Hampir semua karyawan sudah meninggalkan area kantor, hanya tinggal beberapa orang saja. Milly menunggu Budi, beberapa hari terakhir Milly memang sering menumpang pada Budi.
Tora dan Dhani kembali mengintai Milly, Tora tampak sangat bernafsu untuk balas dendam pada Milly. Dia memang sangat marah saat Milly kabur dari clubnya bahkan Milly sudah melibatkan Richie, dan Tora merasa itu sebuah ancaman nyata karena Richie menaruh saham di Clubnya.
"Jadi, rencana kita apa bos? Beneran kita mau nyulik dia?" tanya Dhani yang setia menemani Tora.
"Kita pantau dulu, kita cari tahu dimana dia tinggal, atau kalau situasinya memungkinkan, kita langsung culik dia!" kata Tora, pandangannya tak lepas dari Milly.
Milly masih menunggu, tiba-tiba Feri yang lebih dulu menghampirinya, Feri sudah siap dengan motor sportnya. Semakin hari dia semakin jelalatan. Milly tahu kalau Feri memang punya maksud busuk, Milly makin dan semakin skeptis saja terhadap pria 30 tahunan itu.
Sore hari di pantai Melur, pantai dengan pasir putih dan air biru jernih yang terletak di pesisir kota Batam. Pantai ini memang tidak seramai pantai-pantai ikonik lainnya seperti Kuta yang rame oleh pelancong asing, tapi pantai Melur ini cukup ramai dikunjungi para wisatawan domestik yang membutuhkan waktu bersantai bersama keluarga.Milly memandangi birunya air yang terhampar sejauh mata memandang, hari ini rumah makan yang dia jaga sangat sepi pengunjung, makanya dia bisa berleha-leha untuk sejenak.Saat menatap hamparan laut itu banyak sekali yang dia pikirkan. Namun, keindahan ini sama sekali tidak mengurangi beban hidup yang dia pikul selama ini. Dia ingin ibunya sembuh. Ibu divonis mengidap kanker darah stadium akhir, sebenarnya mustahil untuk ibu bisa bertahan lebih lama tapi Milly sangat ingin memberikan pengobatan terbaik untuk ibunya.Tak ada satu orang pun yang bisa dia anggap keluarga di dunia ini selain ibu, hanya Ibu! Sejak dia ingat, dia tak tahu sia
Milly memang gadis idaman, sejak usia belia dia sudah bekerja untuk menghidupi ibunya walau kadang ibu tidak pernah menghargai usahanya karena apa yang Milly hasilkan tidak pernah cukup untuk ibu.Milly sajikan nasi goreng yang tadi dia beli saat pulang dari tempat kerjanya, lalu dia duduk bersama ibu di atas tikar di rumah mereka yang teramat sempit itu."Tadi ada teman Ibu mampir kemari, dia butuh orang untuk kerja di Jakarta," kata ibu memulai obrolan."Siapa?" tanya Milly."Rado, dulu dia bartender di club tempat Ibu bekerja ...."Milly tidak menanggapi lagi, dia agak malas kalau harus ingat semua masa lalu ibu.Dulu ibu memang dikenal sebagai wanita malam, bahkan banyak orang mencemooh Milly karena pekerjaan Ibu itu. Mereka selalu bilang kalau Milly adalah anak haram yang lahir dari dosa yang ibu perbuat. Tentu saja itu membuat Milly sedih tapi kini dia sudah terbiasa dengan cemoohan itu."Dia punya teman di Jakarta, temannya itu pengus
Mereka sudah tiba di Jakarta.Milly tidak sendiri, dia berangkat bersama Lita dan Maya. Mereka sama-sama mengharapkan pekerjaan yang lebih baik.Mereka sangat senang, begitu tiba di Bandara seseorang sudah menunggu dan menjemput mereka.Rado duduk di seat depan, sedangkan Milly dan teman-temannya duduk di seat belakang. Karena lelah mereka sampai terlelap dalam mobil tapi tidak dengan Milly, dia masih kepikiran ibu."Bos pasti senang!" kata Dhani, orang yang sedang menyetir saat ini. Tak henti-hentinya dia pandangi tiga gadis manis yang duduk di belakangnya lewat kaca spion di atas kepalanya sampai Milly sendiri tidak sadar kalau dia tengah diperhatikan."Pasti! Kali ini gue gak bawa barang yang asal-asalan, semuanya barang super, gue jamin! Ha ha ha," tukas Rado sangat puas lalu tertawa.Milly mendengarkan percakapan itu, entah kenapa dia jadi tak enak hati, dia punya firasat buruk.'Barang? Barang super? Apa maksudnya?' batin Milly da
