Semua menoleh ke sumber suara, dia adalah pengawas ruangan ini yang mendisiplinkan semua pekerja yang sekiranya mungkin berkelakuan tidak baik. Lavendra berharap dengan adanya pengawas yang datang, maka suasana yang buruk ini akan segera berakhir.Namun, harapan hanya jadi harapan semata. Setelah melirik sejenak, pengawas hanya meminta mereka untuk tidak ribut karena suaranya sudah sampai di lantai yang lainnya. Itu membuat Lavendra jadi makin syok. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa diskriminasi benar-benar ia rasakan.“Ikut kami!” ucap salah satu wanita.Lavendra hanya memandangnya dahulu. Matanya melirik dari atas sampai ke bawah melihatnya, tidak langsung merespon iya atau pun tidak pada apa yang telah dikatakan. Tidak terima karena Lavendra berusaha mengabaikannya tersebut tentu saja memancing emosi.Rambut Lavendra ditarik olehnya sambil berjalan keluar ruangan. Lavendra merintih kesakitan karena rambutnya yang sudah pendek tersebut. Dirinya diseret oleh 3 orang tadi menuju k
Lavendra yang mendengarnya makin gemetar. Ia masih belum membuka pintu. Rasa takutnya jadi kian membesar saat mendengar apa yang barusan mereka katakan di dalam sana. Benar-benar para manusia gila sekali. Lavendra kembali mendengarkan, apa lagi sekiranya yang mereka bicarakan.“Yah, salah siapa dia mencoba mendekatimu terang-terangan! Sekarang biar dia terima akibat dari apa yang telah dia lakukan!” tegas Lora.“Haha, iya sayang. Sekarang kita harus bisa membuatnya menuruti kita, kan?” tanya Daza.“Yap. Aku akan carikan pria yang mau menidurinya, agar dia bisa kita sudutkan sampai warisan jatuh ke tanganmu sayang…,” balas Lora.***Sebelum hari itu, Lora dan Daza berada di rumah Daza. Setelah tahu bahwa ada CCTV yang terpasang, mereka bedua berada di dalam kamar karena merasa sangat diawasi saat berada di luar sana. Ia masih merasa tidak percaya sebelumnya dengan apa yang dikatakan oleh Lavendra. Tapi, tidak ada salahnya kalau ia sedikit jaga-jaga.Sementara itu, Lora yang sudah mende
Lavendra merasakan angin memanggilnya, laut terus bergemuruh seolah hanya dirinya orang yang dia inginkan. Matahari mulai berada di dekat lautan. Seolah mengajaknya untuk tenggelam bersama. Pandangan Lavendra sudah kosong. Ia kehilangan tujuannya.Daza yang ia pikir mulai berubah dan menerima keberadaannya, serta berpikir bahwa mungkin saja Daza mulai sadar bahwa dirinya adalah istrinya ternyata hanya kebohongan semata. Lora benar-benar merusak semuanya. Hanya karena wanita itu, pernikahan yang ia inginkan terjadi seumur hidup sekali sulit sekali diperbaiki.Apalagi, setelah tahu kalau rencana gila Daza itu dari Lora. Makin sakit hati dirinya. Bagaimana ia akan bertahan dengan Daza selama 6 bulan untuk bisa memikat atas permintaan keluarganya? Bagaimana tanggapan orang tua Lavendra nantinya kalau mereka sampai tahu? Terutama para saudaranya…, mereka mungkin marah besar.Kaki Lavendra melangkah perlahan, dengan sedikit demi sedikit merasakan tubuhnya yang kian mulai meringan. SYUSHHHHH
“Terima kasih ya, sudah menolongku,” celetuk Lavendra.“Justru seharusnya aku yang berterima kasih. Kamu sudah tetap bangun,” balas Riko.Menatap mata Riko yang sedikitnya seperti merasa sedih, membuat lavendra jadi merasa bersalah karena telah melakukan hal yang super bodoh sekali. Untung saja ia memiliki teman sebaik dan seperhatian dari Riko. Kalau tidak, mungkin ia tidak akan percaya pria mana pun selain ayahnya.“Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan saat kamu melompat waktu itu. Tapi, sepertinya kamu putus asa sekali,” Riko mengatakan bagaimana sudut pandangnya tersebut.Dengan pandangan yang tidak berani melihat ke arah Riko, Lavendra hanya bisa tersenyum tipis sembari mengatakan klimat singkat yang sudah tertulis jelas di wajahnya tersebut.“Begitu? Kelihatan, ya?”Riko sudah bisa membaca bagaimana situasi dari dirinya yang benar-benar kelihatan menyedihkan itu, makanya Riko tidak menanyakan lebih lanjut. Terlebih di sebelah mereka ada Diana yang merupakan saudara dari Daza se
