Tidak butuh waktu lama, Angga segera menemui kedua orang tua Ara. Angga sama sekali tidak mau membuang waktu percuma. Ia benar-benar mencintai sosok Anggara Manggala. Angga tidak peduli dengan status janda yang melekat pada Ara.Keluarga besar Angga juga menerima siapa pun calon menantu mereka. Hal terpenting adalah, mereka bisa saling mencintai dan kelak hidup dengan bahagia. Calon mertua Angga adalah orang biasa. Mereka pernah dibantu oleh Haris Manggala secara finansial."Terima kasih Pak Haris menerima lamaran dari putra kami," kata Suminto yang merasa sangat bersyukur setelah lamaran mereka diterima baik oleh keluarga besar Haris Manggala. "Sama-sama. Saya tidak mungkin menolak lamaran Angga. Saya tahu bagaimana karakter Angga. Angga sosok pekerja keras dan satu, dia setia." Haris memuji sosok calon menantunya. "Ara pernah gagal dalam rumah tangga. Semoga Angga adalah jodoh terbaik untuk anak saya," kata Haris penuh harapan."Saya juga berharap seperti itu. Nak Ara orang yang ba
"Murni tolong nasehati anakmu itu! Menikah dengan putri keluarga Haris Manggala itu sebuah anugerah. Tidak sembarang orang bisa menikahi anak gadis semata wayangnya itu! Dia malah punya pilihan sendiri yang dari kalangan sama seperti kamu" Adhyatsa geram dengan penolakan Revan yang dianggapnya pembangkang di keluarga ini.Revan mengepalkan tangannya hingga buku-buku tangannya memutih. Kesal saat mendengar penghinaan sang kakek pada wanita yang menjadi cinta pertamanya itu. Sang Bunda hanya diam saja saja tanpa berani membantah ayah mertuanya. Sejak--Panji Adhyatsa meninggal, mereka masih diizinkan untuk tinggal di rumah ini. "Revan, menikahlah dengan putri Tuan Haris. Bunda yakin, putri mereka adalah gadis baik. Bantulah sedikit Bundamu yang sudah tua ini, Nak," lirih Murni sambil menahan air matanya yang hendak menetes saat ini.Murni tidak bisa melawan sikap otoriter ayah mertuanya. Mendiang Panji adalah putra satu-satunya keluarga Adhyatsa. Saat ini perusahaan mereka yang bergerak
Malam semakin larut, Revan biasanya akan menghubungi Mayang sebelum tidur. Kali ini tidak, ia butuh menenangkan hati. Tidak semudah itu melepaskan seorang Mayang Mandasari. Rumah yang dibelinya beberapa waktu lalu di sebuah pinggiran Kota Jakarta bersama dengan Mayang akan diberikan untuk gadis yang namanya akan selalu di hatinya.Hingga pagi menjelang, Revan sama sekali tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Rasa kantuknya hilang, entah menguap kemana. Bayangan air mata Mayang menghantuinya ketika nanti harus mengatakan sebuah kejujuran; dirinya dijodohkan."Pagi semua," sapa Adhyatsa saat semua sudah berkumpul di meja makan untuk makan pagi bersama. Kali ini Murni ikut duduk bersama dengan merak semua. Linda dan Santi tampak jijik menatap ke arah kakak iparnya. Revan paham dengan arti tatapan kedua tantenya. Tangan Murni mencekal lengan putra semata wayangnya; memberikan kode agar tidak membuat masalah pagi ini."Baik, karena sudah berkumpul, maka saya akan mengumumkan sesuatu. Mi
"Jangan dulu sombong, Pak Naga. Kami memang sedang terpuruk, tetapi bukan berarti bisa diperdaya oleh Anda dengan sesuka hati. Urusan kita sampai di sini. Terima kasih atas kedatangan Anda," jawab Revan dengan nada dingin dan menatap tajam ke arah Naga yang kini mengepalkan tangannya. Revan segera kembali ke ruangannya. Ia tidak peduli jika saat ini Naga mengamuk atau semacamnya. Ia sudah bisa menebak ketika perusahaan ini menolak kerja sama dengan Cakra Buana. Efeknya akan luar biasa menyakitkan dan harus berurusan dengan banyak pihak. Naga salah satu mafia bisnis. Semua cara dihalalkannya demi keuntungan pribadi. Tak jarang menekan perusahaan kecil agar tunduk di bawahnya. Revan tidak akan sudi bekerja sama dengan perusahaan Cakra Buana itu."Pak, apakah Anda memerlukan kopi?" Hardi membawakan kopi untuk bos-nya yang kini sangat tertekan dengan semua pekerjaan juga masalah lainnya."Terima kasih. Letakkan di meja. Silakan keluar," jawab Revan tanpa menatap ke arah sekretarisnya it
