Divisi dua yang dipimpin oleh Gilang tengah menyusuri sebuah ngarai panjang di hutan salak sebelah utara dari lembah setan. Mereka tengah dalam perjalanan menuju lembah setan sesuai perintah Raja untuk menghancurkan pusat dari kerajaan gaib Dardak. Bangsa siluman yang menyebabkan kehancuran total semenjak tiga puluh tahun yang lalu.
Tampak Gilang dan Rianti istrinya serta Ganda perwira wakil Gilang memimpin dua puluh pasukan. Mereka menyusuri hutan purba dengan pohon-pohon aneka ragam besar dan tinggi. Kawasan ini disebut hutan salak sebab di bawah jajaran pohon yang begitu tinggi-tinggi. Banyak tumbuh pohon salak disela-sela jajaran pohon tersebut.
Alkisah pohon-pohon salak yang ratusan jumlahnya. Tumbuh akibat biji salak yang terbawa oleh para kelelawar setelah mengambilnya dari perkebunan milik warga jauh di ujung selatan. Saat mereka pulang menuju gua kelelawar yang ada di ujung ngarai biji salak yang terbawa oleh ratusan kelelawar terjatuh di sekitar ngarai.
Gilang dan Rianti bersama rombongan divisi dua berlari dengan cepat menuju tempat Ganda yang sudah duduk bersama Kakek Halilintar dan Kakek Dewa.“Loh Kakek Hal?” teriang Rianti yang kaget atas keberadaan Kakek Halilintar.“Rianti kamu ini semenjak kecil belum jua berubah selalu memanggilku dengan nama tidak lengkap. Kakek Halilintar Rianti bukan Kakek Hal. Gilang apa kau tak memberi tahu nama lengkapku?” ucap Kakek Halilintar sambil menyeruput kopi panas yang iya buat.“Hahaha, maaf kan istriku Kek. Memang kebiasaan-kebiasaan sedari kecilnya sulit untuk diubah,” jawab Gilang tertawa terbahak-bahak dengan tawa sang ketua agak meringankan beban pikiran dan ketakutan diantara anak buahnya yang ikut tertawa.“Ayo-ayo duduk lah kalian semua. Gilang suruh anak buahmu untuk membuat tenda-tenda darurat dari bahan seadanya. Kita bermalam dahulu di tempat ini menunggu terang kembali. Bukankah kalian tadi melewa
MR. D masih menatap langit puncak Tunggorono. Mendung kelam telah tertambat bertahun-tahun di atas kota Jombang. Ujarnya dalam hati. Seakan matanya berbicara akan kepedihan perang berkepanjangan yang tengah terjadi.Walau tubuhnya sudah terbebas dari segel kutukan dan kini tak lagi berwadah tubuh tua. Melainkan kembali muda, tetapi hatinya memiliki sisi lembut sebagai orang tua. Bahkan pikirannya hanya tertuju pada perjuangan sang anak yang tengah berjibaku bersama seluruh pejuang kota. Mempertahankan kedamaian akan kota Jombang di lembah setan.Sedikit wajahnya mendongak ke atas langit. Petir masih terus menyambar, entah kapan badai akan reda. Entah kapan perang bisa usai dan kedamaian kembali ada di kota Jombang. Terkadang MR. D mencemaskan masa depan kota Jombang. Dalam hatinya selalu bertanya, bisakah kota Jombang bertahan, berdiri dengan gagahnya untuk generasi selanjutnya.“Ayah maafkan Wahyumu, Ayah wahyumu ini tak mampu sehebat di
Dar,Dar,Dar,Dar,Suara-suara jatuhnya empat pasang kaki dari sekelompok pemuda divisi empat. Telah mendarat pada sebuah bukit berbentuk kepala tengkorak. Sesuai namanya dan masyhur popularitasnya. Bukit tengkorak tersebutlah demikian tempat pijakan dari divisi empat organisasi keturunan.Mereka hendak menuju lembah setan yang sekiranya masih satu hari perjalanan lagi dari bukit tengkorak. Petir sang pemimpin divisi empat maju ke arah depan. Tepatnya pas di tengah-tengah puncak bukit, tempat mereka berdiri kini.Matanya mulai aktif dari mode terawang gaib. Sisi hitam dari bola mata Petir berubah menjadi guratan-guratan petir namun tak besar hanya sekitar bola matanya saja. Walau pandangannya hanya memandang arah depan matanya. Tetapi mata batinnya menelusuri seluruh keadaan bukit dengan kemampuan detail hampir sempurna.“Muhamad Abdi Manah kemarilah kau saudaraku seperjuangan?” ucap Petir di sambut dengan ger
