"Ternyata dia adalah murid dari manusia tanpa bayangan!" "Gawat! Sebaiknya kita menghindar darinya, wajah cantik nan imutnya adalah palsu, ia sebenarnya jelmaan iblis!" "Cepat menyingkir darinya!" La Rossa terus melempar senjata rahasia ninjanya, memanfaatkan keterkejutan mereka. La Rossa juga menguarkan aura pembunuh yang menyelimuti tubuhnya semakin pekat, membuat seluruh anak buah Vangsed dan Black Wolf yang bersatu semakin bergidik ngeri. Korban dari pihak Vangsed dan Black Wolf semakin banyak, melihat anak buahnya banyak yang tumbang Riddin memerintahkan anak buahnya untuk mengepung La Rossa. Namun, mereka bukanlah tandingan bagi La Rossa yang memiliki beberapa teknik bertarung. La Rossa menggunakan sisa tenaganya untuk melawan mereka semua. Selagi yang mengepung hanya sepuluh orang La Rossa masih bisa mengatasinya, asalkan jangan seluruh anak buah mereka mengepungnya. "Mundur! Dia bukan lawan kita!" Beberapa dari mereka memilih mundur dan menjauh dari La Rossa, namun, na
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Gilbert."Tentu saja pulang ke Indonesia!" tegas La Rossa."Lalu bagaimana dengan Vangsed dan Black Wolf?""Aku tak menginginkan!"Gilbert tak melanjutkan pertanyaannya, ia menatap La Rossa penuh cinta."Kenapa?""Aku melakukan semua ini hanya agar aku bisa terbebas dan tak terikat aturan!""Bagaimana kalau aku yang mengikatmu?""Aku ...,"La Rossa tak melanjutkan ucapannya, mulutnya sudah di sumpal oleh mulut Gilbert.La Rossa memukul dada bidang Gilbert agar ia melepaskan ciumannya, La Rossa merasa risi jika harus melakukan ciuman di luar seperti ini.La Rossa belum terbiasa mengumbar kemesraan di depan orang banyak, lain halnya dengan Gilbert yang sedang di landa bucin.Gilbert tak merasa malu apalagi risi saat mencium La Rossa, jika mungkin ia akan selalu membawa La Rossa kemanapun ia pergi."Lepaskan! Tak enak di lihat orang,""Biarkan saja! Kenapa merasa tak enak? Kalau mereka mau, lakukan saja bersama pasangannya sendiri!"Gilbert
Mereka saling pandang dan bergidik ngeri saat mmbayangkan burungnya harus di potong oleh Nyonya besar yang kejam."Kenapa! Itu juga berlaku untuk kalian dan kamu sayang," ucap La Rossa sambil mengerlingkan matanya ke arah Gilbert.Sontak saja Gilbert langsung menutupi kemaluannya. Sementara La Rossa melihat ketakutan mereka tersenyum jahat."Ayo kita pulang! Aku ingin berendam air hangat, rasanya tubuhku lengket semua," ajak La Rossa, ia menarik lengan Susan.Susan menatap Gilbert dengan tatapan bersalah, sementara Gilbert harus menelan kekecewaannya. Ia menarik nafas dalam, lalu mengikuti La Rossa di belakangnya.Sesampainya di rumah, La Rossa langsung mengisi bath tub dan meneteskan aroma terapi pada bath tub itu. Ia juga menuang wine ke dalam ke gelasnya ia ingin menikmati kemenangan ini.Pintu kamar mandi di gedor dari luar, suaara Gilbert terdengar memanggil."Sayang, kamu di dalam? Butuh bantuan tidak?" ucap Gilbert."Tid
La Rossa memejamkan kelopak matanya, ia kini sedang berada di pesawat menuju ke Jakarta. Ia menaiki pesawat komersil. Meskipun Gilbert memaksanya untuk naik pesawat pribadi miliknya tetap saja La Rossa menolak keras."Tidak Gilbert, biarkan aku naik pesawat komersil!" La Rossa menolak tawaran Gilbert.Gilbert menghela nafas, ia tak bisa memaksa La Rossa karena ia tahu kalau La Rossa itu keras kepala.La Rossa teringat percakapannya dengan Gilbert saat Gilbert membantunya mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya."Kenapa kamu begitu kuat Ros?" tanya Gilbert merasa heran dengan apa yang terjadi pada kekasihnya."Aku juga tidak tahu!" ucap La Rossa. Saat itu ia tak kepikiran mengenai serum yang di berikan oleh Profesor Huang padanya.La Rossa meraba luka di bahunya, ia meringis menahan sakit. "Aku akan menanyakan pada Profesor tua Huang nanti," batin La Rossa.Pesawat yang di tumpangi La Rossa mendarat sempurna di Bandara Internasional Soekarno Hatta, ia berjalan menuruni tangga pesawat
