"Kenapa? Katanya mau lepas dari keluarga ini."Azalea menggenggam cangkir tehnya, terdiam sebentar. Itu foto yang ia ambil dari kamar yang ia duga sebagai milik Bima saat masih tinggal di mansion Laksmana.Melirik Anna penuh pengamatan. Haruskah ia memberitahu asistennya tentang malam itu?"Aku tahu ini gila dan sulit dipercaya."Azalea memulai cerita soal malam pernikahannya dari awal sampai akhir. Ada rasa menggelitik dada ketika ia menjelaskan bagaimana kecerobohan mempertemukan dirinya dengan Bima. Sampai pada ketika Bima datang ke kediaman untuk membantunya kabur.Tak ada yang bisa Anna lakukan kecuali melongo. Tercengang dengan kisah mendebarkan sekaligus menggelikan, tapi juga sedih dari sang Nyonya Muda. Ketika cerita Azalea selesai, Anna mengusap keningnya dan menggeleng."Wow... Dari sekian banyak gosip yang pernah Saya dengar, cerita Anda yang paling bikin kepala pecah, Nyonya," komentar gadis itu jenaka.Azalea terkekeh. "Ini bukan gosip. Dan selama ini yang tahu cuma kelu
"Azalea, kulihat kau sudah sehat lagi," kata Johan seraya menutup pintu.Tak menjawab, Azalea masih terbawa euphoria mengobrol dengan Bima lewat telepon. Percakapan singkat yang menghantarkan kupu-kupu dalam perut Azalea.Azalea terlarut dalam lamunan, bahkan ketika Johan menarik pinggangnya dan memeluknya erat. Seraya menyingkap rambut panjang Azalea ke samping, Johan mendaratkan kecupan-kecupan manis di leher belakangnya."Mmhhmm...." Azalea bergumam. Teringat sentuhan Bima pada malam itu.Tangan kanan Johan merambat ke balik baju Azalea, terus naik untuk meraih sepasang harta berharga di sana. Sambil menyesap halusnya kulit leher sang istri dan menciptakan beberapa bercak kemerahan di sana, Johan meraih benda kesukaannya.Azalea terlempar kembali ke kenyataan. Ia mendorong Johan menjauh sambil mengaduh kesakitan akibat ulah suaminya."Apa yang kamu lakukan?" pekik Azalea kaget, memegangi bajunya erat. Hampir saja ia membayangkan jika Bima lah yang menyentuhnya.Johan menangkap tang
"Menurut saya, ini bukan gym yang biasa didatangi para wanita kaya, Nyonya."Anna berkomentar tepat ketika dirinya dan Azalea tiba di depan sebuah bangunan lantai satu yang tampak tak menarik dibandingkan gedung-gedung pencakar langit di sekitar lingkungan wilayah itu."Aku 'kan memang bukan wanita kaya," sahut Azalea.Memilih tempat gym sebagai tempat persembunyian utama adalah ide impulsif yang mengherankan bagi Azalea sendiri. Namun perempuan itu tidak pernah masuk gym. Hanya saja ia dengar gym adalah tempat dimana seseorang bisa melakukan urusan mereka tanpa diganggu siapapun. Orang-orang cenderung berolahraga sambil fokus pada diri mereka sendiri.Selain itu, Azalea yakin bahwa tempat persembunyian paling baik justru di tengah keramaian."Maksudnya bukan begitu. Ada gym Merce di pusat kota, ada juga gym Magnum yang katanya jadi langganan idol dan artis. Kalau kesana, status kelas Anda kelihatan jelas.""Kayaknya kamu salah paham di sini, Anna," tukas Azalea seraya membuka pintu
"Pffttt... Tertarik apanya. Aku yakin aku cuma sedikit senang karena ada yang kukenal di gym ini. Dengan adanya Bima, aku pasti bisa beradaptasi."Itu adalah kalimat yang Azalea tanamkan secara berulang-ulang saat teringat pertanyaan Anna. Meskipun Anna hanya akan cengar-cengir seolah menertawakan jawaban Azalea.Esoknya, Azalea tiba di gym nyaris lebih cepat sepuluh menit dibandingkan kemarin. Ada sebuah kelegaan tatkala ia hanya melihat staff gym di lobi. Maka Azalea pun ganti baju dengan tenang, lalu pergi ke ruang olahraga untuk pemanasan seadanya.Lima menit, sepuluh menit, setengah jam berlalu. Supaya tidak kelihatan menganggur, Azalea minta tolong salah satu pengunjung gym pada treadmill yang akan ia gunakan. Kemudian Azalea melangkah santai pada kecepatan satu setengah kilometer.Seiring keringat mengucur dari pelipis, Azalea sesekali menoleh ke belakang. Tepatnya ke arah pintu. Ia terkesiap ketika ada pengunjung yang datang, segera memalingkan muka, tapi kembali diam-diam mel
Seraya menutup pintu, sambil setengah menggerutu Azalea berkata, "Hari ini nggak perlu ke gym dulu, ya, Dimas. Tolong antar aku jalan-jalan aja,"“Baik, Nyonya. Apakah Anda punya suatu tempat yang ingin dikunjungi?"Di kursi depan, Dimas si supir mengangguk. Mesin mobil menderu pelan ketika meluncur meninggalkan halaman mansion Laksmana dengan mulus. Selalu ada kepuasan menjalar dalam diri Azalea ketika melewati gerbang."Entah. Jalan saja dulu," jawab Azalea, menyenderkan punggungnya nyaman."Siap, Nyonya."Anna menyenggol lengan sang majikan, menggoda, "Yakin nggak ke gym? Kalau hari ini Tuan Bima ada di sana gimana?""Biarin aja, memangnya kenapa?" balas Azalea ketus."Kok malah tanya Saya.”Anna dapat melihat kalau Azalea sedang gelisah. Tatapan kosong sang majikan itu melayang keluar, tapi Anna yakin pikirannya kemana-mana. Sebagai asisten yang baik, Anna tidak akan melewati batasan dengan menganggu lebih lama.
