Share

reaksi

Pukul tiga sore petugas dari pengadilan agama mengantarkan surat panggilan untuk persidangan. Mereka mengetuk pintu pagar, lalu aku bergegas membukanya.

"Permisi, ibu Aisyah?"

"Iya, saya."

"Ini ada surat dari pengadilan agama," ucap pria berkacama dan berkulit gelap itu.

"Oh, terima kasih Pak," jawabku menerima surat tersebut.

"Apa pak Hamdan masih tinggal di sini?"

"Tidak, tidak lagi."

"Boleh saya tahu alamatnya sekarang?"

"Jalan melati nomor enam, Pak, ruko Raihan Jaya."

"Oh, baiklah," jawab pria itu mengangguk.

Setelah selesai menandatangani kertas dan memberikannya kembali pada pria itu, aku pun mengucapkan terima kasih.

"Sama-sama, Bu. Kalo begitu permisi, karena saya harus mengantarkan surat panggilan ini ke tempat Pak Hamdan, mari Bu," ujarnya sambil tersenyum lalu pergi dari rumahku.

"Iya Pak."

Selepas kepergian pria itu, kini kugenggam amplop coklat berisi surat pemanggilan itu. Kutimbang dan memperhatikannya berkali-kali, sembari menanyai diriku, apa aku siap dengan semua ke
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status