Share

Pengembangan Kasus Pembunuhan Pelakor

Sshhhh!

Kembali terdengar suara mendesis dari bagian belakang rumah Ridho. Tentu saja, hal itu membuat Ranti semakin penasaran.

"Rend, apa yang mendesis itu? Kok, seperti suara ular?" akhirnya Ranti mengungkapkan rasa penasarannya.

"Oh! Iya, Kak! Itu memang suara ular kobra," Ridho yang menjawab seraya menatap ke arah Narendra, yang langsung mengedipkan mata seperti memberi kode.

"Buat apa kamu piara ular berbahaya itu?" tanya Ranti lagi, menatap Ridho penuh rasa penasaran.

"Anu, Kak! Bukan melihara, tapi_," Ridho menelan salivanya sebelum melanjutkan bicara.

"Lantas?" Ranti tidak sabar menunggu kelanjutan ucapan teman adiknya itu.

"Jadi, ular itu saya tangkap di hutan untuk dijual kembali, Kak," jawab Ridho lagi.

"Wow! Kamu tangkap sendiri? Apa nggak takut?" tanya Ranti super heran.

"Ada tekhniknya sendiri, Kak. Nggak bisa sembarang," jawab Ridho lagi mencoba memberi penjelasan.

"Hiiiii_!" Ranti bergidik ngeri, meski dalam hati ada terbersit pemikiran yang lain.

Ranti kembali ingat tujuannya ke rumah itu untuk bertemu dan bicara dengan adiknya, Narendra.

"Rend, Kakak ingin bicara sedikit sama kamu!" kata Ranti kemudian.

Narendra mengangguk dan mengajak kakaknya ke halaman belakang, dimana hanya ada mereka berdua dan beberapa kandang besi tempat meletakkan beberapa ekor ular yang kelihatan masih sangat ganas itu.

"Ada apa, Kak?" tanya Narendra saat mereka berdua telah berada di halaman.

"Kamu tau tentang kabar kematian seorang gadis di villa hari ini?" tanya Ranti hati-hati dengan tatapan penuh selidik. Matanya menatap tajam, tepat ke manik mata adik satu-satunya itu.

"Kematian apa, Kak? Kematian siapa?" tanya Pemuda tampan berkulit coklat itu dengan tatapan bingung.

Melihat wajah polos adiknya, Ranti pun terdiam.

"Ya, udah kalau kamu nggak tau. Kakak pergi dulu," ucap Wanita yang masih terlihat cantik dan ramping itu meskipun telah melahirkan satu orang anak.

Narendra mengangguk, masih dengan tatapan bingungnya.

"Iya, Kak, sebenarnya ada apa?" tanya Narendra penasaran.

"Sebaiknya kamu pulang aja dulu kalau memang udah selesai ngojeknya!" perintah Ranti tanpa menjawab pertanyaan Narendra.

Ranti segera memacu kembali kuda besinya menuju rumah Intan. Dia masih ingin mencari tau apa yang terjadi sebenarnya dengan sahabatnya itu, apalagi sampai dipanggil ke kantor polisi.

***

Narendra kembali masuk ke dalam rumah Ridho dengan tatapan yang agak linglung. Sepertinya, dia masih belum mengerti maksud dan arah pertanyaan kakak perempuannya.

"Eh, Bro! Kenapa jadi linglung begitu?" tanya Ridho sambil menepuk keras bahu temannya itu.

"Nggak tau, aku cuma bingung aja sama pertanyaan kakakku tadi_," jawab Narendra dengan galau.

"Pertanyaan apa?" tanya Ridho penasaran.

Narendra menatap sekilas pada temannya dan memandang lurus pada sebuah Televisi yang ada di tengan ruangan.

"Coba tolong hidupin Televisi, deh, Bro! Siapa tau ada berita menarik," Narendra malah mengalihkan pembicaraan dan menunjuk ke arah tabung kaca yang bisa bersuara di depannya.

Ridho segera meraih remote control yang tergeletak di atas nakas dan memencet tombol power on.

"Seorang wanita muda ditemukan tewas dengan kondisi tubuh yang membiru di sebuah Villa. Diduga korban meninggal karena keracunan atau sengaja diracun oleh seseorang. Sementara di atas tubuh korban ditemukan secarik kertas bertuliskan Pelakor, yang ditulis dengan tinta merah. Kasusnya saat ini masih dalam pemeriksaan pihak kepolisian. Menurut Inspektur Andika, kasus ini adalah kasus kedua yang terjadi dengan modus operandi yang sama dalam dua bulan terakhir. Pihak kepolisian sedang mengembangkan kasus pembunuhan berantai ini."

