Pukul empat sore aku baru sampai di rumah, Vidia belum juga datang. Jenuh menghampiri akhirnya aku menonton televisi sambil rebahan hingga terbuai di alam mimpi.
"Ardina!" Suara lembut menyapa hingga aku terjaga dari tidur. Saat melirik jam rupanya sudah hampir pukul enam sore dan pemilik suara itu adalah Ferdila. Gegas aku bangkit dari tidur.
"Udah pulang?"
"Tentu saja. Vidia mana?"
"Aku gak tahu, sejak pagi tadi dia keluar." Aku mengucek mata. "Aku sendirian di rumah, rada bete jadi nonton tv malah ketiduran."
Ferdila mengangguk, dia mengusap pucuk kepalaku. Ingin sekali menepis kasar, tetapi dia bisa curiga. Huh, andai dia tahu aku bukan Ardina, entah bagaimana tanggapannya.
Lelaki itu kini ikut menatap layar televisi yang masih menyala. Senyum mulai terkuro di wajahnya yang sudah segar kembali setelah mandi, kemudian di menit berikutnya dia meminta maaf karena merasa tidak mampu berlaku adil.
Aku hanya bisa mengangguk. Adik
POV ARNILAPukul lima pagi aku sudah berdiri di depan rumah Ardina sebelum mereka semua terjaga agar tidak ketahuan kalau sedang bertukar peran. Angin berembus syahdu menyibak rambut menggelitik telinga. Aku hanya bisa memeluk diri sendiri yang hanya mengenakan piyama tidur.Suara pintu terbuka, Ardina menyembul keluar dengan memakai jaket. Kami hanya saling memberi kode dengan mata, setelah itu aku langsung masuk rumah sementara dia melangkah ke mobil di mana Naren berada.Naren, lelaki yang berperan penting membantuku dan Ardina menyelesaikan misi. Aku beruntung memiliki sahabat sepertinya. Jika saja lelaki itu sudah menikah, maka tetap tidak ada yang bisa menghalangi kami untuk bertemu.Lupakan masalah aku karena misi ini tentang Ardina, suami dan adik madunya. Tidak sabar sekali melihat mereka merasakan luka karena telah salah dalam melangkah. Vidia erlalu meremehkan Ardina dan itu membuatku tersinggung."Dari luar?" Ferdila ternyata berdiri di
115. UngkapanSuasana semakin tegang ketika air mata Vidia mengalir tiada henti. Ferdila diam dengan rahang mengeras sementara matahari semakin menyilaukan mata. Mungkin adik iparku tidak akan pergi bekerja karena masalah rumah tangga.Ya, dia memang harus tahu semuanya sekarang agar tidak ada lagi drama rumah tangga atau kisah tentang pelakor. Aku muak dengan kehidupan mereka yang terlalu bertele-tele padahal sebenarnya banyak kesempatan agar bisa menyatukan kembali adikku dengan suaminya."Apa kamu tahu kalau Ardina memiliki saudari kembar?" Suara Vidia memekakkan telinga dan cukup membuatku sedikit tegang, tetapi tidak takut sama sekali. Lagi pula tidak ada bukti yang bisa dia tunjukkan."Saudari kembar?" tanya Ferdila sambil menatapku. "Aku tidak tahu."Vidia berdecih, lalu melangkahkam kaki mendekatiku. "Ya, Ardina punya saudari kembar. Mereka mirip sekali hanya beda sikap. Perempuan itu bernama Arnila, kasar dan tomboi. Aku jadi curiga, perem
WARNING!!! 18+ 116. Sisi Lain Vidia "Diam kamu, Vid. Jangan rusak otak tetangga kita, cukup otakmu yang rusak," balasku tidak kalah ketus. "Siapa nama kamu?" tanya Vidia pada ibu tadi tanpa mengindahkan kalimatku. "Hana. Kenapa?" "Eh, Bu Hama, kalau ngomong yang bener! Ngatain aku pelakor? Asal Ibu tahu aja kalau Ferdila yang jatuh cinta mati padaku!" ketus Vidia lagi sambil menunjuk sekilas. Bu Hana tersenyum ketus. Dia menggulung lengan dasternya sampai sikut, kemudian rambut sebahu itu dijepit. Tidak lama kemudian berdiri sambil melotot tajam. "Bu Hama? Kamu pikir aku ini hama apa? Kalau budeg jangan jadi pelakor, malu di pengadilan nanti kalau salah jawab! Percuma cantik kalau hati busuk ngerebut suami orang kayak gak laku aja, mau tak promo di marketplace?" Karena suara Bu Hana yang menggelengar, para tetangga lain berdatangan dengan penampilan sama. Ada pula yang sambil membawa spatula. Sungguh, waktu seperti ini
