Darline bangun pagi di hari libur dengan rencana seperti sebelumnya. Dia harus ke rumah lama untuk memecahkan jendela kamar dan mengambil baju-bajunya. Juga sepatu dan tas.Setelah mengambil semua barang-barangnya itu, Darline juga akan pergi ke rumah baru yang proses pembangunannya sudah terhenti.Dua agendanya itu membuat Darline turun cepat dari kasurnya dan menuju dapur.Ternyata tingkah absurd Paman Hayden yang menyuruh asisten kepercayaannya menyusup ke apartemennya ini sangat menguntungkan Darline.Dia jadi memiliki banyak bahan makanan untuk dia olah. Itu berarti, dia bisa merasakan sarapan pagi yang mengenyangkan sesuai keinginannya sendiri.Dilihatnya atas meja dapur. Selain bumbu dapur yang lengkap, Darline bahkan mendapati roti tawar beserta sebungkus keju di sampingnya.Darline pun berpikir untuk membuat sandwich simpel berupa roti panggang dengan keju dan telur mata sapi di dalamnya.Itu sudah cukup bergizi.Namun, ketika Darline membuka lemari es untuk mencari telur dan
Di villa Opa Ben ...Begitu kakek tua itu mengingat tentang Darline, pertemuan mereka tiba-tiba saja terasa bagai gading yang begitu banyak retaknya.Willson bergerak gelisah mendengar pertanyaan Opa nya itu. Terutama karena dia baru mengetahui jika Darline pernah memberikan masakannya pada Opa-nya itu.Willson tak pernah mengingat hal itu. Mungkin juga karena selama ini Willson tidak menaruh perhatian pada apa yang Darline lakukan sehingga dia sama sekali tidak menyadari saat Darline membawa masakannya sendiri ketika mereka datang ke villa Opa Ben.Mendadak lidahnya terasa kelu. “Darline ... err ... dia nggak ikut, Opa,” ucap Willson pelan.Andai boleh, dia memilih untuk tidak membahas Darline.“Kenapa dia tidak ikut? Dia tidak sedang sakit, bukan?”“Oh, nggak sakit, Opa. Darline sehat.”“Lalu? Kenapa dia tidak ikut?”Willson melayangkan tatapan pada ibunya sesaat sebelum Bu Mira mengangguk kecil, nyaris tak terlihat.Willson pun berkata lagi pada Opa Ben. “Err, itu karena Darline d
Hayden merasakan kegembiraan berlapis-lapis ketika melihat Darline menggunakan ponsel pemberiannya. Tapi ketika dilihatnya dari samping bahwa si pengirim pesan adalah Willson, kegembiraan itu menguap dan berubah menjadi wajah memberengut.“Siapa?” tanyanya berusaha agar Darline tidak mengetahui bahwa dia sudah mengintip si pengirim pesan Darline.Bukannya menjawab, Darline tampak linglung karena harus berpikir ekstra. “Hmm?” Dia balik bertanya masih sambil mengulangi membaca pesan dari Willson.Opa Ben? Kenapa tiba-tiba bisa Opa Ben mengajaknya makan malam bersama?“Pesan dari siapa? Willson?” tuntut Hayden lagi.Kali ini Darline mengangguk, mengiyakan.“Mau apa dia?” tanya Hayden sedikit menyesal tidak mencoba membaca pesan yang tertera di sana tadi.“Dia hanya bilang, Opa Ben memintaku datang ke villa sore ini. Katanya juga, Opa mau makan malam bersamaku.”“Oh!” Hayden tampak terkesiap. Dia sama sekali tak menyangka isi pesan dari Willson mengenai keinginan pria tua yang dipanggilny
Ringgo tersentak ketika mendengar suara Darline yang tiba-tiba memrotesnya. Semua yang hadir di sana pun menoleh ke arah pintu. Tampak di sana Darline berdiri seorang diri dengan tenang tapi sepasang matanya menyorot marah pada Ringgo yang masih bersimpuh di kaku Opa Ben. “B—Bu Da- Dar—Darli—iiiiiineee ...” ucap Ringgo susah payah karena dia terlalu kaget. Willson mengatakan padanya tadi bahwa Darline tidak akan muncul di villa. Tapi kini, lihatlah! Bagaimana seluruh tubuhnya tidak gementar melihat kemunculan Darline yang tiba-tiba? “Dar—Darline! Bukankah kamu sedang nggak enak badan? Katanya nggak bisa hadir ke sini. lalu kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?” Willson tiba-tiba bangkit dan menanyakannya dengan penuh perhatian, tapi Darline mengetahui dengan jelas, bahwa itu semua palsu. “Kenapa, Willson? Sepertinya kamu sangat berharap aku nggak enak badan dan nggak bisa hadir di sini? Apakah agar kamu bisa dengan leluasa memfitnahku?” “Apa-apaan kamu, Darline!” Willson mulai nai
