"Aku hamil, Mas." Dengan penuh keberanian, Tari memberi tahu Dani tentang kehamilannya.
Seketika Dani tampak shock. Dia tidak langsung menyahut, seolah kesadarannya telah ikut melanglang bersama pikirannya tentang kehamilan Tari.
Dani mencubit lengannya, sedikit keras, "Aw ...!" Sakit ternyata. Berarti ini benar-benar nyata.
"Bagaimana kamu bisa hamil, Tar?" Suara Dani sedikit bergetar. Hamil? Mengapa kata itu sekarang menjadi m*mok bagi Dani.
Dani sepertinya lupa jika dia tidak pernah pakai pengaman saat berhubungan dengan Tari.
"Gimana sih kamu, Mas. Apa kamu lupa tentang perc*ntaan panas kita waktu itu!" Setengah berteriak Tari membuat Dani celingukan. Tari sangat marah karena Dani seolah meragukan perkataannya.
"Sss
"Menikahi janda 'kan dapat pahala. Seperti Rasulullah. Aku ingin dapat pahala dengan menikah dengan janda." Entah dapat kepercayaan diri dari mana, Dani mengucapkan sebuah sunnah tanpa berkaca pada diri sendiri.Poligami itu sunah, menikahi janda juga sunah. Tapi, tak hanya memperturuti nafsu.Dalam agama islam pun tidak melarang poligami asal bisa berlaku adil. Tapi, dengan kondisi Dani sepertinya untuk menafkahi keduanya pun dia akan kesulitan. Ditambah pemahaman agamanya yang salah kaprah.Reni menarik kasar tangannya dari genggaman Dani, "Inti kalimatmu di mana, Mas?" Reni kesal, benar-benar kesal. Meski tak kaget jika Dani berselingkuh, tapi meminta ijim menikah lagi?"Ijinkan aku menikah lagi, Ren?" Dengan berkaca-kaca, Dani memamdang Reni.
"Penawaran?" Tari mulai menduga-duga akan penawaran apa yang Dani maksud."Gini ...." Dani memegang pundak Tari dengan kedua tangannya."Ehm ...!" Mendengar bunyi deheman, buru-buru Dani menarik tangannya dari pundak Tari.Dani menoleh ke arah sumber suara, sedang Tari memilih membuang muka. "Eh! Kamu, Jok. Tumben pagi banget nyampe pabrik." Ternyata Joko berdiri tidak jauh dari mereka."Kalau pacaran jangan di sini, Bos. Bikin panas aja." Setelah mengatakannya, Joko berlalu begitu saja dari hadapan mereka. "Nanti pulang kerja aja ngomongnya di tempat biasa." Dani segera berlalu meninggalkan Tari dan menyusul Joko."Tapi ...." Tari mengurungkan niatnya untuk memanggil Dani, mengingat sudah
"Anak itu bakal aku rawat, tapi sepertinya aku tidak bisa menikahimu." Bagai disambar petir, Tari hanya bisa melongo. Dia tidak percaya apa yang baru saja Dani katakan."Kamu janji bakal nikahin aku, Mas." Tari terisak. Kini dia merasa hanya sebagai barang yang bisa dibuang kapan saja."Jujur, Tar. Selama ini aku tak pernah berpikir sejauh itu." Dani hanya menunduk. Benar dia hanya main-main dengan Tari."Apa?" Suara Tari tercekat di tenggorokan. Rasanya ada sesuatu yang besar yang menghalangi suaranya."Mana janjimu yang bakal menikahiku, Mas?" Kali ini Tari berteriak. Suasana belakang pabrik sangat sepi. Hanya ada suara mereka, sehingga suara Tari terdengar begitu keras."Sst ...!" Buru-buru Dani mendekati Tari dan berusaha membungkam mulut Tari dengan tangannya."Jangan teriak, Tar. Malu kalau ada yang denger." Dani memelankan suaranya. Akan sangat m
"Zak, gimana? Kamu sanggup 'kan ngurus kelincinya?" Reni mendekati Zaki yang tengah sibuk membersihkan kandang kelinci-kelincinya itu. Jika malas membersihkan, dijamin baunya akan sangat pesing."Iya, Kak. Zaki seneng kok. Ini indukan yang Kak Reni beli baru hamil. Jadi mungkin akan segera beranak." Reni sangat senang melihat semangat Zaki yang menggebu. Dia beruntung mempunyai adik seperti Zaki.Melihat kelinci-kelinci itu membuat Reni melupakan masalah yang dialaminya. Dia sendiri tak mau ambil pusing dengan kehamilan selingkuhan Dani. Itu urusan mereka berdua.Saat ini dia hanya fokus pada dirinya sendiri dan anak yang dikandungnya. Dan juga usaha yang dia rintis bersama Zaki. "Oh, iya Kak. Kemarin Zaki ketemu Paman Rinto. Beliau mau menampung kelinci-kelinci ini seandainya sudah siap konsumsi. Ternyata Pama
