Amanda segera menenangkan dirinya karena harus balik untuk menyiapkan obat Purwa. ini jam minum obat.Saat menyiapkan obat itu hatinya meradang lagi teringat pandangan merendahkan Annisa padanya. Yah, dirinya memang hanya perawat di sini!“Apa tanganmu ada yang terluka?” tanya Purwa pada Amanda“Hanya sedikit kok, Om. Tidak apa,” tukas Amanda mencoba tersenyum.Dalam hati Amanda sebenarnya sedang berkecamuk perasaan tidak tentu setelah mendengar pria ini mengobrol dengan orang tua Annisa. Dia seperti orang bodoh yang tak tahu banyak hal mengenai Wisnu dan Annisa.“Dia itu putri temanku, kau pasti tak sempat kenal dengannya karena kau keburu resain dari kantor. Annisa kerja di kantor sekarang bersama Wisnu,” cerita Purwa pada Amanda.“Iya, Om,” sahut Amanda sekedar memberi tanda bahwa dia masih mendengar cerita Purwa meski sebenarnya dia melamun ke mana-mana.“Hehe, lucu emang. Aku sering lho jodohin kamu sama Wisnu, eh ternyata Wisnu sukanya sama Annisa!” dengan lempeng Purwa berkata
Ini masih pagi. Tapi Amanda sudah tidak sabar ingin menghubungi Wisnu. Kemarin dia bilang masih ada yang harus di selesaikan di Surabaya, karena itu kepulangannya diundur nanti malam. Mau menyampaikan melalui telepon pun rasanya kurang leluasa.Pikiran Amanda terbagi antara Wisnu dan papanya, sehingga jemarinya mengetuk kontak papanya.‘Lho! Kok aku malah hubungi papa dulu ya?’ Amanda baru tersadar. Mau diputus tanggung, panggilannya sudah masuk dan papanya sudah dalam panggilan.“Ada apa putri Papa sepagi ini sudah menelpon?”“Papa! Memangnya tidak suka Amanda telpon?”“Hemm, bagaimana bisa tidak suka kalau putri cantikku yang telpon. Pasti dia mau menanyakan sesuatu?” Dirja sudah menebak.“Ah, Papa!”“Oh jadi tidak ada yang mau ditanyakan ini? kalau begitu Papa tutup ya …” Dirja mencandai putrinya.“Pa…” Amanda merajuk.“Oke-oke, Papa dengerin kok!”“Itu, kenapa Papa bilang ke mama kalau Papa punya calon buat Amanda?” tanya Amanda dengan ragu-ragu.“Ya emang Papa punya calon buat ka
Lesti merasa cemas pada Amanda karena sejak tadi dihubungi tidak diangkatnya. Dia seharusnya bisa sedikit berempati pada Amanda karena harus mengalami masalah yang bertubi-tubi ini. Tapi dia punya niat yang baik pada sahabatnya itu. Dia tidak mau sahabat terbaiknya harus menjadi korban pria yang hanya akan mempermainkannya saja. Teringat dirinya-lah yang selama ini berkontribusi membuat Amanda lebih dekat dengan Wisnu, hatinya menyesal.Dia mengambil HP-nya dan menghubungi Dion pacarnya.“Apa benar Pak Wisnu digosipkan dengan wanita yang waktu itu makan malam bersama Pak wisnu?”“Biasa, gossip!”“Jawab saja lah, beb!”“Iya, tapi itu belum tentu benar kan sayang!”“Menurutmu?”“No komen, ga usah ikut campur lah”“Hemm, apa jangan-jangan kamu juga sudah tahu yang sebenarnya tapi tetep bungkam biar gak ada masalah sama Pak Bosmu itu?”“Astaga, kok kamu mikirnya negatif gitu sayang? Bagaimanapun Amanda juga teman aku lho!”“Ya makanya cari info kek!”Lesti dengan kesal menutup telpon paca
Lesti tidak ingin melihat Amanda sedih. Karena itu dia ingin mengajaknya sekedar jalan-jalan keluar agar pikirannya tidak suntuk.“Aku udah dapat gaji pertamaku di MONTV, masa enggak traktir sahabatku sih?!” ujar Lesti membujuk Amanda.“Baiklah, kemana?” ujar Amanda pasrah“Ke mall saja yuk, sekalian nonton ada film bagus, malam ini diputar kayaknya.”Amanda menyetujui tawaran Lesti dan mereka bergegas menuju halte untuk menaiki bus trans-jakarta.“Orang bijak pernah berkata, hidup itu pilihan, jika kau bangun dari tidurmu dan merasa tidak bisa tersenyum, sebaiknya kamu coba pilihan lain,” ucap Lesti saat mereka sudah ada di dalam bus. Amanda hanya tersenyum mencoba menghilangkan resah hatinya.“Sok bijak amat sih, lo!”“Hehe, aku kan sudah bilang kalau aku ini memang bijak lho!”“Iya, iya aku tahu kok!”Amanda memperhatikan sekitar. Dilihatnya ada gadis kecil yang duduk dipangku ayahnya. Dia menjadi teringat masa kecilnya dulu yang selalu ingin dipangku papanya jika keman-mana. Kata-
