Ustadz Sofyan duduk berhadapan dengan Anisa yang mengenakan hijab warna biru muda polos, serta busana muslim warna serupa. Hitam di lingkaran bawah baju panjangnya, serta di ujung lengannya. Tak ada riasan di wajahnya, kecuali olesan tipis pelembab, dan lip balm supaya bibirnya tidak kering. Namun justru tampilan apa adanya yang alami sederhana ini, membuat Ustadz muda itu menyukainya. Sejak kecil sudah mengenal Anisa. Enam tahun lebih tak melihat gadis itu. Saat kembali ke Jakarta dengan gelar master di bidang pendidikan agama, ia mengira Anisa tumbuh sebagai gadis yang tampil mengikuti trend mode. Tapi nyatannya Anisa tampil apa adanya. Bersahaja, namun menawan hatinya. "Dik Nisa ..." Ustadz Sofyan membuka pembicaraan setelah dua menit saling berdiam diri. "Oh ... ya ... silahkan diminum Kak Ustadz, " berusaha menutupi gugupnya tapi tetap saja suara Anisa tak lancar. "Terima kasih ..." Ustadz Sofyan tersenyum. Gadis yang semasa anak anak dul
Tony dan Jono berdiri di pinggir jalan berjaga jaga untuk mencegat Anisa. Karena takut kehilangan jejak, tak main main rupanya, pemuda itu mempergunakan teropong jarak jauh.Dari kejauhan muncul Anisa mengendarai motor maticnya dengan tenang. Ia tak nyadari jika sedang diperhatikan pemuda pengagumnya. Bukan main senangnya Tony saat lewat teropongnya ia melihat Anisa naik motor matic menuju arah dimana ia kini menunggu.Ada perasaan senang bercampur debar dalam dadanya. Kenapa aku berdebar, ya, seru hatinya. Segera Tony masuk ke mobilnya diikuti Jono. Tanpa bersuara ia menjalankan mobil, lalu di depan ia putar arah, supaya bisa melalui jalur yang tengah dilewati Anisa. Tak mau kehilangan buruannya, segera ia mengikuti dari belakang. Menurunkan laju mobilnya menguntit sang gadis.Dan saat dirasa suasana tak terlalu ramai, maka segera Tony menaikkan laju mobilnya supaya bisa mendului laju motor Anisa. Segera ia menyalip motor yang dikendarai gadis itu. Pada jarak tertentu di depan laju
Rico tak bisa menghindar dari pertemuamnya dengan Ustadz Sofyan, karena ia tak mau Atm dan mobilnya ditarik papanya."Rico beliau ini Ustadz Sofyan, kedatangan beliau atas undangan Papa...""Halo Bang Ustadz..." Rico langsung mengulurkan tangannya pada Ustadz Sofyan yang menerimanya dengan sikap sebagai sahabat."Assalamu'alaikum Dik Rico, sehat?"'Wa' alaikum salam Bang Ustadz, baik, sehat ya..." Rico sedikit gugup."Dulu waktu Dik Rico masih baru remaja kita beberapa kali bertemu, ya, di acara pengajian di Majelis " Ustadz Sofyan mengingatkan."Ya Bang Ustadz ..." mengangguk Rico."Nah Rico, Ustadz Sofyan ini padat acaranya, dan banyak yang ingin bertemu beliau. Memenuhi undangan Papa ke rumah kita, wah luar biasa beruntungnya kita..." Jatmiko sangat merasa terhormat Ustadz Sofyan mau datang untuk Rico."Ah papanya Dik Rico sangat meninggikan saya dan jangan memuliakan saya, karena kemuliaan itu milik Allah..." ujar Ustadz Sofyan tulus dari hati."Nah Rico sangat sayang kalau kamu m
"Nah dia nyindir aku lagi," batin Rico, ia merasa tersindir lagi. Dan merasa tertantang ia langsung mengangguk, "Ya boleh..." sekalian aku ingin tahu sampai dimana kelihaiannya duduk di belakang setir mobil balap. "Deal..." Ustadz Sofyan mengulurkan tangannya yang langsung disambut Rico tanpa canggung. Ustadz Sofyan senyum senyum melihat Rico yang gugup, dan seperti bimbang itu. Segera mengajak bicara pemuda itu dengan relax. "Wah aku ini ingin menguji kekeranianku di belakang setir makanya mengajakmu balapan, Rico. Maklum sudah hampir tujuh tahun tidak lagi duduk di belakang mobil untuk balapan," Rico yang terbiasa ngebut di setiap ada kesempataan, baik itu di jalan umum mau di proyek perumahan, tersenyum. "Kapan waktu yang tepat untuk Dik Rico nanti kita janjian, " ujar Ustadz Sofyan yang sengaja ingin mengadakan pendekatan terlebih dulu dengan pemuda itu, sebelum nanti tiba saatnya fokus pada perdalam akidah ilmu Agama.