Raja menatap sebuah gerbang besar di ujung lembah. Sebuah gerbang penyekat antara dunia nyata dan dunia gaib. Sebuah gerbang dengan tingi sepanjang kita mendongakkan kepala.Ada ukiran ular kobra dan hiasan ornamen kepala manusia di sisi permukaannya. Banyak semak-belukar yang ternyata terbuat dari urat-urat manusia jua tertata rapi di permukaannya.Ada dua raksasa bertaring panjang berdiri membawa gada besar di kanan dan kiri. Gerbang terbuat dua sisi sama persis dan simetris dengan gambar lingkaran diagram setan besar pas di tengah.Raja berdiri pas di depan gerbang kali ini. Raja tak bisa menyebutkan tempatnya berdiri malam atau siang. Sebab pas di sisi gerbang adalah gelap. Namun di sisi depan gerbang berjarak satu langkah adalah terang atau siang.Raja sendirian berdiri sambil terus mengamati. Sengaja Raja tak mengikut sertakan pasukan anak keturunan bersamanya. Sebab hanya dia yang mampu membangkitkan efek dari doa tiada meng
Dar, Slap, serot, Tubuh Raja terpental agak jauh dari arah gerbang lembah setan. Tubuhnya terbentur keras pada sebuah batu besar. Hingga batu tersebut pecah menjadi dua bagian. Mulutnya mulai memuntahkan darah sambil agak batuk-batuk. Matanya mulai berkunang-kunang. Kepalanya agak berat dan seakan remuk di seluruh badan. Saat Raja tengah mengamati isi di dalam gerbang. Ada sebuah bayangan gelap besar tak berbentuk. Mendorongnya dari dalam dengan sebuah energi yang begitu kuat. Sehingga Raja terpental jauh dari arah gerbang. “Astagfirullah Hal Adzim, apa itu tadi. Benarkah yang menghantamku adalah sosok dari Raja para setan Barbadak. Benarkah energi kuat itu berasal dari dia? Kalau benar demikian. Berarti benar pula omongan Ayah. Jikalau aku harus berhati-hati dengan Raja setan yang bernama Barbadak,” Raja tampak menggerutu dan berusaha untuk bangkit kembali. “Memang benar kau pantas menjadi anak Wahyu Si MR. D itu Raja. Bahkan
“Apa kau makhluk jelek, sini kau kalau berani. Beraninya sama anak kecil saja kau, apa kau!” oceh Kakek Dewa mengejek iblis Barbadak layaknya seorang anak kecil yang mengejek temannya.Sedangkan Kakek Halilintar yang sedang memapah Raja. Tampak tertawa keras melihat kekonyolan sang adik. Raja yang tengah dipapah oleh Kakek Halilintar, masih merasa kesakitan begitu sangat.“Kenapa Kakek Dewa tidak takut sama sekali sama sosok Raja setan itu?” tanya Raja sambil mengaduh kesakitan.“Kenapa kita takut pada makhluk Raja. Mereka jua ciptaan sama seperti kita yang harus kita takuti adalah Pencipta makhluk. Bukannya kita takut pada sesama makhluk ciptaan,” sahut Kakek Dewa.“Benar sekali kata-katamu itu Dewa, Assalamualaikum para punggawa T O H yang tersisa. Apa kabar kalian Mas Dewa, Halilintar?” sepuluh sosok tiba-tiba datang secara berbarengan dengan cara berjalan santai. Melewati bayangan
Haji Kasturi kembali menatap kota Jombang tercinta. Kota yang selama ini ia lindungi dengan segenap jiwa raga agar tak jatuh dalam lembah hitam kenistaan.Namun kali ini masyarakatnya mulai melenceng jauh dari syariat yang di ajarkan. Oleh pendahulu yakni leluhur para kiai dan pemuka agama yang terdahulu.Tetes air matanya jatuh jua satu tetes ke tanah. Angin mulai berubah keruh membawa banyak malapetaka dan pagebluk durjana para setan di setiap sudut kota.Haji Kasturi masih berdiri menatap kota Jombang dari atas bukit Tunggorono. Dan seribu lebih anggota T O H masih berbaris rapi berdiri berjajar di belakangnya menunggu komando dari sang Kiai Kasturi.Di samping Haji Kasturi berdiri pula pejuang terkuat kedua setelahnya. Gus Bagus terus memandang sang guri jua menunggu perintah selanjutnya. Iya menunggu bersama seribu lebih anggota yang lain. Yang jua mulai gusar dengan keadaan kota Jombang yang mangkin melenceng jauh dari norma-norma dasar agama ataupu
Huwa, huwa, huwa...,Hoah, huh, huwa...,Teriakan-teriakan siluman dan lelembut lembah neraka terus membahana mengagungkan raja mereka Adi Yaksa. Berjajar rapi duduk bersila menyilangkan kaki dengan berkali-kali mengangkat kedua tangan lalu menurunkannya lagi dengan posisi merunduk masih dengan bersila bergaya menyembah.Sedangkan algojo-algojo kerajaan berdiri tegak di atas dinding-dinding tebing yang mengitari aula pertemuan istana Adi yaksa. Terkadang mondar-mandir di sisi yang lain sambil memanggul kampak besar di pundak sebelah kiri. Sambil mata terus melotot, melihat ke sana-kemari, mengintai jauh barangkali ada musuh yang mendekat.Obor-obor di patung seram berbentuk ular naga dan setan iprit telah menyala. Ada beberapa prajurit di sana bertugas mengganti bahan bakar minyak yang di sangrai dari bekas kulit manusia yang di sayat sebagai persembahan.Pohon beringin kembar besar nan lebat tumbuh rindang pas di atas tebing singgasana Adi Yaksa.