Share

Bab 2. JATUH

"Aku harus jemput bola, gak bisa kalau ngandelin desa ini terus buat jualan."

Aira bangun pukul 03.00 dini hari, membersihkan diri terlebih dahulu lalu menyiapkan bahan untuk membuat kue.

Pukul 05.00 pagi Aira sudah siap untuk berjualan keliling menggunakan box makanan.

Tujuannya adalah desa yang bersebrangan dengan tempat tinggalnya, berharap disana banyak peminat untuk membeli kue nya. Waktu tempuh sekitar 1 jam dari rumah ke desa tujuan.

Aira berkeliling desa menjajakan kue nya, cerdiknya Aira berjualan di jam sarapan, jadi tidak sedikit peminat yang membeli kuenya. Jika masih ada kue tersisa Aira menunggu pembeli di pinggir jalan raya tepatnya di depan sekolah.

Aira menjalani rutinitas seperti ini sudah satu bulan lamanya. Hasil penjualan kue di gunakan untuk makan sehari hari, dengan lauk seadanya. Dan sebagian besarnya di tabung untuk mimpi Aira.

Sore itu Aira hendak kembali ke rumah setelah selesai berjualan, karena jalanan licin sehabis hujan ada sepeda motor yang jatuh tergelincir dan motornya tepat menabrak Aira.

Aira mengerang kesakitan saat mendapati kakinya tertimpa badan sepada motor.

Si pengendara yang jatuh pun tergopoh-gopoh bangun hendak menolong Aira. Beruntungnya sepeda motor itu masih bisa di gunakan, walaupun ada sedikit kerusakan di beberapa bagian akibat terlempar.

"Mba saya minta maaf, ini di luar kendali saya. Jalanan sangat licin jadi motor saya sulit di kendalikan. Saya akan bertanggung jawab atas semua yang Kaka alami." Kata pria yang menjadi korban juga.

"Iya mas gak apa apa, tapi saya gak bisa bangun kaki saya terasa kaku. Bagaimana ya ?"

"Saya bantu berdiri mba, maaf ya saya sentuh badannya ..."

Pria itu membopongnya untuk bisa berpegangan di motornya yang sudah berdiri.

Di nyalakan motor itu dengan susah payah, setelah beberapa kali percobaan akhirnya mesin menyala.

Aira duduk menyamping di motor dengan berpegangan pada baju pria tersebut, dan tangan satunya memegang box kue.

Sampai di sebuah klinik Aira di bantu berjalan oleh pria itu untuk di periksa dokter jaga.

Aira di beri obat penghilang rasa sakit , dan obat oles untuk kakinya yang tertimpa motor.

Untuk sementara dokter klinik menyarankan Aira jangan berjalan dulu, agar kakinya cepat pulih. Aira mengiyakan saran dokter tersebut.

Setelah selesai Aira minta untuk di antar sampai rumah , karena keadaannya tidak memungkinkan untuk berjalan sendiri.

"Mas maaf saya mau merepotkan sekali lagi, minta tolong di antar sampai rumah, kaki saya masih belum bisa di pakai berjalan."

Pria itu tersenyum.

"Tanpa mba minta pun saya pasti mengantar Sampai rumah."

"Terimakasih mas untuk niat baiknya," Ucap Aira.

"Gak usah terimakasih, kan saya yang salah. Pegangan yang kuat ya mba." Ucap pria itu sambil melajukan motornya.

Di pertengahan jalan, pria itu menepikan motornya. Aira di minta untuk menunggu sebentar di dekat motornya sambil berpegangan.

15 menit kemudian pria itu datang dengan menenteng satu bungkus plastik yang entah isinya apa.

Aira dan pria itu melanjutkan perjalanan, sekitar 40 menit mereka sampai di sekitar rumah Aira.

"Itu rumah saya mas, yang cat nya coklat." Telunjuk Aira menunjuk sebuah rumah.

"Oh iya siap mba."

Aira di bantu berjalan sampai berhasil membuka pintu kunci rumahnya. "Mas maaf saya disini tinggal seorang diri, jadi di antar sampai sini saja, ga enak kalau tetangga lihat."

Pria itu memandang sendu Aira , dia memikirkan bagaimana aktivitas Aira setiap harinya dengan keadaan kaki yang sulit berjalan.

"Di rumah saya ada tongkat bekas Alm kakek saya. kalau mba mau, besok saya antarkan kesini, bisa di gunakan sementara sampai kaki mbak nya pulih."

Aira hendak menolak, tapi dia sangat butuh tongkat untuk menopang dirinya.

"Apa tidak merepotkan jika besok mas nya harus kesini lagi mengantarkan tongkat?" Tanya Aira.

"Sangat tidak merepotkan mba, justru saya bakal ngerasa bersalah kalau mba menolak tawaran saya."