Ustadz Sofyan memeriksa persiapan mobil milik Tristan untuk dipakai balapan. Walau sudah prima persiapannya, tapi memang harus dilakukan cek berulang kali. "Anda bukan Ustadz Sofyan, kan?" Telunjuk Melinda pada Tristan mengernyitkan alis memandangnya. "Oh mencari Ustadz Sofyan, sebentar, kamu siapa?." "Melinda," "Temannya Ustadz Sofyan?" Tristan merasa aneh juga jika sahabatnya yang ustadz itu memiliki teman bersikap seperti Melinda. "Bukan," geleng Melinda.Tristan sudah mengura jika gadis berpenampilan seksi itu bukanlah salah satu teman si ustadz sahabatnya."Lalu?" Tristan lebih memperhatikan Melinda."Aku pacarnya Rico calon lawan balapannya Ustadz Sofyan, '"Oh," segera Tristan mendekat pada Ustadz Sofyan."Ada yang mencarimu," lapor Tristan pada ustadz Sofyan yang sudah selesai mengecek ulang mobil yangvakan dipergunakan untuk balapan dengan Rico."Siapa?" Ustadz menatap Tristan."Pacarnya Rico," tersenyum Tristan."Cari aku?" Ustadz Sofyan merasa tak kenal dengan gadis
"Wah Bang Ustadz bisa ajah..." Rico tersenyum kecut, pasti nih lagi nyinggung aku karena pernah nyerempet cewek hijab itu, sungutnya dalam hati. "Nah Rico kamu setuju dengan yang dibuat tim kita itu?" Tristan menunjuk jarak yang diberi bendera, sebagai rute yang akan dijadikan sirkuit balapnya. "Aku ikut yang senior ajah..." Rico memang menyerahkan pada penantangnya. Lalu memandang Ustadz Sofyan. "Kita main cepat ajah, tanpa tikungan dan putaran. Kita main Drag Race sajalah, seperti yang kukabari semalam, gimana?" Ustadz Sofyan menawarkan balapan jenis lintasan lurus. 'Setuju..." angguk Rico. "Nilai utama dalam balapan ini adalah kecepatam dan kemampuan mencapai kecepatan yang maksimum dalam waktu singkat," ujar Tristan, "Setuju?" "Setuju," angguk Rico. "Waktu yang diberikan hanya hitungan detik, " ujar Tristan tentang jarak pendek sekitar empat ratus dua meteran yang lurus. Rico jadi t
15"Tahu aturannya, kan, nah satu menit lagi kita mulai ..." Ujar Tristan yang disambut acungan jempol oleh kedua peserta balap mobil di depannya Tristan menoleh pada temannya yang mengawal garis Star. Pemuda itu mengangguk yang pertanda siap untuk mengawal balapan, "Siap, " ujarnya.Tristan mengacungkan jempolnya. Lalu Tristan menoleh pada pemuda yang bertugas berjaga di garis finish."Nggak ada masalah, kan?" Serunya."Ready .." pemuda di garis finish mengacungkan jempolnya"Oke," angguk Tristan. Kini ia fokus pada dua pembalap di depannya."Ready, ya ...;" Serunya mengeraskan suaranya Ustadz Sofyan dan Rico secara bersamaan mengangguk dengan acungan jempol nya.Tristan mengangguk. Lalu melangkah kearah kanan. Berdiri di pinggir sebelah kanan di depan garis Star.Ustadz Sofyan dan Rico yang sudah bersiap di belakang stir mobilnya, memperhatikan bendera kecil di tangan Tristan.Saat tangan Tristan yang memegang bendera mulai terangkat, mereka pun mulai bersiap menjalankan mobil
Anisa duduk berhadapan dengan Tony di cafe milik pemuda itu. Jika hari ini tak dipenuhi janjinya, ia khawatir pemuda itu terus menerus menunggunya setiap sore di pinggir jalan. Itu tak baik, pikirnya.Sudah kepalang janji. Dan tak mau diburu Tony lagi di pinggir jalan, makanya Anisa sepulang mengantar catering ke rumah Jatmiko, segera menyanggupi permintaan Tony, yang sudah menunggu di tepi jalan. Adapun dengan Tony bagai mendapati rejeki besar saat mengiringi motor Anisa dengan mobilnya menuju cafe miliknya.Saat Anisa membuka maskernya di dalam Cafe, seketika tatapan penuh kagum terpancar dari mata Tony.Anisa menunduk menghindari tatap pemuda di hadapannya."MasyaAllah cantik nian dirimu ..." Tapi hanya diucapkan di dalam hati saja."Dik Soleha ...""Namaku Anisa," potong Anisa. Sebenarnya ia ingin membiarkan pemuda itu tak tahu namanya. Tapi nama adalah pemberian orang tuanya. Bahkan dulu diucapkan dengan doa memohon keselamatan pada Sang Pencipta."Oh maaf Dik Soleha eh Dik