117. Tamu Istimewaku "Iya, kalau bukan kamu yang ngerjain aku lantas siapa lagi. Waktu aku buka baju aja kamu yang ngintip, kan?" Vidia mengeraskan suaranya. "Vid! Kamu pikir aku ini ganda apa? Tadi aja aku di luar bicara sama Bu Hana, kamu nyusul dan datang tetangga lainnya. Terus mana ada kesempatan masuk kamarmu, sedangkan kamu masuk lebih dulu. Lagi pula aku memang mengintip karena penasaran saja." "Bisa jadi itu saudari kembarmu!" bela Vidia pada dirinya. Aku bersidekap, kemudian memutar bola mata malas. Jujur saja malas berdebat karena tidak akan berujung kecuali memang sudah pada waktunya. Ferdila hanya diam, mungkin menanti kami saling membongkar kedok satu sama lain. Vidia terus membuat cerita palsu. Dengan terpaksa aku menunjukkan video tadi pada Ferdila yang membuatnya terperanjat. "Asal kamu tahu, Fer kalau Vidia yang memaksaku menyusu bahkan menggigit payud4ranya. Bahkan sebenarnya ada sesuatu yang dia sembunyikan, aku tidak membe
Ketika malam telah tiba, kami sudah berada dalam kamar Naren. Beruntung ranjangnya besar, jadi bisa menjaga jarak dengan adik ipar. Dia memakai piyama tidur lengan pendek karena cuaca sedikit membuat gerah, sementara aku memaksa diri untuk tidak buka baju.Ferdila sudah membaringkan tubuhnya, aku sendiri duduk seraya menyandarkan kepala di headboard. Sekalipun sudah mengantuk, sebenarnya aku menunggu seseorang untuk menghindari Ferdila."Kenapa belum tidur? Gak gerah?" Ferdila akhirnya membuka suara."Gak, ini malah dingin. Entah kenapa belum ngantuk, Fer." Aku mengucapkan kalimat itu sambil menahan mulut agar tidak sampai menguap."Kangen," lirih Ferdila. Aku membulatkan mata sambil terus berharap sesuatu yang lain.Tok, tok, tok!Ketukan di pintu itu pastilah karena ibu. Aku mengambangkan senyum, lalu beranjak mendekati pintu. Ketika sudah terbuka lebar, benar sekali karena kita sudah janjian sore tadi."Ada apa, Bu?""Ibu ma
POV ARDINASetelah mematikan sambungan telepon, aku menatap ibu penuh kerinduan. Wajahnya tidak lagi muda, bahkan ada beberapa kerutan di bawah mata dan sudut bibir. Akan tetapi, tutur katanya selalu lembut."Bagaimana bisa kamu rahasiakan pada ibu, Din?""Aku merasa bisa menyelesaikan masalah ini sebelum akhirnya bertemu dengan ibu dan ayah. Akan tetapi, ternyata semua terjadi di luar dugaan."Sekali pun menyakiti, aku tetap harus menjaga kehormatan suami sendiri apalagi cinta itu masih ada. Ferdila juga tidak seberubah dulu ketika Vidia baru saja menginjakkan kaki di rumah ini."Di luar dugaan bagaimana yang kamu bicarakan, Nak?"Aku menghela napas berat. Sulit menceritakan masalah ketika Vidia keluar dari penjara, maka aku memulai dari awal tepat ketika perempuan itu berdiri di hadapanku dengan angkuhnya. Banyak yang aku sembunyikan dari ibu agar beliau tidak terlalu merasa sedih.Biarlah yang disalahkan fokus pada Vidia saja karen
POV ARNILADetik demi detik waktu berlalu begitu cepat, sekarang ibu tidak lagi di rumah karena kemarin mendadak pulang diantar Ferdila. Sebenarnya aku enggan melepas begitu saja, tetapi kekhawatiran ibu jika ketahuan ayah semakin menjadi.Aku tidak ingin masalah semakin rumit dan memisahkan Ardina dari suaminya. Untuk itu aku mengiyakan, sekarang sudah bertukar peran lagi. Vidia bersikap seperti biasa, begitupun Ferdila bahkan mereka tidur bersama tadi malam."Ferdila!" panggil Vidia membuatku tersentak. Pasalnya sejak tadi mengaduk minuman di dapur sampai lupa membawanya ke luar. "Kamu lihat Ferdila, Din?" tanya perempuan itu ketika mata kami saling beradu."Tadi dia duduk di teras rumah baca koran.""Itu minuman buat Ferdila?"Aku mengangguk. Dengan gerak cepat Vidia merebut secangkir kopi itu dan membawanya keluar dengan senyum semringah. Aku memutar bola mata malas bukan karena cemburu. Jika Ardina yang berada di posisi ini, mungkin hat
"Maksud, Bu Hana?" Aku memperjelas arah pembiacaraannya takut salah kaprah."Tadi aku lihat Vidia dimarahi suamimu gara-gara gak bisa ngebedain gula sama garam. Bilang sama dia, kalau mau jadi perebut suami orang itu harus belajar banyak hal. Jangan sampai cibiran kamu sangka pujian," jawab Bu Hana.Aku mengangguk paham, rupanya dia sempat melihat kejadian memalukan itu. Untung bukan aku yang membawa kopi tadi ke Ferdila karena darah bisa mendidih kalau disiram apalagi aku bukan istrinya.Bu Hana meminta izin untuk ikut duduk katanya jenuh di rumah sendirian. Perempuan tua itu memang selalu sendiri karena suaminya sibuk bekerja serta dua anak lainnya. Mereka pun telah berkeluarga."Ngomong-ngomong, Vidia viral di sosial media ya?" bisik Bu Hana begitu Ferdila tidak ada di sisi kami lagi. Perutnya tiba-tiba sakit dan jika sudah berada di toilet, bisa menghabiskan waktu hampir satu jam."Viral kenapa, Bu?""Ada seseakun yang posting cerita ten