“Bukti konspirasi?” Willson nyaris meledak dalam ketakutan saat dia mendengar kata-kata pamannya itu.“Bukti konspirasi gimana maksudnya, Paman? Aku tidak berkonspirasi dengan siapapun, apalagi dengan Ringgo!” seru Willson lagi dengan kepanikan tingkat dewa.“Oh ya? Kalau kau tidak berkonspirasi dengan Ringgo, berarti it’s okay menonton rekaman ini sama-sama, iya kan?”Willson bingung sesaat. Diliriknya Lissa karena setahunya Lissa sempat mengatakan bahwa CCTV di paviliun sudah tidak terpasang lagi. Juga bahwa semua CCTV sudah dicabut enam bulan yang lalu.Willson mengira bahwa tidak mungkin ada bukti rekaman CCTV antara Lissa dan Ringgo karena tidak ada lagi kamera CCTV. Lagipula, tidak mungkin Lissa sebodoh itu menjalankan aksi dari rencana mereka tanpa menyadari adanya kamera CCTV, bukan? Pastilah Lissa bertemu tatap dengan Ringgo di tempat tersembunyi.Dengan berpegang pada pemikirannya itu, Willson pun mengira bahwa pamannya hanya sekadar gertak sambal. Dia pun balas menantang de
Willson gegas bersimpuh di kaki Opa Ben. Opa Ben paling membenci perselingkuhan. Jika Opa Ben tahu dia memiliki wanita lain semasa masih berstatus suami dari Darline, maka dia bisa dicoret dari daftar ahli waris Opa Ben.Jangankan warisan, untuk mendapatkan bantuan modal butik saja hanya akan tinggal mimpi. Apalagi untuk mendapatkan restu menikahi Laura Bella. Itu mimpi tak terjangkau!“It—itu tidak benar, Opa! Itu editan! Aku nggak kenal dengan wanita itu! Itu pastilah editan dari seseorang yang hendak menjatuhkan namaku!”“Willson!” Hayden yang geram kali ini karena selalu apa yang dia tampilkan dianggap editan.“Kamu menuduhku membuat-buat foto ini, hah? Kalian ini, dari tadi selalu bisanya hanya berkilah ‘ini editan’. Apa tidak punya argumen lain yang lebih berkelas?!”“Paman! Kenapa paman seakan ngotot sekali ingin aku terlihat bersalah di mata Opa? Apa salah yang pernah aku perbuat pada Paman?”“Aku tidak sedang membalas dendam padamu, Willson. Aku hanya menunjukkan kebenaran ya
Hayden melangkah melewati Willson yang degup hatinya begitu marah mendengar kata-kata sindiran pamannya itu. Tapi di satu sisi, rasa khawatirnya atas keputusan Opa Ben mengenai suntikan dana untuk bisnis barunya lebih besar melingkupi dirinya sehingga willson membiarkan saja Hayden lewat.Dari sudut matanya, terlihat bagaimana pamannya itu menunjuk ke arah pintu, lalu berkata pada istri yang sedang berusaha dia campakkan. “Ayo, Darline, aku rasa kita bisa menemani Opa makan malam hari ini.”Willson menahan perih dan geramnya saat dilihatnya Darline ikut melangkah ke pintu, bersisian dengan sang paman.“Kamu gimana sih, Willson? Kok kamu dengan Laura Bella malah ketahuan begini?” Bu Mira yang sedari tadi menahan kesal tak mampu lagi berdiam.“Ya, aku juga nggak tau, Bu! Tapi itu pasti ulahnya paman!”“Memangnya kamu nggak merasa ada yang ngikutin trus moto-motoin kalian?”“Suerrr nggak merasa, Bu! Paman kan punya orang kepercayaan yang handal untuk nguntit orang. Dasar paman sial! Kena
Darline terdiam. Dia memang tidak pernah berpikiran sampai ke sana sebelum ini.Selama ini, pertanyaan itu memang menggenang di pikirannya. Kenapa Willson berubah sampai sejauh ini padanya?Apakah karena dia tak lagi bekerja? Tidak lagi bisa membantu pemasukan bulanan mereka?Ataukah karena Willson benar-benar kecewa karena mereka belum juga mendapatkan keturunan?Atau karena dia memang tampak membosankan di mata Willson? Kehidupannya hanya seputar rumah dan kebutuhan sehari-hari. Tidak ada hal lain yang bisa diajaknya bertukar pikiran.Semua pertanyaan yang berputar di kepalanya selama ini hanya seputar tiga hal itu saja.Tidak pernah sekalipun dia terpikir bahwa alasan Willson berubah sikap dan perhatian padanya adalah karena adanya wanita lain. Kecuali saat dia menemukan kondom di saku celana Willson.Tapi saat itu pun pikiran Darline teralihkan pada hal lain, sehingga dia pun melupakan petunjuk buruk satu itu.Sampai saat tadi, saat Hayden menunjukkan foto mesra Willson bersama wa