Sejak saat Reni menelpon Dani untuk terakhir kali, suaminya itu belum menghubunginya lagi. Sudah sekitar tiga hari, Reni memutuskan untuk tidak peduli.Biarlah Dani sibuk dengan dunianya, dan dia akan menciptakan dunianya sendiri. Dunia indah untuknya dan calon anaknya kelak. Tak peduli lagi dengan apa yang akan ditempuh Dani.Mungkin Reni hanya diam, tapi jika memang Dani nekat menikahi Tari tanpa seijinnya, dia tidak akan tinggal diam. Langkah yang diambilnya, dia rasa sudah tepat. Seandainya dia mengijinkan Dani dan Tari menikah, malah dia akan membuat dosa zina mereka tersamarkan. Bagaimanapun wanita hamil tidak sah dinikahi.Jika Dani bersikeras menceraikannya pun, dia tidak akan langsung menerimanya. Bukan karena dia masih menginginkan suaminya, hanya saja dia tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah
Dani dan Tari kembali merajut kasih. Sudah kepalang tanggung bagi Dani. Tari tentu saja merasa bahagia. Kesempatannya mendapatkan Dani tinggal selangkah lagi."Mas ...." Keduanya kini tak malu-malu lagi menampakkan kemesraan. Seperti saat ini di kantin. Dengan suara manja, Tari memanggil kekasihnya itu."Apa?" Mereka berdua duduk berhadapan, menyendiri di pojok kantin.Bagi yang mengenal Dani, tentu saja menjadi sebuah pertanyaan. Apa hubungan keduanya, sedang Dani sudah beristri.Baik Dani maupun Tari sudah tidak peduli jika digunjingkan. Benar-benar urat malunya sudah putus."Aku pengen, deh. Makan mangga muda." Betapa wanita itu pintar sekali membuat suara yang menggoda.Dani yang pintu hatinya kembali tertutup oleh dosa, tentu saja gemas mendengarnya.Pria itu mencubit hidung Taru sambil tersenyum."Aw ...!" Bukannya ma
“Kamu ada masalah ya sama Dani, Ren?” Saat ini Yanti dan Reni sedang berada di dapur. Mendengar pertanyaan ibunya, membuat Reni menghentikan aktifitasnya mengiris kacang. Hari ini, Reni sangat ingin memakan oseng-oseng kacang hasil masakan ibunya.“Nggak ada apa-apa kok, Bu.” Bohong? Tentu. Reni tak ingin menambah beban pikiran orang tuanya dengan masalah rumah tangganya.Masalah orang tuanya sudah berat, karena masih harus menyekolahkan Zaki. Dasarnya Reni merasa malu jika kedua orang tuanya tahu tentang kelakuan Dani. Bagaimanapun menikah dengan Dani adalah keinginannya, meski awalnya orang tuanya tidak menyetujui karena pekerjaan Dani yang masih serabutan.Tapi dengan keras kepala, Reni meyakinkan ibunya bahwa semua akan baik-baik saja. Memang perasaan seorang ibu sangatlah tajam, seolah mampu meramalkan masa depan. Mungkin bukan masalah uang yang saat ini Reni hadapi, tapi lebih dari itu
"Aku ... akan bertahan dulu, Sya. Demi anakku. Jangan sampai Tari kegirangan karena bisa merebut milik orang lain. Aku akan memisahkan mereka dulu, baru kemudian akan kutinggalkan Mas Dani. Bagaimanapun rasa sakit ini takkan mungkin dapat terobati!"Perasaan Reni benar-benar hancur lebur. Kecewa? Sudah pasti. Siapapun pasti akan sangat kecewa jika menjadi dirinya. Sakit hati? Jangan ditanya, rasanya merasuk hingga ke sum-sum tulangnya."Sebagai sahabat aku hanya bisa bilang sama kamu untuk sabar. Maaf aku nggak bisa bantu kamu apapun." Suara Tasya terdengar lirih. Sebagai orang luar, dia memang tidak bisa terlalu ikut campur. Hanya sebatas memberi tahu Reni tentang Dani dan Tari. Tidak lebih."Ini sudah lebih dari cukup buatku, Sya. Aku sudah sangat berterima kasih atas informasi ini. Aku jadi bisa mengetahui tentang kebejatan Mas