Narendra dan Ridho menyimak dengan fokus berita yang baru saja ditayangkan oleh Presenter cantik di layar kaca.

Kening Narendra berkerut sesaat, dia menatap seraut wajah tampan Inspektur Andika yang sedang membuat pernyataan di depan para wartawan.

Bibir pemuda berkulit coklat itu terkatup rapat. Dia masih ingat kalau nama Polisi itulah yang pernah disebutkan oleh kakaknya, Ranti, saat pemeriksaan terhadapnya di kantor polisi.

"Hmmm, sepertinya dia terlihat cerdik," gumam Narendra tak jelas.

"Apa Rend?" tanya Ridho menoleh ke arah temannya yang masih fokus pada berita yang ditayangkan.

Narendra tidak menjawab, dia hanya melirik sesaat kemudian fokus lagi pada benda tabung di depannya.

***

Ranti kembali ke rumah Intan, berharap sahabatnya itu telah kembali ke rumahnya.

Tak lama setelah wanita cantik itu tiba di rumah sahabatnya, dia dikejutkan oleh kedatangan mobil polisi yang tiba-tiba berhenti di hadapannya, tepatnya di depan rumah Intan.

Intan dan Gunawan, suaminya, keluar dari dalam mobil polisi tersebut dengan lesu diiringi oleh Inspektur Andika yang ternyata ikut dalam mobil tersebut.

Ranti sempat terkesiap melihat kehadiran sang Inspektur Polisi tampan tersebut.

Andika menatap tajam ke arah Ranti dari bailk topi polisinya.

Ranti semakin gugup, dia pun mengangguk hormat pada kepaal polisi yang tampan itu.

"Selamat siang, Pak!"

Ranti mengangguk hormat dan tersenyum ke arah Andika yang dibalas dengan anggukan ramah dari kepala polisi tampan itu.

"Hmm, lumayan ganteng juga nih kalau senyum," kata hati Ranti,"Ups!"

Refleks Ranti menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya, padahal dia hanya bicara dalam hati.

"Bu Ranti, masih ada hubungan dengan keluarga Pak Gunawan dan Bu Intan?" tanya Inspektur Andika tiba-tiba, membuat Ranti agak terlonjak kaget.

"Intan itu sahabat saya, Pak!" jawabnya dengan agak gugup sambil memandang tepat ke mata Andika yang juga tengah menatapnya.

"Eh! Maaf, Pak ... Bapak tidak sedang menginterogasi saya, kan?" tanya Ranti dengan berani karena merasa tatapan Andika yang penuh selidik.

"Tenang Bu Ranti, saat ini saya saya bertanya sebagai kenalan saja, bukan sebagai petugas negara," jawab Andika sambil melempar senyum ke arah Ranti yang masih menatap tanpa ekspresi.

"Ranti, ayo masuk!" Intan memutus pembicaraan keduanya yang nampak sedikit kaku.

"Baiklah, Pak Gunawan dan Ibu Intan, terima kasih sudah bersedia memenuhi panggilan kami. Kalau begitu saya pergi dulu," pamit Andika pada Gunawan dan Intan seraya memberi hormat sebagaimana biasa.

"Sama-sama, Pak Andika," jawab keduanya hampir bersamaan.

Inspektur Andika pun masuk kembali le dalam mobil sambil melirik ke arah Ranti yang melangkah mengikuti Intan.

Tatapan matanya yang tajam seperti sedang menyeildik.

Sebagai seorang kepala polisi yang sudah terlatih, dia pasti akan memperhitungkan setiap kemungkinan yang berhubungan dengan sebuah kasus, apalagi saat ini bukan kasus biasa, tapi kasus "Pembunuhan Berantai".

***

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan setelah ini, In?" tanya Ranti saat mereka telah berada berdua di kamar Intan, usai istri Gunawan itu menceritakan semua tentang kejadian pagi ini.

"Entahlah! Beruntung saat kejadian aku punya alibi bahwa aku sedang dikejar oleh Gunawan," jawab Intan menerawang.

Ada rasa sakit menyesak dalam dadanya setiap kali mengingat keintiman Gunawan dan Aida tadi.

Tapi dia juga tak menyangka akan terseret dalam kasus pembunuhan gadis sekretaris itu.

Dia berusaha mengingat lagi kejadian tragis yang menimpa Aida, selingkuhan suaminya.

"Oh, tunggu! Aku ingat sesuatu_! Tiba-tiba Intan bangkit dan melompat dari posisi duduknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status