Kepala yang pusing dan tempat yang asing membuat Bela bingung, pinggangnnya pun terasa seperti ada yang memeluknya dengan erat.Dengan sekuat tenaga dia membuka matanya dengan perlahan, hingga dia bisa melihat dengan jelas ruangan yang berantakan dan….“Ernest?!!” Bela langsung terkejut saat pria yang memeluknya adalah Ernest dengan keadaan tak memakai sehelai benang pun.Bela pun langsung melihat ke arah dirinya sendiri yang ternyata juga sama, dia sangat terkejut kenapa bisa dia disini bersama Ernest.Sebelum bisa merespon lebih jauh, tiba-tiba pintu di dobrak dari luar yang membuat Bela langsung mneutupi tubuhnya dengan selimut.Dalam keadaan panik, Bela berusaha membangunkan Ernest yang terlihat masih tidur pulas. Wartawan-wartawan yang masuk dengan paksa ke dalam ruangan semakin membuat situasi semakin kacau. Mereka berusaha merekam setiap detail tanpa menghiraukan privasi Bela dan Ernest."Ernest, bangun! Ini gawat!" Bela berbisik cemas sambil mencoba membangunkan Ernest dengan
Pagi ini Lucia yang mendapatkan surat dari pihak asuransi memilih untuk datang ke kantor mereka, dia sendirian tak ditemani oleh Dariel. Meskipun sebelumnya pria itu memaksa, tapi Lucia menolaknya.“Selamat datang, nyonya Lucia.” Sapa seorang pegawai asuransi tersebut pada Lucia dengan sopan.Lucia mengangguk dan pria itu membimbingnya ke kantor atasannya.“Selamat datang, nyonya Lucia. Silahkan duduk.” Ucap pria dengan sopan yang dia yakini sebagai atasan pria tadi.“Terima kasih, tuan. Jadi bagaimana?” Tanya Lucia langsung karena tak ingin membuang waktunya disini.“Ini adalah persyaratan yang sudah di revisi dan juga sudah di setujui oleh tuan Kaizer, nyonya Lucia. Silahkan membacanya lebih dulu.” Ucap pria itu dengan sopan.Lucia pun menerimanya dan membacanya dengan teliti.“Saya setuju dengan persyaratannya.” Ucap Lucia dengan tenang.Setelah Lucia mengatakan bahwa dia setuju dengan persyaratan yang telah direvisi, pria itu memberikan senyuman singkat. Dia kemudian mengangguk me
“Kau kenapa Lucia?” Suara Dariel mengejutkan Lucia dari lamunannya.Lucia tersenyum tipis, “Tidak apa-apa, habiskan sarapanmu. Aku akan pergi sekarang.” Ucap Lucia sambil memindahkan piring kotornya ke wastafel.“Kau akan kemana?” Tanya Dariel yang bingung dengan perubahan Lucia sejak tadi.“Ada pekerjaan, hari ini aku tak pulang tapi kau jangan lupa jam sembilan pagi untuk jadwal operasi ya.” Ucap Lucia segera lalu menuju ke kamarnya tanpa menunggu balasan dari Dariel.Lucia tampak seperti buru-buru pergi dari rumah ini, bahkan dia tak meminta Victor untuk mengantarkan dirinya.“Ada apa dengannya?” Gumam Dariel yang merasa ada kejanggalan dari perilaku Lucia hari ini.Dariel merasa bingung dan cemas saat melihat perubahan dalam perilaku Lucia. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, terutama setelah Lucia berbicara dengan suara yang terdengar begitu dingin dan tidak biasa. Pertanyaan Dariel terhadap dirinya sendiri semakin bertambah saat Lucia dengan cepat meninggalkan rumah tanpa m
"Apakah Anda benar-benar akan menjalani operasi hari ini, Tuan?" tanya Victor dengan suara ragu, sementara mereka berada dalam suatu ruangan.Dariel melirik dari koran yang sedang dibacanya. "Ya, ada apa?" tanyanya dengan nada dingin."Perasaan saya tidak baik, Tuan," ungkap Victor dengan jujur, mencoba mengutarakan keraguannya.Dariel menatap Victor dengan tajam, mempertimbangkan kata-kata pria itu. "Jangan terlalu berpikir. Panaskan mobil dengan cepat. Kita tak boleh terlambat," ucap Dariel dengan suara datar.Victor mengangguk, meskipun masih terlihat cemas. Dia tahu bahwa operasi yang akan dijalani oleh tuannya itu bukanlah operasi yang mudah.Setelah menunggu beberapa menit sebelum mobil siap, Dariel menghubungi Lucia untuk menanyakan apakah dia sudah berada di rumah sakit atau belum. Dia khawatir wanita itu menunggunya.“Lucia, kau berada di mana sekarang?” Tanya Dariel langsung."Dariel, aku sudah di rumah sakit," jawab Lucia melalui telepon.Dariel merasa lega mendengar kabar