"Apa menurut Anda Tuan Bima bakal datang hari ini, Nyonya?" Anna tak bosan-bosannya meledek Azalea ketika dalam perjalanan menuju gym pada weekend. Karena Johan dan pasangan Laksmana senior juga punya kegiatan mereka, maka Azalea memilih keluar mansion. Setidaknya, suasana pusat kota yang bisa Azalea pandangi sepuas hati cukup menghiburnya. "Udah kubilang kalau aku ke gym bukan buat ketemu Bima,” sahut Azalea. "Duh, mau sampai kapan denial begitu?" gerutu Anna, "Tuan Bima memang menarik dan juga baik, walau tampangnya kadang menyeramkan." Azalea melirik asistennya. "Kedengarannya malah kamu yang tertarik sama dia," "Cemburu?" "Sembarangan." Setibanya di gym dan menunggu setengah jam lamanya, skala penasaran Azalea membludak. Apalagi saat lagi-lagi ia menangkap dengar gadis-gadis gym lain juga menunggu kedatangan Bima. Kemudian Azalea pun mendatangi meja resepsionis. "Permisi." Staff resepsionis bernama Lulu itu menoleh. "Ada yang bisa aku bantu?" "Kamu kenal Bima nggak? Apa
"Secara tidak langsung aku baru saja mengungkapkan kalau diriku ini menyedihkan. Tapi, makasih karena tidak mengasihaniku."Di tengah cerita tadi, Azalea juga ingin berhenti, tapi melihat Bima yang memperhatikan tanpa beralih fokus pada hal lain dan mendengarkan tanpa menyela sedikitpun... Azalea merasakan seluruh beban hatinya terangkat perlahan-lahan.Seraya tersenyum canggung, Azalea menunduk sambil menyesap sisa ice latte-nya demi menghindari tatapan Bima. "Kau tidak menyedihkan," kata Bima pelan.Azalea mendongak. Matanya melebar. "Kecewa setelah dikhianati itu wajar. Semua orang juga merasakan hal yang sama," imbuh Bima, berdehem. Gantian dirinya yang mengalihkan pandangan."Gitu, ya."Azalea memegang erat cup ice latte. Malu-malu tersenyum lebih lebar. Hatinya tergelitik. Tangannya dingin, tapi hatinya menghangat. Siapa yang sangka ucapan sederhana dari Bima itu mampu mencairkan kekhawatiran Azalea?"Sisi baiknya, aku ketemu orang-orang baru seperti Anna dan Dimas. Mereka be
Kejadian memalukan itu berlalu begitu saja tanpa pernah diungkit-ungkit meski tentu saja Azalea tidak akan lupa. Setidaknya, hari itu ada sesuatu yang berubah.Entah disengaja atau tidak, Bima selalu chat duluan. Satu pesan pendek tiap tiga hari sekali yang memberitahu kalau dirinya akan datang ke gym. Dengan begitu, Azalea tidak perlu menebak-nebak.Hari itu adalah kesekian kalinya Azalea pergi ke gym bertemu dengan Bima. Tujuannya tetap olahraga, walau kebanyakan Azalea bakal kelelahan setelah melakukan beberapa gerakan work out.Azalea sedang lari pelan di treadmill ketika dinding kaca di depannya memperlihatkan refleksi gadis-gadis yang berkumpul tak jauh dari tempatnya berada. "Kok bisa, ya," kata Azalea, menoleh ke Bima."Apa?" Lelaki itu perlahan menapak ke lantai setelah angkat badan dari pull up bar machine. "Kamu nggak sadar kalau empat cewek-cewek di sebelah sana lagi lihatin kamu dari tadi?" Azalea menengok ke belakang, memberi petunjuk."Oh... Biarkan saja."Sayangnya