Bantuan dari Manggala Group sangat diperlukan untuk membuat stabil perusahaan milik kakeknya itu. Sebuah dilema yang luar biasa dan menurunkan mental Revan saat ini. Revan tidak mau hasil kerja keras sang ayah bangkrut begitu saja. Revan memegang sebuah bingkai foto dirinya dan Mayang yang sedang tersenyum.'Mayang, apakah aku bisa hidup tanpamu di masa yang akan datang?' Batin Revan nelangsa saat ini.Air matanya menetes, bukan karena terlalu cengeng, tetapi Revan sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan. Cucu Adhyatsa itu segera mengemasi semua barangnya. Kali ini, ia tidak akan pulang. Tujuannya satu, menuju ke Bandung."Pak Revan baru pulang?" Salah satu security menyapa Revan dengan ramah."Iya, Pak. Mari saya duluan." Revan segera menuju ke parkiran mobil miliknya.Sebuah mobil sport berwarna putih yang dibeli Revan dengan mencicil. Ia tidak mau menggunakan fasilitas milik sang kakek karena akan dihitung sebagai hutang budi. Revan tidak izin pada sang bunda kali ini. Biarlah, sem
Sepertinya detik-detik waktu berjalan dengan cepat dan akhirnya di sinilah mereka berdua. Sebuah kafe dengan gaya tradisional khas sunda. Sepi, tetapi suasananya sangat nyaman. Seperti sedang berada di sebuah pedesaan. Dan, Revan merasa cocok dengan tempat ini; membatalkan rencana makan bakso. "May, sertifikat dan kunci rumah sudah kamu simpan?" tanya Revan sambil menunggu pesanan makanan mereka berdua. "Sudah. Makasih, Mas, sudah percaya dengan May." Mayang mengulas senyum hangat penuh cinta pada kekasihnya.Pesanan makanan mereka datang. Revan makan dalam diam. Sesekali ia melirik ke arah Mayang yang makan dengan lahap. Revan tahu, Mayang sangat jarang bisa merasakan makanan selezat ini karena keterbatasan uang saku yang dimilikinya. "Mas, aku ke kamar kecil dulu, ya. Sebentar aja kok." Mayang berdiri dan segera menuju ke arah kamar kecil yang ada di kafe ini.Revan hanya mengangguk sebagai jawaban. Rasanya tidak kuat untuk memutuskan hubungan secara sepihak dengan Mayang. Gadis
Mereka berdua akhirnya hanya mengemas beberapa baju Mayang dan segera menyusul pemilik indekos ini menuju ke rumah sakit. Tadi belum sempat membawa apa pun. Hanya baju yang melekat di tubuh Mayang. Entah, baju sejak kapan yang dipakai gadis cantik itu.Dokter yang memeriksa Mayang menyebutkan jika gadis itu demam tinggi juga dehidrasi. Penyakit asam lambungnya juga kambuh. Mayang memang mempunyai penyakit asam lambung sejak SMA dulu. Pola makan tidak teratur membuatnya terkena penyakit asam lambung. Dokter segera memberikan perawatan yang tepat untuk Mayang.Tiga hari Mayang tergolek lemas. Tubuhnya seolah menolak semua perawatan. Akan tetapi, dokter berusaha memberikan perawatan yang terbaik dan membuat gadis itu membuka matanya kembali. Semua teman sangat bahagia, tetapi satu hal yang terjadi, tatapan Mayang sangat kosong. Sama sekali tidak merespons apa pun yang dikatakan oleh orang yang ada di sekitarnya. Sementara itu, dalam satu Minggu ini, Revan seperti orang yang tidak mempun
'Mas Panji, anak kita sedang bersedih. Maafkan aku yang tidak bisa membuatnya tersenyum bahagia dengan wanita pilihannya. Dia tidak sama denganmu yang mau memperjuangkanku dulu. Revan memilih perusahaan demi ribuan karyawan. Apakah aku salah?' tanya Murni di dalam hatinya sambil terus menatap ke arah pigura foto mendiang suaminya. Murni sangat merasa bersalah pada sepasang kekasih. Revan adalah anaknya dan Mayang adalah gadis yang disukai Revan sejak mereka masih remaja dulu. Keberuntungan sama sekali tidak berpihak pada mereka berdua. Adhyatsa sama sekali tidak bisa dibantah. Sementara itu, Mayang sudah diizinkan untuk pulang setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit. Ia kini menjadi sosok yang murung. Sama sekali tidak ada gairah untuk menjalani hidup. Tugas akhirnya ditinggalkan begitu saja dan malas untuk ke kampus.Mayang juga jarang keluar kamar jika tidak perlu. Semua teman indekosnya sangat prihatin dengan keadaan Mayang. Tidak ada yang berani mendekat atau pun bertanya p