Jakarta, 33 tahun yang lalu. “Papa serius? Kita akan adopsi anak?” tanya seorang wanita setengah berbisik. Terlihat wanita itu masih sangat muda, mungkin umurnya sekitar tiga puluhan. Saat ini wanita itu sedang berada di dalam mobil bersama dengan seorang pria dewasa dan juga remaja laki-laki. “Terus kenapa harus bawa Andre segala?” tanyanya lagi. Pria dewasa itu membuka seat belt-nya, seraya bergeser dan menatap wajah istrinya. “Serius, Ma. Kita memang tidak akan langsung adopsi anak hari ini, tapi melihat-lihat dulu. Andre sengaja Papa bawa, supaya dia bisa untuk memilih. Bagaimanapun nantinya anak itu akan menjadi adiknya,” terangnya. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu mendapatkan sambutan berupa senyuman dari remaja laki-laki yang bernama Andre. “Papa sudah cerita padaku, Mama Eva. Aku pun menyetujuinya, lagi pula mengadopsi anak bukan sesuatu hal yang buruk, bukan?” timpal Andre, remaja yang saat ini berusia tujuh belas tahun. Eva hanya tersenyum mendengar jawaban dari
Nada hanya tertegun mendengarkan cerita yang disampaikan Ara barusan. Ternyata ada hal seperti ini di keluarganya. Nada tidak menyangka kalau keluarganya itu mempercayai hal yang dianggap mistis.“Jadi, semua karena dendam masa kecil?” tanya Nada dengan matanya yang sudah mulai berair.Dusta rasanya jika Nada tidak memiliki perasaan simpati sedikit pada Ara. Kalau dia di posisi Ara, mungkin akan merasakan hal yang sama. Sama-sama merasakan dibohongi. Namun, Nada tidak akan memilih untuk melakukan hal yang sama seperti Ara, yaitu balas dendam.“Iya. Jujur, aku merasa sangat marah, emosi dan iri melihat kesuksesan Adrian. Seharusnya akulah yang ada di posisi itu.” Ada amarah dari setiap kalimat yang terucap dari mulut Ara.“Aku memang tidak muluk-muluk, maksudnya aku tidak sampai bermimpi untuk menjadi pimpinan perusahaan. Hanya saja, mimpiku itu adalah memiliki keluarga impian. Dan, saat itu Adrian menghancurkan mimpi indahku yang tinggal selangkah lagi!” imbuhnya dengan perasaan kecew
Semakin dilarang, semakin Adrian menggali informasi. Adrian bak sedang menyusun puzzle yang berceceran, walau sampai sekarang belum ada satu pun yang berhasil terpasangkan dengan baik. “Aneh, semuanya bersih tanpa cela,” katanya seraya memijit dagunya Setelah sekian lama Adrian mencari informasi tentang Calvin. Tidak ada satu pun berita yang langsung menargetkan Calvin. Bahkan catatan keluarga Winata itu terlihat baik. Bahkan adik bungsu Calvin yang menjabat sebagai anggota dewan pun, tengah disoroti masyarakat karena kinerja positifnya. Kini Adrian hidup menjadi seorang pengangguran. Namun, begitu dia juga selalu memantau aktivitas Victory, yang ternyata memang sudah aman terkendali. Calvin cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah. Bahkan sampai masalah pesawat yang sering mengalami masalah, akhirnya dialih fungsikan menjadi pesawat pengangkut barang. Ketika Adrian sedang menyeruput kopi americano miliknya. Tiba-tiba saja ponsel Adrian berbunyi. Dengan cepat, dia meraih ponsel y
Suara dari ujung heels Nada dan aspal kini beradu, memecah keheningan di tengah malam. Nada jelas sekali menghentak dengan keras disetiap langkahnya. Bahkan tangan kirinya mencengkram erat tali sholder bag miliknya.Mobil hatchback milik Nada kini sudah ada di depan mata. Dia menekan tombol pada kunci mobil dan langsung menarik handle pintu. Wanita itu seketika menghempaskan tubuhnya pada kursi di balik kemudi.“Huh! Gila, Sindy memang gila!” dengus Nada sambil tertawa mencibir tapi syarat akan gejolak emosi.Setelah mendengarkan semua cerita Ara, Nada tidak perlu mencari informasi apa-apa lagi. Dia merasa kalau cerita Ara itu seratus persen valid.“Wah, orang itu benar-benar sosiopat! Dia benar-benar terlihat senang melihat orang lain menderita, sedangkan dia mendulang kesuksesan!” rutuk Nada.Memang bukan hal aneh, jika di negara ini beberapa publik figur memang sering mengandalkan sensasi dari pada prestasi. Namun, Nada tidak pernah terpikir, bahwa hal itu akan dialaminya sendiri.