Pria itu mengulurkan sebelah tangannya, "Perkenalkan, saya Galang Pramudya ... Panggil saja Galang."

Aira membalas jabatan tangan pria itu, "Saya Aira mas Galang."

"Kalau gitu Aira ,saya pamit dulu ya, tidak enak terlalu lama disini kalau di lihat orang. Oh ya ini saya beli makanan buat kamu Aira, di habiskan ya lalu minum obatnya."

"Terimakasih mas Galang buat semuanya, Aira terima ya makanannya, hati hati di jalan."

Galang melajukan motornya menembus gelapnya jalanan desa itu.

**

Keesokan 7 Aira bangun sedikit siang , mungkin karena pengaruh obat yang dia minum tadi malam.

Kaki nya sudah lumayan membaik, tapi masih belum bisa di gunakan untuk berjalan. Aira menyeret kakinya dan berpegangan pada tembok agar bisa melakukan aktivitas ringan, seperti ke toilet, mencuci piring, makan dan minum.

Ada suara ketukan pintu dari luar rumah, Aira perlahan menyeret kakinya menuju pintu.

"Selamat pagi Aira."

"Mas Galang, pagi pagi sekali datang." Aira mempersilahkan Galang untuk duduk di kursi kecil di teras rumahnya.

"Ini tongkat yang saya bilang semalam, dan ini ada beberapa makanan untuk kamu."

Galang memberi banyak sekali makanan, seperti mie instan,telur,susu,roti dan berbagai jenis camilan.

"Oh iya satu lagi." Galang berjalan menuju sepeda motornya , lalu mengambil bungkusan kecil dan di berikannya pada Aira.

"Apa ini mas ?"

"Tadi saya lihat di jalan ada yang jual nasi campur, saya beli dua porsi. Satu untuk saya dan satu untuk kamu." Jawab Galang.

"Ya ampun mas, ini sudah banyak sekali. Terimakasih."

Galang mengangguk sambil tersenyum.

"Oh iya mas, alamat rumahnya dimana ? Nanti saya kembalikan tongkatnya jika kaki saya sudah sembuh."

"Saya minta nomor ponsel kamu saja Aira, biar lebih praktis."

Aira menunduk malu, di era modern seperti ini masih ada anak muda yang tidak punya ponsel, yaitu dirinya.

"Oh iya sebentar ," Aira masuk kembali ke dalam rumah , kali ini sedikit cepat berjalan karena menggunakan bantuan tongkat.

Aira datang membawa pulpen dan secarik kertas lalu memberikannya pada Galang.

"Tulis alamat mas di situ, saya gak punya ponsel." Ucap Aira sedikit menunduk karena malu.

Galang terdiam sejenak, masih ada orang yang tidak punya ponsel di zaman sekarang, terlebih lagi Aira masih terbilang Abg yang biasanya wanita seusianya mengikuti trend terkini. Walaupun di desa kecil tapi setiap warga mempunyai ponsel untuk berkomunikasi.

Galang menulis alamat , beserta nomor ponselnya.

"Ini Aira, kalau gitu saya langsung pamit ya. Nanti saya sering berkunjung kesini untuk melihat keadaan kaki kamu. Kamu jangan menolak, karena saya sedang menjalani kewajiban saya untuk bertanggung jawab."

"Iya mas , kalau sekedar berkunjung untuk melihat keadaan kaki saya tidak usah membawa makanan sebanyak ini lagi, saya gak enak nerima nya."

Galang hanya tersenyum, dia tidak mengiyakan apa yang dikatakan Aira.

Keadaan jalanan sekitar rumah Aira terbilang ramai, karena banyak warga yang beraktivitas di pagi hari.

Galang sudah menghilang dari pandangan Aira.

Seorang tetangga Aira ternyata memperhatikan sedari Galang datang sampai pergi dari rumah Aira.

"Aira."

Aira pun menengok dan berjalan menggunakan tongkat, mengahampiri seorang ibu yang memanggilnya tadi.

"Ada apa bu?" Tanya Aira.

"Minta langsung di nikahin aja, nanti malah timbul fitnah."

Aira tersenyum, karena dirinya sudah bisa menebak kejadian ini pasti terjadi. Mengingat tetangga Aira kebanyakan suka sekali mencampuri urusan orang lain.

"Maaf Bu, itu bukan pacar saya . Kemarin saya bertemu dengan pria itu karena sebuah kecelakaan, pria itu kesini untuk bertanggung jawab. Ini kaki saya buktinya, tidak bisa berjalan akibat jatuh kemarin."

Ibu itu melirik sinis Aira, melihat dari ujung kaki sampai ujung kepala Aira lalu pergi tanpa berkata apapun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status