Amanda berdiri membeku ketika melihat Wisnu sudah ada di hadapannya.“Dari mana?” tanya pria itu dengan tatapan yang menusuk jantung hati Amanda.Setelah apa yang sudah pria kejam ini lakukan masihkah dia punya hak untuk menatapnya seperti itu? seharusnya dirinyalah yang bertanya begitu.“Dari mall” jawab Amanda datar mengabaikan kemarahan yang terbungkus wajah dingin itu.“Siapa tadi?”“Teman”“Hemm, bagus! Aku pikir kau kenapa-kenapa karena HP-mu tidak aktif, ternyata malah asyik jalan-jalan ke mall dengan pria itu!”Pria? Dia tahu di dalam mobil itu pria?Amanda tidak lupa pria ini yang sudah membuat perasaannya kalang kabut. Karena itu dia benci sekali melihat keberadaannya di depan mata sekarang.“Sudah malam, aku mau istirahat!” Amanda berjalan masuk mengabaikan Wisnu. Bahkan saat Wisnu akan meraih lengannya dia justru menampiknya dan tetap meninggalkannya. Tidak peduli! Dia tidak akan peduli lagi! Itu yang kini dirasakan Amanda.“Amanda?!” Panggil Wisnu sekali lagi sebelum meli
Amanda sudah di rumah Wisnu lebih pagi dari biasanya demi bisa bertemu dengannya untuk bicara sebelum dia berangkat ke kantor. Tapi sepertinya Wisnu tidak di rumah.“Mas Wisnu hanya pulang sebentar kemarin sore dan keluar lagi,” jawab Ujang untuk pertanyaan Amanda.“Tidak pulang?” Amanda mengernyitkan keningnya. Jika tidak pulang biasanya dia ke mana?“Den Wisnu kan punya banyak apartemen, Mbak. Mungkin lagi pengen nginep di salah satu apartemennya,” sahut Titik.“Mbak Amanda ada perlu dengan Mas Wisnu?” tanya Ujang.“Eng, iya.” Amanda lupa mereka tidak mengetahui hubungan antara dirinya dan Wisnu.“Ditelpon saja, Mbak!” Titik menyarankan.“Baiklah, nanti aku akan menghubunginya.” Amanda menyudahi pembicaraan tentang Wisnu.Sambil mengiris wortel Amanda melamun. Pikirannya jadi macam-macam. Bisa jadi karena sakit hati atas sikapnya semalam Wisnu mencari pelampiasan di luar sana? Bagaimana kalau dia menghabiskan malam bersama wanita lain? Atau, mereka memang sedang bersama semalaman? A
Wisnu memejamkan matanya sambil menghembuskan napas panjangnya. Dia baru sadar sudah melakukan kesalahan.“Sial!” Umpat Wisnu pada dirinya sendiri. Kenapa dia justru membuat gadis itu terdengar sedih dengan ucapannya.Jemarinya sudah siap menghubungi Amanda namun dia khawatir akan berkata yang dingin lagi pada gadis itu. Akhirnya dia hanya bisa mengirimkan pesan saja.[Baiklah, kau mau kita bicara di mana?]Pesan itu baru di jawab setelah 10 menit kemudian.[Di Kafe Mas Murni saja][Ada satu meeting lagi setelah ini, aku akan menjemputmu sore nanti][Kita ketemu di kafe saja]***Amanda sudah menghabiskan Jus jeruknya segelas, namun Wisnu tidak kunjung datang. Ingin menelponnya namun tidak jadi. Dalam hati terus menyemangati diri sendiri untuk tetap tenang dan sabar. Hatinya yang sedari tadi meradang, berdarah dan diperparah dengan telpon yang ternyata di angkat Annisa membuatnya sangat tidak berdaya.Dia sudah tidak butuh penjelasan apapun lagi. Tekadnya sudah bulat mengakhiri semua
Amanda hanya terdiam di dalam mobil Ardi sembari melihat tetesan air yang mengalir di kaca jendela. Hujan mulai turun dan bertambah lebat. Bahkan cuaca hari ini sama dengan suasana hatinya. “Hujan semakin lebat, kau tidak masalah kan kalau kita berhenti di depan sana?” tanya Ardi pada Amanda yang sejak tadi tidak bergeming.Amanda hanya mengangguk saja. Saat dia turun barulah dia bertanya-tanya di mana ini?“Sepertinya hujannya akan lama, kita tunggu dulu sampai hujan reda. Ikuti aku!” Ardi menggandeng tangan Amanda agar mengikutinya.Amanda sepertinya merasa keberatan digandeng. Karena itu dia menarik tangannya dari Ardi. Pria itu hanya tersenyum memaklumi. Mereka masuk dalam lift dan saat keluar mereka sudah ada di depan pintu apartemen Ardi. Sebenarnya itu apartemen temannya.Kenapa malah ke apartemen?“Masuklah!” tukas Ardi setelah membuka pintu apartemen dengan menekan kode keamanan.“Eng… tapi” Amanda tampak ragu.“Sebentar saja kok, setidaknya sampai hujan reda. Aku akan meng