La Rossa pergi ke kantor tempat perusahaan Gilbert berada. Ia mendatangi sebuah gedung bertingkat yang menjulang tinggi hampir menembus cakrawala.La Rossa yang datang dengan menggunakan taxi online pun turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung itu dan dataang ke rreseptionis untuk menanyakan letak kntor Gilbert."Permisi Mbak, kantor Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" tanya La Rossa sopan. Meski itu bukan gayanya, tapi, karena ini di kantor La Rossa harus bersikap sopan.Reseptionis yang di panggil Mbak itu tak menjawab pertanyaan La Rossa, ia justru sibuk memoles wajahnya. Sekali lagi La Rossa bertanya dengan sopan."Permisi Mbak, kantor milik Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" pertanyaan yang sama La Rossa lontarkan pada reseptionis itu.Kali ini ia merespon, tapi, dengan tatapan sinis ia berkata, "Pak Gilbert tidak ada di kantornya!""Aku tahu, aku hanya perlu tahu, dimana ruangannya?" ucap La Rossa tak lagi sopan.Kembali reseptionis itu memandang sinis La Rossa, ia meneli
La Rossa menarik dokumen itu dan membacanya, ia mengerutkan keningnya hingga menghitam.La Rossa memfoto dokumen itu, dan kemudian menyimpannya kembali. Saat La Rossa sedang menandatangani dokumen-dokumen itu, ada yang mengetuk pintu dan ternyata itu adalah Mia."Maaf Bu, ada yang ingin bertemu. Apa Ibu bersedia menemuinya?" ucap Mia"Siapa?" tanya La Rossa pada Mia."Dia perwakilan dari perusahaan Minshi," jelas Mia."Aku akan menemuinya!" ucap La Rossa.La Rossa menyerahkan dokumen-dokumen itu. Dan Mia mengambilnya kemudian ia keluar.Tak berapa lama pintu kembali di ketuk, Mia mengantar dua orang laki-laki yang memiliki tubuh yang tinggi dengan mata sipit."Permisi Bu, mereka adalah perwakilan dari perusahaan Minshi," Mia memperkenalkan dua orang pria yang masuk bersamanya.La Rossa berdiri dari duduknya dan ia menyalami keduanya. Mereka berdua menelisik penampilan La Rossa yang hanya mengenakan kaos oblong, celana jeans dan sandal jepit.Yang di telisik acuh. Ia tak pernah peduli
Bugh! La Rossa mendapatkan tendangan di punggungnya hingga ia terjerembab dan tersungkur di lantai.La Rossa dengan bersalto ia kembali berdiri. Menghadap ke laki-laki jangkung itu. Sebuah senyum menyeringai ia tampilkan.La Rossa menerjang lawan dengan mengarahkan tinju ke wajahnya, laki-laki itu menangkis serangan La Rossa, ternyata itu hanya pengalihan saja. Serangan yang sesungguhnya adalah sebuah tendangan yang jatuh tepat di selangkangan.Bugh! Awwhh! Jeritnya sambil menegangi buah jakarnya.La Rossa terus menyerang tak memberi sedikit pun celah untuknya bernafas.Bugh! Laki-laki itu jatuh setelah mendapat beberapa kali tinju dan tendangan yang mendarat di dada dan pelipisnya.Ia pun tumbang dengan menghantam meja kaca dan pyar! meja itu pecah hingga menjadi kepingan halus."Keluar!" usir La Rossa dengan suara lantang.Mereka berdiri dan kalang kabut langsung lari hingga terbirit-birit.Para staff yang ada di depan ruangan La Rossa bergerombol mengintip perkelahian antara Bosnya
Pelayan itu membuka matanya lebar-lebar dan menguceknya hingga berkali-kali.Ia masih tak percaya pada penglihatannya, lalu ia kembali dengan membawa kartu hitam itu dan menyerahkan kembali pada La Rossa.orang itu penasaran dan bertanya, "pasti kosong isinya 'kan? Bisa jadi itu kartu palsu!" ucapnya sambil tersenyum mengejek."Siapa namamu?" tanya La Rossa, ia terlalu malas untuk melihat name tag yang tergantung di lehernya." Apa pedulimu?" jawabnya."Aku harap hidupmu baik-baik saja setelah ini!" tegas La Rossa. Ia kembali memasukkan kartu itu ke saku celananya."Cepat katakan berapa isi saldo di dalam kartu itu!" perintah orang itu tak sabar."Isinya ...," belum juga selesai, ucapannya sudah di potong."Isinya paling kosong! hahahah," tawanya mengejek."Tidak Pak! Isinya satu milyar," ucap wanita itu."Hanya satu milyar, tapi, sombongnya selangit dan bertingkah pula!" masih dengan nada mengejek."Satu milyar dolar," sambung wanita itu."Sa-satu milyar dollar?" ucap orang itu terbat