Sebenarnya Lavendra senang mendengarnya, hanya saja, rasanya itu hanya akan membuatnya merasa bersalah berlebih kepada mereka yang ada di sini. Toh, jika pada akhirnya ia nantinya memilih berpisah, tempat itu hanya akan menjadi kenangan penuh luka.Lavendra tidak mau membuat tempat impiannya menjadi tempat yang menyakitkan. Ia merangkai setiap kata dengan baik dan juga dengan halus untuk memberitahu mereka dengan cara yang halus.“Tidak usah, Kek. Kalau nanti aku berpikir untuk membangunnya, mungkin aku akan membangunnya dengan temanku,” jawab Lavendra.“Teman? Apa yang kamu maksud orang yang sudah menyelamatkanmu?” tanya kakek.Lavendra menganggukkan kepala. Sudah pasti ada yang sudah mengatakan kepada kakek. Jadi, rasanya pun bagi Lavendra bukan masalah yang besar. Maka dari itu, ia tidak ingin menutupi apa pun yang ada dan tidak menyembunyikan sesuatu dari keluarga Daza.Kakek menerima jawabannya, namun dengan wajah yang sedikin kelihatan kecewa atas apa yang sudah ia dapatkan. Lav
Diana tidak curiga sama sekali. Tapi, tatapan matanya itu tidak bohong bahwa sebenarnya ia hendak menanyakan sesuatu kepada Lavendra. Hanya saja, dirinya segera menghindari kontak mata demi tidak menerima pertanyaan yang dirinya tidak mau dengar lagi. Akhirnya Diana mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Lavendra. Dan Lavendra merasa lega tentunya. Ia tidak tahu apakah ia harus mengatakan kepada Diana soal ancaman dari Daza, atau tetap diam seperti apa yang diperintahkan oleh Daza. Rasanya benar-benar tidak nyaman sekali menyimpannya sendiri. Namun, Lavendra masih memikirkan keluarganya yang jauh. Karena adanya jarak membuat Lavendra tidak senantiasa mengawasi keluarganya. Ia takut apabila Daza menyerang tanpa sepengetahuan. Bisa-bisa Lavendra hanya mendengar kabar buruk dari kampung halamannya. Tiba lah waktu dimana Lavendra sudah boleh pulang ke rumah. Ia merasa sangat lega. Ia merasa bisa menemukan sedikit tujuan hidupnya setelah bertemu Riko dan juga keluarganya. Apalagi, di
Entah bagaimana, tetapu perkataan dari Lavendra itu sebenarnya sangat menyinggung perasaan dari Daza. Wajahnya iyang sudah galak itu kelihatan lebih marah lagi saat mendengar apa yang dikatakan oleh Lavendra. Wanita yang datang bersama dengan Daza tersebut melihat situasi.Karena merasa tidak enak, wanita itu segera pergi berpamitan dengan suara yang sedikit ketakutan. Sementara Daza masih melihatnya dengan wajah yang sangat marah sekali. Lavendra tidak terlalu peduli, ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk meletakkan pengepelan tersebut.Daza mengikutinya di belakang. Dengan langkah yang cukup terdengar jelas di telinganya, Lavendra bisa tahu kalau Daza menoba membuatnya merasa takut dan terancam dengan keberadaannya tersebut.Setelah selesai menggantungkan pel tersebut, Lavendra keluar dari kamar mandi. Ia begitu kaget karena mendadak Daza berdiri di depan pintu keluar yang membuat Lavendra nyaris saja menabraknya.“Astaga, apa kamu ingin membuat aku jantungan?!” kesal dari Lavendr
Diana dan Daza bertemu di sebuah restoran yang sudah dipesan oleh Diana, khusus hanya untuk mereka berdua, tanpa ada seorang pun di sana. Sepertinya obrolannya sangatlah penting, sampai-sampai Diana mau dan mampu membuat Daza merasa sedikit gelisah.Diana tampak menikmati semua pesanan makanan yang dia tengah makan, seolah sengaja sedang mencoba memoroti Daza yang merasa perlu akan informasinya. Benar-benar wanita licik. Daza makin benci setelah tahu bagaimana dia memanfaatkan situasinya.“Awas saja kalau sampai apa yang kamu bicarakan itu tidak penting! Aku tidak akan mau bertemu lagi denganmu!” tegas Daza.“Kenapa? Tapi tidak masalah juga, setelahnya, kalau kamu perlu tahu apa yang dibicarakan di rumah, jangan cari aku, pikirkan saja sendiri,” balas Diana.Terdiam Daza seketika. Ia merasa tersindir dengan apa yang sudah dikatakan. Benar, apa yang dikatakan Diana adalah fakta yang tidak bisa dirinya hindari. Kalau tidak ada dia, mungkin Daza tidak tahu bagaimana pergerakan dari rumah