Jantung mereka masing-masing berpacu kuat seakan mau meledak di dalam dada mereka. Raras mengakui, ciuman ini sangat disukainya, bahkan ini adalah pengalaman pertama baginya, laki-laki yang tengah mendekapnya ini, memiliki daya tarik yang sangat kuat. Walaupun terkesan pemalu pada dasarnya dia lebih dominan dan berkuasa.Wisnu meletakkan kepalanya di bahu Raras. Menetralkan nafasnya yang berat dan sesak. Dia sangat bahagia Raras membalasnya, bahkan dengan berani Raras sudah menyentuh dada Wisnu seakan ingin membuktikan sendiri berapa liat otot yang terbentuk secara alami karena pekerjaan kasar itu.Raras tidak menolak sedikit pun, dia mengimbangi ciuman yang diberikan Wisnu, mengerahkan seluruh kemampuannya yang baru sebagai pemain pemula dalam hal ini.Apakah Wisnu boleh berharap bahwa sambutan Raras merupakan jawaban dari permintaannya, permintaan untuk melanjutkan pernikahan mereka tanpa peduli dengan status seperti bumi dengan langit."Raas...," panggil Wisnu, dia masih mendekap p
Semua anggota keluarga berkumpul di depan televisi. Barang pemberian Raras itu sangat bermanfaat di rumah mereka, biasanya mereka juga memiliki televisi, televisi yang sudah tua. Lebih banyak rusaknya di sana -sini, dibiarkan menyala beberapa jam terlebih dahulu baru televisi itu mengeluarkan suara.Aryo sudah tertidur pulas di depan televisi, pemuda pendiam itu terlihat kelelahan setelah pulang dari Sulawesi untuk mengikuti olimpiade Sains tingkat Nasional. Sedangkan Yono menginap di rumah temannya untuk kerja kelompok.Wisnu melirik Raras terang-terangan. Sejak diterima Raras menjadi suami sesungguhnya, Wisnu tidak lagi malu menampakkan kekagumannya pada Raras, dia menikmati setiap gerak -gerik wanita itu, bagaimana ketika mata Raras berkedip setiap saat, tangannya yang asik mengotak-atik handphonenya, atau ketika mulut kecil menggoda itu berdecak dan terlihat kesal. Entah apa yang dipikirkan Raras saat ini yang jelas wajahnya tampak tidak senang.Mira dan Nela sudah pamit duluan ka
Raras sampai di rumahnya pukul sembilan pagi. Saat mau berangkat tadi, Wisnu agak enggan melepasnya, belum berangkat laki-laki itu sudah menanyakan kapan Raras akan pulang. Raras menghibur Wisnu, dia akan segera pulang jika urusannya selesai. Iya, banyak hal yang harus diselesaikannya, cukup lama Raras berfikir, dia mengambil sebuah kesimpulan, dia harus menggunakan otak untuk menyelamatkan keuangan keluarganya. Membiarkan dua wanita culas yang bersikap seperti parasit hanya akan membuat ayahnya bertambah bangkrut.Raras sebenarnya lelah, bolak-balik dari pusat kota ke rumah Wisnu yang menghabiskan waktu berjam-jam di perjalanan, tapi hanya rumah Wisnu tempatnya pulang, di sana dia mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan, disana dia merasa menjadi orang yang berguna. Wisnu memperlakukannya bagaikan porselen mahal yang dijaganya agar tidak pecah, kelembutan hati laki-laki itulah yang tidak didapatkannya selama ini dari orang lain selain ibunya.Baru saja Raras masuk ke gerbang yang dip
Raras meminum kopinya, setidaknya untuk membuat matanya tetap terjaga sepanjang malam. Sekarang dia duduk di sebuah restauran mewah yang hanya dapat dikunjungi oleh orang-orang tertentu saja. Tidak semua orang dapat masuk kesini, Raras bisa masuk karena dia sudah diberi kepercayaan oleh seorang pengusaha muda yang merangkap sebagai penjahat yang memasok narkoba dan senjata ilegal dari luar negri.Sudah lima tahun Raras tergabung sebagai agen spesialis BIN, Badan Intelijen Nasional. Dia termasuk anggota yang sangat diandalkan, kecantikan dan kelembutan yang terlihat secara sekilas menipu banyak orang. Dia bisa menyamar jadi siapa saja, menjadi babby sitter, pengantar koran, pembantu, penjual bunga bahkan penjual rokok.Hal itulah yang membuat ayahnya menganggap dia berkeliaran secara bebas. Dia tidak pernah menghabiskan waktu di dalam rumah, dia punya pekerjaan yang sangat berat. Menjadi anggota BIN adalah sebuah rahasia besar yang harus disimpannya rapat-rapat, tidak ada yang boleh me