“Lempar bom bius untuk melumpuhkan mereka,” ucap Ellard dengan suara dingin pada bawahannya.“Baik, tuan,” jawab bawahannya dengan cepat.Dengan gerakan cekatan, bawahannya melemparkan bom bius ke arah kelompok anggota XFox yang masih berjuang dalam pertempuran. Bom tersebut meledak dengan suara kecil dan melepaskan gas bius yang segera menyebar. Tidak lama kemudian, anggota XFox yang terkena dampak gas bius tersebut langsung terkapar tak sadarkan diri di tanah.Ellard melihat adegan ini dengan senyuman tipis. Meskipun situasinya kritis, dia telah merencanakan setiap langkah dengan matang. Penggunaan bom bius adalah taktik yang efektif untuk melumpuhkan lawan tanpa membunuh mereka. Dia ingin memastikan bahwa para anggota XFox tidak terluka serius, meskipun mereka sedang dalam pertempuran sengit.Saat melihat anggota XFox yang terkapar, Victor dan Vinn yang berada di dalam pertempuran pun terkejut dan memahami bahwa situasinya telah berubah drastis. Mereka terpaksa mundur karena tidak
Lucia segera menanggapi situasi yang sangat darurat ini. Dia merasa keringat dingin membasahi dahinya saat melihat detak jantung Dariel yang tiba-tiba berhenti. Para suster yang hadir di kamar tersebut segera membantu Lucia untuk mengambil alat pacu jantung dan melakukan tindakan resusitasi secepat mungkin.Mereka bekerja dengan penuh ketelitian dan kecepatan, mencoba menghidupkan kembali jantung Dariel. Setiap detik sangat berharga, dan ketegangan di kamar tersebut begitu terasa. Lucia mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang.“Dokter jantungnya sudah berdetak.” Ucap suster tersebut.Setelah beberapa momen yang terasa seperti keabadian, mereka akhirnya berhasil menghidupkan kembali detak jantung Dariel. Napas lega melintas di antara mereka, tetapi mereka tahu bahwa pekerjaan mereka belum selesai. Dariel masih sangat rawan, dan mereka harus bekerja keras untuk memastikan bahwa keadaannya stabil.Lucia dan tim medis lainnya terus bekerja tanpa henti untuk merawat D
Sudah tiga hari sejak Dariel tidak sadarkan diri dari komanya, dan situasi ini semakin mengkhawatirkan Lucia. Dia adalah seorang profesional medis yang tahu bahwa tiga hari tanpa perubahan kondisi adalah hal yang tidak wajar.Lucia, yang tetap setia dalam merawat Dariel, memeriksa semua alat vitalnya secara teliti. Setelah pemeriksaan itu selesai, suster yang membantunya memberikan laporan.“Semua alat vital normal, dokter,” ucap suster tersebut setelah mengecek semuanya.Lucia mengangguk seraya berpikir keras. "Sepertinya ada masalah di beberapa jaringan atau ada trauma yang menyebabkan Dariel masih koma," gumamnya dalam hati. Dia tahu bahwa dia perlu mencari tahu lebih lanjut tentang penyebabnya sebelum bisa merencanakan tindakan medis yang lebih lanjut.Lucia merasa frustrasi dan khawatir saat melihat Dariel masih dalam keadaan koma. Dia tahu bahwa waktu sangat berharga dalam situasi seperti ini, dan setiap detik yang berlalu tanpa perubahan adalah beban emosional yang semakin bera
“Aku datang lagi.”Lucia terus mengamati Dariel yang masih terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Dalam dua minggu terakhir, dia telah melakukan yang terbaik dalam merawat pasiennya, tetapi kondisi Dariel tetap tidak membaik. Pria itu tetap dalam koma yang mendalam.Dia mencoba untuk berbicara dengan Dariel, seolah-olah berbicara dengan seseorang yang tertidur lelap. Dia merasa bingung dengan perasaannya yang campur aduk. Dariel adalah pemimpin XFox, organisasi yang dia dan rekan-rekannya dari Swartwolf berusaha untuk menghentikan. Namun, di saat seperti ini, dia melihat seorang pria yang terluka dan tak berdaya."Apakah mimpimu sangat indah dan panjang hingga kau tak ingin sadar?" gumam Lucia dengan lembut. "Banyak yang menunggumu di sini."Lucia merasa sesuatu yang sulit dijelaskan dalam hatinya. Mungkin itu adalah perasaan kemanusiaan yang mengatakan bahwa bahkan dalam situasi seperti ini, ada belas kasihan dan keinginan untuk melihat seseorang mendapatkan kesembuhan.Saat L