shinta duduk di balkon sambil menikmati secangkir teh. Senyum tipis terukir di wajahnya saat dia menonton berita tentang Niko di ponselnya. Rasa puas terpancar dari matanya, seolah-olah semuanya berjalan sesuai rencana.“Bagus,” gumam Bu Shinta kepada dirinya sendiri. “Niko akhirnya merasakan dampaknya.”Di depannya, seorang pria berdiri dengan sopan, menunggu instruksi lebih lanjut. Dia adalah orang suruhannya yang setia, selalu siap menjalankan perintahnya tanpa banyak tanya.“Pastikan semua berjalan lancar,” perintah Bu Shinta dengan nada tegas namun tenang. “Aku tidak ingin ada gangguan lagi."“Dan tentang Rocky?” tanya pria yang biasa disebut R, mengacu pada pria yang sedang melindungi Aera.“Rocky adalah variabel yang tak terduga,” kata Bu Shinta sambil menyeruput tehnya. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dia dan memastikan hubungannya dengan Aera. Tapi untuk saat ini, biarkan dia me
Setelah merasa berjalan cukup jauh, Agatha berhenti sejenak di sebuah taman kecil di dekat apartemen Dessy. Ia duduk di bangku taman, berusaha menenangkan pikirannya yang kalut. Pikirannya terus berputar, memikirkan kemungkinan apa yang sebenarnya terjadi antara Dessy dan Niko. Agatha mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk mengirim pesan kepada Dessy. "Des, aku sudah sampai di depan apartemenmu tadi, tapi ada urusan mendadak yang harus kuselesaikan. Kita bisa bertemu lain kali?" tulis Agatha dalam pesan singkat. Setelah mengirim pesan tersebut, Agatha menatap langit yang mulai berubah warna menjelang senja. Dia merasa sendirian, tetapi dia tahu bahwa dia harus menemukan kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi semua ini. Dengan perasaan campur aduk, Agatha akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya lebih dulu. Di perjalanan, ia bertekad untuk tetap merahasiakan kehamilannya dari semua orang dan mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya terjadi antara
Malam itu, setelah semua orang tertidur, Bintang duduk di ruang kerja, mencoba mencerna semua informasi yang diterimanya. Ia tahu bahwa untuk menyelesaikan masalah ini, ia perlu mencari kebenaran tanpa menimbulkan lebih banyak masalah dalam keluarganya.Tak lama kemudian, Agatha yang kesulitan untuk tidur memberanikan diri untuk berbicara dengan Bintang. Ia merasa bahwa ia harus jujur tentang perasaannya, meskipun tidak mengungkapkan semuanya. Dia tahu suaminya saat ini pasti sedang menyendiri di ruangannya."Mas, aku perlu bicara denganmu," kata Agatha, membuka pintu dengan suara lembut.Bintang mengangguk dan mengisyaratkan Agatha untuk duduk. "Apa yang ingin kamu bicarakan, Agatha?""Aku merasa ada banyak hal yang tidak kita ketahui satu sama lain. Aku melihat sesuatu yang membuatku khawatir kemarin, dan aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Dessy dan Niko," kata Agatha dengan hati-hati.Bintang menatap Agatha dengan mata penuh pertanyaan. "Apa yang kamu lihat, Aga
Agatha memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sendiri. Dia merasa bahwa situasinya mendesak dan tidak ingin membuang waktu untuk memberi tahu Aera terlebih dahulu. Pikiran tentang kondisi Bintang yang kritis membuatnya tidak bisa menunda lebih lama.Dengan langkah cepat, Agatha keluar rumah dan segera mencari taksi atau transportasi lain yang bisa membawanya ke rumah sakit secepat mungkin. Selama perjalanan, pikirannya terus berperang dengan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi.Setelah perjalanan yang terasa begitu panjang, Agatha akhirnya tiba di rumah sakit. Dia berlari masuk, mengabaikan tatapan orang-orang di sekitarnya, dan langsung menuju ke bagian informasi untuk mencari tahu di mana Bintang dirawat. Jantungnya berdebar kencang saat dia mendekati meja resepsionis."Permisi, saya istri Pak Bintang. Dia baru saja dibawa ke sini karena kecelakaan. Di mana saya bisa menemukannya?" tanyanya dengan suara yang hampir terputus oleh kegelisahan.Petugas resepsionis segera memer
Bu Gita menatap Agatha yang masih terbaring tak sadarkan diri, hatinya dipenuhi perasaan kasihan dan keprihatinan. Di saat-saat sulit seperti ini, Agatha tidak hanya harus menghadapi ketidakpastian tentang kondisi Bintang, tetapi juga mengandung seorang anak tanpa dukungan yang memadai. Bu Gita merasakan beban berat yang dipikul oleh menantunya.Dengan lembut, Bu Gita mengusap tangan Agatha yang dingin. "Agatha, kamu sudah sangat kuat. Aku berjanji akan berada di sisimu," bisiknya penuh kasih.Pak Johan berdiri di dekat pintu, mengawasi dengan cemas. "Kita harus memastikan Agatha mendapatkan semua yang dia butuh kan," katanya. "Kita tidak bisa membiarkan dia melalui ini sendirian."Moona, yang duduk di samping ranjang, mengangguk setuju. "Agatha sudah berusaha keras untuk menjaga rahasia ini, demi kebahagiaan Mas Bintang dan Aera. Sekarang saatnya kita yang menjaga dia."Bu Gita merasakan air mata mengalir di pipinya saat dia melihat wajah Agatha yang pucat. "Aku tidak pernah tahu