Wanita itu memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya dengan kondisinya yang benar-benar lelah, dia bisa saja menginap di toko ataupun di kantor, masing masing tempat itu memiliki kamar khusus yang bisa digunakan untuk istrirahat.Mobil melaju menempuh beberapa jam perjalanan, menembus kegelapan malam dan dinginnya udara, tapi wanita yang berada di dalam mobil itu bukanlah orang sembarangan, dia memiliki pertahanan diri yang hebat yang tersembunyi di wajah feminimnya. Raras masuk ke perkarangan sempit milik rumah Wisnu. Dia tersenyum, suaminya sudah berdiri di sana dengan sepasang kruk yang selalu membantunya berdiri dan berjalan, tersenyum manis pada Raras, berjalan berlahan mendekati istrinya itu.Raras tidak menunggu lama untuk memeluk tubuh tinggi milik Wisnu, merasakan kehangatan dan kedamaian untuk dirinya."Masuk, Ras! Di luar dingin." Wisnu menggandeng tangan Raras, mengantarnya masuk ke dalam kamar. Wisnu kemudian keluar sebentar mengambil teh hangat dan menyerahkann
Raras menggulingkan badannya, menetralkan detak jantungnya sendiri, rasa penasaran yang mengakibatkan mereka saling mencoba lebih maju dari yang sebelumnya.Raras tidak menyangka, laki-laki kalem dan pendiam itu begitu ahli. Mereka sepakat menghentikan permainan sebelum semuanya semakin tak terkendali. Pagi ini mereka sudah membuat kemajuan yang sangat besar."Sebelumnya apakah kau pernah menyentuhku?" Raras tidak bisa menahan rasa ingin taunya. Wisnu tersenyum, dia mengangguk sambil menghisap pipinya menahan malu."Kapan?" Raras memicingkan mata, kenapa dia bisa tidak tau."Beberapa kali saat kau tertidur lelap," aku Wisnu, itu memang benar, mana mungkin Wisnu tidak berhayal semenjak aksi menerobos tak sengajanya ke kamar mandi waktu itu."Aku tak menyangka kau bisa senekad itu."Wisnu menyembunyikan wajah malunya diantara lekukan lengan dan bahu Raras, dan selanjutnya adalah urusan mereka berdua.*****Saat mengaku tadi, Raras sedikitpun tidak marah, dia hanya tak habis fikir bagaim
Sehari ini Wisnu mendiamkannya, wajah lembut penuh senyum itu berubah datar, tak mengubris sapaan Raras sedikitpun. Wisnu tipe pria yang cepat ngambek dan tidak mudah mengembalikan suasana hatinya.Sekarang dia menjemur pakaian di belakang rumah, jemuran yang dilindungi atap keropos. Setidaknya pakaian itu bisa mengering dengan terpaan angin sore dan besok bisa kering secara utuh.Wisnu menolak bantuan Raras yang berniat ingin menolongnya, padahal yang dicucinya adalah pakaian istrinya sendiri. Raras menghela nafas, dia tidak punya pengalaman sama sekali untuk membujuk dan merayu Wisnu agar moodnya kembali baik, yang dia lakukan adalah mengekori kemanapun Wisnu berjalan, ke kamar mandi saat Wisnu menjemput pakaian yang habis dicuci, ke dapur mengambil air minum, ke kamar mengambil handuk dan ke belakang rumah mengambil baju keringnya. Wisnu tetap saja mengabaikannya, menganggap kehadirannya seakan tidak ada, tak bicara, tak menatap dan begitu dingin.Raras baru tau, marahnya Wisnu ter
Raras tak lagi menoleh ke belakang, mobilnya melaju kencang memecah keheningan malam yang dingin dan gelap. Wisnu memeluknya erat melepasnya dengan kalut, Raras membalas pelukan itu, dia berjanji akan kembali dalam keadaan hidup, melanjutkan pernikahan mereka dan menjadi orang biasa. Raras meyakinkan Wisnu dan meminta suaminya mendoakan keselamatannya, menghibur suaminya bahwa dia adalah wanita yang tak pernah sial dalam melawan musuh.Dua jam kemudian Raras sampai di bandara, pesawat khusus sudah menunggunya, bahkan sekarang masih jam dua dini hari. Raras merapatkan jaket kulitnya, wajah dingin, datar, tegas tak tersentuhnya kembali terpasang dengan baik.Misi kali ini adalah menyelidiki kelompok pemberontak yang mendapatkan senjata secara ilegal yang diselundupkan dari perbatasan oleh beberapa orang yang dicurigai salah satu dari mereka adalah pejabat pemerintah pusat.Raras membawa identitas sebagai bidan desa yang akan menginap selama dua minggu di pedalaman perbatasan, mengumpulk