Saat memasuki ruang utama club, Milly bersembunyi di belakang teman-temannya. Para pria yang mencari kesenangan mulai berdatangan.Ada yang sekedar minum, mengobrol dengan para pekerja dan ada juga yang asyik bertaruh di meja judi.Ini adalah salah satu malam paling mencekam dalam hidup Milly. Dia tahu persis apa yang akan terjadi jika seseorang tertarik lalu membookingnya. Apa yang dia jaga selama ini akan hancur dalam sekejap mata. Dia hanya berharap malam ini dia aman.***Milly bersyukur semalam tidak terjadi apa-apa padanya. Siang ini semua teman se-profesi Milly berkumpul untuk sekedar makan siang bersama.Yang tinggal di mess hanya ada 5 orang saja, sebagian yang lain memilih untuk tinggal di rumah mereka masing-masing."Semalam kalian dapat tamu, apa mereka puas dengan servis kalian?" tanya Demy pada Maya dan Lita, keduanya hanya tersenyum malu."Pasti kalian juga dapat uang tip kan?" tanya Demy lagi."Disini gak usah m
Tak terbayangkan lagi betapa hancurnya perasaan Richie malam ini. Mati rasa sudah pasti, apa yang dia bangga-banggakan selama ini ternyata lebih memilih pergi mengejar karir dari pada memilihnya.Rasa sakit hatinya mendorongnya untuk kembali mampir ke club milik Tora. Padahal ia sudah berjanji untuk memperbaiki kebiasaan buruk pada ayahnya. Tapi, Richie ingin melepaskan rasa sesaknya. Club ini memang satu-satunya tempat yang selalu Richie pilih untuk sekedar melepas stress.Tora sangat senang dengan kedatangan Richie, dia memang salah satu tamu penting di club ini."Selamat datang Bos! Akhirnya mampir juga setelah sekian lama," sapa Tora, Richie hanya membalas dengan senyum malas. Terlalu berat untuk menjawab sambutan Tora."Mari duduk, Bos!"Tora mempersilakan Richie untuk duduk di salah satu sudut club, lalu mereka duduk berdua."Tunggu sebentar ya, biar gue siapkan dulu meja buat lo, nanti sebentar lagi Bos Hario juga akan datang kemari!" kata
Secara mengejutkan Richie membawa Milly ke rumahnya. Milly semakin tidak mengerti, dia juga takjub dengan rumah Richie yang cukup besar untuk seorang lajang sepertinya.Mereka sudah masuk ke dalam rumah, Milly semakin takjub saja, interior dan segala isinya sungguh membuat nyaman walau hatinya masih sedikit skeptis, Milly mungkin masih takut kalau Richie kembali memintanya untuk melayaninya."Tunggu, duduklah!" kata Richie saat sampai di sebuah ruang, Milly duduk di sofa yang ada disana. Dia masih mengagumi rumah seorang Richie.Richie pergi ke ruangannya di lantai atas.Milly menunggu, dia tatap dua box pizza yang ada di meja, perutnya keroncongan sekali. Sebenarnya dari kemarin dia malas untuk makan dan sekarang dia mulai merasa sangat kelaparan. Pizza itu memang sengaja Richie beli tadi saat di perjalanan.'Huh, ternyata baik juga orang ini, semoga dia gak berubah pikiran lagi!' pikir Milly yang sudah merasa lebih aman saat ini.Beberapa me
Milly masih menunggu dengan sabar, dia yakin kalau Richie memang sudah ditakdirkan untuk menolongnya.Kriiiiing, ponselnya tiba-tiba berbunyi ....Milly terpaku, yang menelphone itu adalah ibunya. Kejadian tadi malam membuatnya lupa pada ibu, Milly tak tahu harus menjelaskan apa pada ibunya saat ini.Dia mulai berpikir kalau dia jujur dan pulang begitu saja pada ibu pasti ibu akan sangat kecewa.Kriiiing, ponselnya terus berdering, dia pun mengangkatnya."Halo Bu ...." sapanya mencoba terdengar baik-baik saja."Milly, bagaimana kabarmu? Ibu ingin sekali menelphonemu sejak kemarin, tapi takut kamu sibuk," Terdengar suara ibu yang begitu antusias di sebrang sana, Milly jadi merasa bersalah."Heum ... aku baik Bu, Ibu gimana?""Ya begini lah, tapi kemarin bu Marta antar ibu chek up ke rumah sakit, Rado memberikan Ibu uang cukup untuk beli obat selama sebulan, katanya itu sebagai tunjangan awal, ya begitulah ... Ibu senang sekali, akhirnya ki
Budi mengajak Milly untuk membereskan ruangan Julian, Milly mengikuti semua instruksi Budi. Kebetulan saat ini Julian belum datang. Julian adalah manager pemasaran di kantor ini."Kamu lakukan seperti pekerjaan rumah saja, gampang kan?" kata Budi sembari memberi contoh apa saja yang harus Milly lakukan."Iya, saya mengerti!" kata Milly lalu dia bereskan meja kerja Julian dengan teliti."Bagus! Eh, tuh pak Julian datang!" kata Budi dan saat itu memang Julian baru saja masuk ke dalam ruangannya itu."Udah selesai?" tanya Julian bossy."Sudah," sahut Milly tanpa berani mengangkat wajahnya sedikitpun. Menjadi seorang karyawan baru memang masih cukup membuatnya nervous, apalagi ada banyak cogan bertebaran di kantor ini.Setelah itu, Budi mengisyaratkan Milly untuk pergi dari sana, sepertinya Julian tidak tahu dan tidak peduli kalau ada pegawai baru di kantornya saat ini.Selepas itu Milly dan Budi menepi di dapur kantor, tempat mereka dan Bu arin