“Papa akan kembali tinggal di sini, kan?” tanya Deven setelah sarapan mereka selesai.Adrian tersenyum, seraya mengangguk. Berbeda dengan Nada yang masih merasa bingung. Sebenarnya apa yang terjadi semalam?“Terima kasih. Pasti rumah ini akan kembali ramai,” kata Deven lagi, “nenek juga akan pulang hari ini,” imbuhnya dengan wajah berbinar.“Mama pulang sekarang, Nad?” Adrian melirik ke arah Nada, lalu dijawab oleh sebuah anggukan.“Nanti Pak Dadang sama Bi Inah yang urus kepulangan Mama. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku lagi,” kata Nada.Padahal Nada sudah berjanji pada sang nenek, kalau dia akan menjemput neneknya saat keluar dari rumah sakit. Namun, karena kemarin Nada pergi tanpa berpamitan dia merasa tidak enak jika harus kembali izin dari pekerjaannya.“Bilang sama Pak Dadang, biar aku yang urus kepulangan Mama. Setelah mengantar Deven ke sekolah, aku akan segera ke rumah sakit,” ucap Adrian.“Eh? Mengantar Deven?” Wajah Nada bingung, “tidak usah. Biar Deven aku yang meng
Darah dalam tubuh Nada langsung mendidih, bagaikan magma panas yang sudah ingin dimuntahkan. Tangannya bahkan terasa panas, setelah menampar Sindy dengan keras.Semua mata kini tertuju pada Nada yang sedang memberang. Tidak ada satu orang pun di tempat itu yang tidak terkejut dengan aksi Nada.“Aww!” ringis Sindy, lalu dia memegang pipi kirinya yang terasa perih.Dengan cepat Sindy menoleh dengan tatapan yang setajam mata pisau. Seolah dengan tatapannya itu Sindy mengancam Nada.“Bagus. Tatapan itu, tunjukan bagaimana wajah aslimu, Sindy!” sinis Nada, yang merasa puas karena Sindy mulai terpancing olehnya.Namun, sedetik kemudian Nada langsung dipegang oleh seorang laki-laki.“Lepas!” paksa Nada, yang langsung menepis tangan laki-laki itu.Di hadapan Nada, Sindy masih menatap nyalang. Setelah beberapa detik dia mencoba untuk menarik napas dalam, tatapan Sindy pun berubah.“Lepaskan dia, Ivan,” kata Sindy pada laki-laki yang sedang memegang Nada. Dia adalah manager Sindy yang sedang me
Sebuah cengkraman kini dirasakan oleh Nada. Seseorang menahannya dengan memegang tangan kiri Nada. Ia menoleh dan mendapati Nicko di sana. “Kita sebaiknya pulang,” ucap Nicko. Sedari tadi pria itu menyaksikan keributan yang diperbuat oleh Nada. Dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk melerai. Karena kondisinya para penggemar Sindy seolah membuat dinding yang tidak bisa ditembus olehnya. “Nick, maaf sepertinya aku tidak bisa mengantarmu pulang. Aku ada urusan yang harus diselesaikan,” tolak Nada dengan tegas. Matanya terpancarkan amarah yang mendalam, Nicko bisa melihatnya. Hal itu yang membuat perasaan Nicko sedikit gusar. “Kita pulang saja, Deven pasti menunggumu di rumah.” Nicko menggunakan alasan anak Nada agar sahabatnya itu bisa ikut pulang dengannya. “Ck!” Tedengar decakan dari mulut Sindy. Ternyata sedari tadi dia melihat aksi Nicko yang menahan Nada. Sindy kembali mendekat ke arah Nada dan Nicko, “Kamu mau kabur, Nada? Urusan kita belum selesai. Atau kamu memang
Calvin memijit keningnya, dia nampak terlihat gusar. Pasalnya, Calvin baru saja melihat sebuah tayangan video yang diberikan oleh Vivian.“Video ini pertama kali diunggah di forum penggemar Sindy. Kemudian menyebar ke mana-mana.”Vivian mengusap layar tabletnya ke samping. Kemudian memberikan sebuah foto tangkapan layar sebuah artikel berita.Namun, Calvin malam mengibaskan tangannya. Seolah tidak mau melihat apa yang sebenarnya akan diberikan Vivian.“Anak itu selalu saja cari gara-gara,” desah Calvin, “ah, kenapa mereka berdua itu tidak bisa diam? Selalu saja membuat gaduh dan pasti akan berimbas pada perusahaan!” gerutu Calvin.Vivian hanya diam, dia tidak merespon apa pun.Kemarin jagat maya dihebohkan dengan sebuah potongan video yang menampilkan pewaris sah perusahaan Victory sedang bertengkar dengan Sindy. Tentu saja publik lebih memihak Sindy dan memberitakan hal yang negatif tentang Nada. Hal itu tentu membuat citra nama baik perusahaan Victory sedikit tercoreng.“Apa kita be